Jakarta, CNN Indonesia -- Sebagian orang menilai
tahun baru merupakan awal perubahan hidup dimulai. Namun, sebagian lain menyadari bahwa malam pergantian tahun tak akan mengubah apapun, kecuali ia memang berupaya sungguh-sungguh, termasuk upaya menata
keuangan.
Jelang pergantian tahun, masyarakat seringkali disibukkan dengan rancangan resolusi untuk tahun berikutnya, tetapi seringkali abai untuk menyusun ulang portofolio
investasi. Padahal, tata kelola investasi berpengaruh besar terhadap lini hidup lain, seperti pendidikan, kesehatan, karier, hubungan personal, bahkan keluarga.
Dalam menyusun ulang portofolio investasi, calon investor hendaknya menyesuaikan dengan tren ekonomi global dan domestik di tahun yang baru. Jika tidak sensitif, imbal hasil yang dikantongi tak akan optimal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto mengatakan faktor yang mempengaruhi investasi di tahun babi tanah ini adalah Pemilihan Presiden (Pilpres) pada April 2019. Eko mengatakan dunia investasi bakal dirundung ketidakpastian, dalam hal hukum dan kebijakan ekonomi.
Untuk itu, Eko menyarankan investor masuk ke instrumen investasi konservatif atau berisiko rendah, seperti deposito, reksa dana pasar uang, obligasi jangka pendek, dan emas. Sebaliknya, investor dianjurkan menahan diri untuk berinvestasi ke sektor properti hingga Pilpres 2019 berakhir.
Selain sentimen pesta demokrasi, sektor properti menghadapi tantangan dari tren kenaikan suku bunga. Terlebih, bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (The Fed) bakal kembali menaikkan suku bunga pada 2019, meski tak seagresif tahun ini.
Senada, Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad menilai Pilpres 2019 akan membayangi iklim investasi tahun depan. Ia meminta investor berhati-hati dan selektif pada investasi saham. Sebab, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sangat rentan dengan kondisi politik yang gamang sebelum Pilpres 2019.
Guna mengetahui profil masing-masing instrumen investasi tahun depan, CNNIndonesia.com mengulasnya sebagai berikut:
SahamPesta demokrasi akan memberi angin segar bagi pasar modal. Pendapat terkait prospek saham itu diperoleh dari Analis Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya. Menurut dia, investor yang menaruh investasinya di saham hendaknya memperhitungkan investasi dalam jangka menengah hingga panjang.
"Pilpres akan membentuk kepastian baru, sehingga memberikan sentimen positif kepada pertumbuhan pasar modal," jelasnya.
Menurut William, portofolio yang menjanjikan pada 2019 adalah saham di sektor infrastruktur telekomunikasi, perbankan, dan ritel. Sebaliknya, ia mengimbau investor untuk mempertimbangkan ulang sebelum membeli saham-saham sektor tambang, terutama untuk transaksi jangka pendek. Alasannya, harga komoditas sedang mengalami tekanan.
"Harga minyak mentah masih mengalami tekanan jadi tidak menutup kemungkinan harga batu bara dan komoditas lain juga akan tertekan. Karena kita tahu turunnya harga minyak mentah akan berpengaruh pada harga komoditas lain," kata William.
Tak jauh berbeda, pengamat pasar modal dan pendiri LBP Institute Lucky bayu Purnomo menuturkan saham yang cukup menarik untuk dikoleksi di tahun politik adalah saham-saham sektor perbankan, consumer good (ritel), dan perkebunan.
Lucky mengatakan kinerja sektor perbankan berada di atas rata-rata kinerja IHSG sehingga perbankan menjadi sektor primadona. Adapun empat saham sektor perbankan yang menjadi rekomendasi Lucky antara lain, saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Rakyat Indonesia (BBRI), dan PT Bank Negara Indonesia (BBNI).
Berbanding terbalik dengan sektor perbankan, kinerja sektor perkebunan yang selama ini tak berpengaruh menggerakkan IHSG juga menghadirkan peluang tahun depan. Oleh karena itu, investor disarankan membeli saham emiten perkebunan berkapitalisasi besar seperti, PT PP London Sumatera Tbk (LSIP) dan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).
Sementara itu, saham-saham sektor ritel merupakan saham yang sifatnya defensif. Sebab, di tengah tingginya volatilitas pasar akibat tahun politik, arah kebijakan suku bunga The Fed, dan penurunan harga minyak dunia, saham-saham sektor ritel mampu bertahan. Adapun saham-saham yang menjadi rekomendasi Lucky antara lain, PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Kimia Farma Tbk (KAEF), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
"Sektor
consumer good sendiri dapat dikatakan sektor pilihan paling seksi," kata Lucky.
