Banggai, CNN Indonesia -- Akhir 2018 menjadi pengujung yang indah bagi Inlahai (56), seorang ibu rumah tangga dari Desa Siuna, Kecamatan Pagimana, Banggai,
Sulawesi Tengah. Bukan tanpa alasan, tugasnya sebagai ibu rumah tangga kini terbantu oleh kehadiran
Lampu Tenaga Surya
Hemat Energi (LTSHE).
Sejak berpuluh tahun lamanya, baru kali ini dapurnya diterangi oleh lampu listrik. Sebelumnya, cahaya hanya berasal dari lampu pelita rakitan berupa bekas botol minuman yang diisi minyak tanah.
"Sekarang sudah terang. Dulu, saya harus membeli minyak tanah untuk menyalakan lampu pelita," ujar Inlahai kepada CNNIndonesia.com, beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Inlahai merupakan satu dari 230 penerima bantuan program LTSHE di Kabupaten Banggai dari Kementerian ESDM tahun ini. Program tersebut merupakan solusi sementara penyediaan listrik untuk masyarakat yang tinggal di daerah terpencil.
Satu paket LTSHE terdiri dari panel surya, empat buah lampu LED tiga watt, baterai, dan hub pengisi daya. Paket tersebut diterima Inlahai dua bulan lalu dan dipasang oleh petugas di rumahnya. Pada siang hari, panel surya menghasilkan listrik dan disimpan pada baterei yang terintegrasi dengan lampu.
"Biaya pemasangan semua gratis," ujarnya.
Keberadaan LTSHE di rumah Inlahai terlihat mencolok dan menjadi satu-satunya barang elektronik modern di ruangan itu. Selebihnya, Inlahai hidup dalam kesederhanaan di pondok berdinding kayu, beralas tanah, dan beratap jalinan daun kering.
"Saya pasang satu (lampu) di depan rumah, satu di ruang tamu, satu di kamar, dan satu di dapur," ujar Inlahai yang sesekali menghabiskan waktunya dengan bertani.
Inlahai bersyukur keluarganya terpilih sebagai salah satu penerima bantuan LTSHE. Keterbatasan ekonomi membuatnya tak mampu untuk membayar listrik berlangganan PT PLN (Persero), seperti halnya beberapa tetangga di samping rumah.
Semenjak ada lampu, Inlahai mengaku lebih nyaman ketika memasak untuk anak dan cucunya. Usia yang sudah tak lagi muda memang membuat penglihatannya tak setajam dulu. Kehadiran lampu baru itu sangat membantu aktivitasnya di rumah. Bahkan, saking sayangnya dengan barang baru tersebut, ia membungkus lampu di dapur dengan kantong plastik bening agar tidak kotor terkena asap.
Sembari tersenyum, Inlahai memamerkan remote pengontrol cahaya LTSHE. Dengan remote itu ia bisa mengatur nyala lampu terang, sedang, atau redup jika ia ingin tidur.
"Saya tidak bisa menggunakan telepon genggam, tetapi memakai remote ini bisa," ujar bangga.
Senada dengan Inlahai, Ratna (27), tetangga Inlahai juga mengakui tugasnya sebagai ibu rumah tangga terbantu karena kehadiran LTSHE.
Saat ini, Ratna hanya fokus mengurus suami dan kedua anaknya yang masih bersekolah. Sejak ada LSTHE, anaknya yang masih kelas 2 Sekolah Dasar (SD) dan kelas 3 Sekolah Menengah Pertama (SMP) menjadi lebih semangat dalam belajar. Ia ingin nasib anaknya lebih baik dari ia yang hanya lulusan SD.
Ke depan, Ratna berharap rumahnya ingin dialiri listrik PLN. Sama seperti ibu-ibu lainnya, Ratna ingin memasang televisi untuk menonton sinetron dan kulkas.
"Kalau sekarang, saya menonton TV di rumah tetangga saja," ujarnya.
Sebenarnya, sebagian desa Siuna telah teraliri listrik PLN. Namun, tidak semua warganya beruntung bisa mengakses dan berlangganan listrik.
Berbeda dengan Inlahai dan Ratna, rumah Aidar (45) yang terletak di desa yang sama sudah dialiri listrik PLN. Keluarganya pun berinisiatif membuka warung yang menjual kebutuhan sehari-hari. Jika capek, ia bisa menghabiskan waktu menonton siaran televisi.
"Saya memasang juga belum lama, tahun ini, waktu listrik pertama masuk saja," ujar ibu rumah tangga ini.
Inlahai dan Ratna merupakan korban dari belum meratanya akses listrik di seluruh Indonesia. Kementerian ESDM mencatat rasio elektrifikasi secara nasional per kuartal III 2018 secara nasional sudah mencapai 98,05 persen, namun Sulawesi Tengah baru mencapai 91,54 persen.
Menurut anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Syamsir Abduh, pekerjaan rumah pemerintah tidak saja hanya menyediakan listrik tetapi memasok listrik yang bisa diakses dan terjangkau oleh masyarakat. Tanpa akses dan harga yang terjangkau, masyarakat tidak bisa memanfaatkannya untuk melakukan kegiatan ekonomi yang bernilai tambah.
Namun, Syamsir menyadari upaya penyediaan listrik tidak semudah membalik telapak tangan. Terlebih, Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas sehingga memiliki banyak daerah terpencil, salah satunya Desa Siuna di Kabupaten Banggai,Sulawesi Tengah.
Perjalanan menuju Desa Siuna membelah gunung dengan jalan berkelok dan menghabiskan waktu 1, 5 jam dari Kota Luwuk yang berjarak sekitar 600 kilometer dari Kota Palu.
Maka itu, LTSHE bisa menjadi solusi sementara setidaknya sampai pemerintah atau PLN bisa mengalirkan listrik secara berkelanjutan. Tahun ini, program LTSHE dilaksanakan di 16 provinsi dengan jumlah pemasangan LTSHE sebanyak 172.853 unit dan anggaran sebesar Rp565 miliar.
Khusus di Provinsi Sulawesi Tengah, pemasangan tersebar di dua kabupaten dengan alokasi pemasangan sebanyak 498 unit terdiri dari 230 unit di Kabupaten Banggai dan 268 unit di Kabupaten Banggai Laut.
"Wilayah kita begitu luas, kalau ditarik jaringan listrik perlu waktu lama, sehingga salah satu solusinya menggunakan LTSHE," ujarnya.
(lav)