Reksa Dana
Imbal hasil reksa dana tahun depan diprediksi lebih menjanjikan dibandingkan kinerja tahun ini. Direktur Utama PT Samuel Asset Management Agus B Yanuar menuturkan pemicunya adalah pulihnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Meskipun Greenback masih berpotensi menguat, Agus yakin penguatan bersifat terbatas dibanding tahun ini. Kondisi tersebut diharapakan menjadi stimulus terhadap kinerja perusahaan tercatat. Jika rata-rata laba perusahaan tahun ini hanya mampu bertumbuh 8 persen, tahun depan Agus optimistis rata-rata laba perusahaan bisa naik 12-13 persen.
“Artinya pertumbuhan laba lebih bagus,” ucapnya.
Selain kembalinya stabilitas nilai tukar, meredanya tensi perang dagang juga disebut Agus sebagai angin segar bagi perekonomian Indonesia. Ia juga menyebut ada perpindahan aset dari
developed market ke
emerging market termasuk Indonesia, karena valuasinya lebih murah dan menarik.
Agus melihat potensi penguatan IHSG ke rentang 6.800-7.200 di akhir tahun. Jika target tersebut tercapai, maka kinerja reksa dana terutama reksa dana saham dan pendapatan tetap ikut terdongkrak.
Sementara itu, kinerja reksa dana tahun ini diakui Agus kurang gemilang. Misalnya, rata-rata imbal hasil reksa dana saham minus 6 persen secara tahun kalender, reksa dana pendapatan tetap minus 2 hingga minus 3 persen, dan reksa dana campuran minus 4 persen. Kinerja paling moncer justru tampak pada reksa dana pasar uang yang mampu memberikan imbal hasil 4-5 persen.
Namun demikian, Agus meyakini angka imbal hasil akan berbalik positif tahun depan. Jika target indeks terlampaui, imbal hasil reksa dana saham bisa mencapai 13,5-18 persen secara tahunan, reksa dana pendapatan tetap 7-9 persen, dan reksa dana campuran 10-12 persen. Sedangkan reksa dana pasar uang yang sifatnya lebih konservatif bisa memberikan imbal hasil 4-5 persen per tahun.
Sementara itu, Direktur Utama Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana memprediksi pasar modal masih mengalami volatilitas tahun depan. Akan tetapi, kondisi ini justru menjadi peluang bagi reksa dana saham apabila
fund manager mampu memaksimalkan volatilitas itu. Di sisi lain, prospek ekonomi AS yang mulai stagnan menjadi peluang emas bagi negara emerging market termasuk Indonesia.
Tantangannya, lanjut Jemmy, ada pada reksa dana pendapatan tetap karena tren kenaikan suku bunga global dan pelemahan rupiah masih membayangi.“Pasar saham masih menarik karena mulai masuknya dana asing ke emerging market termasuk Indonesia karena valuasi lebih rendah,” katanya.
Baik Agus dan Jemmy sepakat sentimen Pilpres 2019 tidak menjadi sentimen negatif bagi pasar. Sebab secara historis selama tiga tahun penyelenggaraan Pilpres pasar saham justru mampu tumbuh positif sepanjang tahun. Tidak dapat dipungkiri akan mucul gejolak di pasar menjelang maupun saat Pilpres berlangsung. Akan tetapi kondisinya akan kembali stabil jika Pilpres terlah berakhir dan presiden telah ditetapkan.
Obligasi
Peluang investasi di surat utang atau obligasi tahun depan tidak berbeda jauh dengan tahun ini. Perencana Keuangan Tatadana Consulting Tejasari Assad menganjurkan investor untuk membeli Obligasi Ritel Indonesia (ORI) yang diterbitkan pemerintah.
Toh, kupon yang ditawarkan cukup tinggi dalam tenor jangka pendek. Pemerintah baru saja menerbitkan ORI015 pada Oktober lalu dengan kupon 8,25 per tahun dan tenor tiga tahun.
Untuk obligasi korporasi, Tejasari mengimbau investor untuk selektif dengan mempelajari tingkat risiko dan profil perusahaan sebelum membeli obligasi korporasi. Menurutnya, penting bagi investor untuk memahami fundamental perusahaan di samping mempertimbangkan imbal hasil.
“Obligasi korporasi takutnya dengan ketidakpastian ekonomi dan politik, kinerja korporasi ditakutkan agak goyang. Tahun ini saja ada beberapa perusahaan yang gagal bayar (obligasi),” kata Tejasari.
EmasSebagai instrumen investasi yang dinilai lebih aman atau
safe haven, emas justru mendapat peluang dari ketidakpastian ekonomi global dan isu geopolitik yang memanas. Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menilai emas akan berkilau di tahun depan.
Jika perang dagang antara AS-China terus berlanjut, Ibrahim mengatakan harga emas cenderung merangkak naik. Begitu pula sentimen konflik penarikan diri Inggris dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit) akan menopang laju harga emas dunia.
“Dengan kondisi itu investor akan tertarik melakukan pembelian di emas sebagai lindung nilai,” terang Ibrahim.
Oleh karena itu, ia meyakini harga emas bisa melaju di atas US$1.300 per ons troi pada tahun 2019. Di tahun ini, harga emas cukup fluktuatif dengan harga tertinggi di posisi US$1.365 per ons troi pada 21 Januari dan posisi terendah pada US$1.159 pr ons troi pada 12 Agustus.
Jika emas dunia bisa tembus di harga US$1.300 per ons troi, maka harga emas Antam pun akan merangkak naik. Ia meyakini jika target tersebut terealisasi dengan asumsi nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.500 per dolar AS, maka harga emas Antam bisa menyentuh Rp706.109 per gram di tahun depan.
Ibrahim menganjurkan masyarakat untuk berinvestasi emas dalam jangka panjang. Sebab, investasi emas Antam perlu memperhitungkan biaya sertifikat. Bagi masyarakat yang ingin berinvestasi emas, ia menyarankan mereka untuk membeli emas Antam 0,5 gram, sehingga investasinya cenderung ringan terutama bagi pemula.
“Banyak orang merasa kecewa kalau investasi emas di jangka pendek, tapi kalau jangka panjang di rentang tiga hingga sepuluh tahun kemungkinan besar harga akan kembali (modal investasi),” jelasnya.
Senada, analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menuturkan jelang tahun politik, emas menjadi instrumen investasi yang paling tepat lantaran sifatnya
safe haven. Ia optimis hingga kuartal I 2019 harga emas Antam cenderung menguat di rentang Rp660 ribu - Rp700 ribu per gram.
Tak jauh berbeda, Deddy memprediksi harga emas dunia bisa tembus US$1.250-US$1.300 per ons troi hingga kuartal I 2019. Pemicunya adalah kondisi ekonomi dan geopilitk global yang dibayangi ketidakpastian.
“Dalam waktu dekat ada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), lalu pekan depan kelanjutan dari Brexit. Sentimen global ini akan terus membayangi pergerakan emas dunia,” katanya.
Oleh karena itu, Deddy mengatakan tidak ada salahnya berinvestasi emas di tengah kondisi global yang dipenuhi ketidakpastian serta jelang pesta demokrasi di Indoneisa. Ia menganjurkan bagi investor yang baru menjajal investasi emas untuk memeli emas Antam ukuran 0,5 gram.
PropertiSecara fundamental, pasar properti pada 2019 dinilai memiliki peluang baik karena harga properti cenderung stagnan, bahkan turun di sebagian area. Oleh karena itu, Country Manager Rumah123 Ignatius Untung menilai, dari perspektif investor, akan menjadi waktu yang tepat untuk membeli properti.
Namun, Ignatius tidak memungkiri pasar properti memiliki tantangan besar yaitu, risiko akibat perubahan prioritas pembelian konsumen yang tidak memprioritaskan (
deprioritize) pembelian properti, khususnya segmen pembeli muda. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena para pemain tidak cukup mengedukasi segmen muda untuk memprioritaskan kepemilikan hunian.
“Kalau ini masih berlangsung maka momentum positifnya bisa terlewat begitu saja,” jelas Untung.
Ia melanjutkan, secara fundamental ini waktu yang tepat untuk membeli properti bagi investor. Namun, Ignatius tidak memungkiri melambatnya pasar properti akibat
deprioritize pembelian hunian kelompok muda bisa menjadi ancaman.
“Pada akhirnya sepertinya investor akan
wait and see dulu, terutama investor jangka pendek. Sementara, investor jangka panjang bisa masuk dan bahkan ini waktu yang paling tepat untuk membeli,” jelasnya.
Ia menyarankan untuk investor jangka pendek agar fokus di properti yang memiliki risiko perlambatan pasar yang kecil, seperti properti di Central Business District (CBD) area atau properti kelas menengah bawah. Investor properti jangka pendek sebaiknya masuk di pasar properti usai lebaran dengan tetap mempertimbangkan pemulihan pasar.
“Kalau market belum
recover (pulih) mereka akan sulit melepas properti yang mereka beli,” jelasnya.
Pernyataan Ignatius diamini oleh Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto. Eko menyarankan investor untuk menahan terlebih dulu investasi di sektor properti. Alasannya, pasar properti mendapat tantangan besar dari tren kenaikan suku bunga. Apalagi, The Fed diyakini akan kembali mengerek tingkat suku bunga acuannya tahun depan.
Kenaikan suku bunga acuan The Fed tentunya akan diikuti oleh penyesuaian tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI). Ketika suku bunga BI naik, maka tidak menutup kemungkinan tingkat suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan terkerek.
Tahun ini saja, bank sentral tercatat telah menaikkan tingkat suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin menjadi 6 persen.