EmasSebagai instrumen investasi yang dinilai lebih aman atau
safe haven, emas justru mendapat peluang dari ketidakpastian ekonomi global dan isu geopolitik yang memanas. Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim menilai emas akan berkilau di tahun depan.
Jika perang dagang antara AS-China terus berlanjut, Ibrahim mengatakan harga emas cenderung merangkak naik. Begitu pula sentimen konflik penarikan diri Inggris dari Uni Eropa atau British Exit (Brexit) akan menopang laju harga emas dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dengan kondisi itu investor akan tertarik melakukan pembelian di emas sebagai lindung nilai,” terang Ibrahim.
Oleh karena itu, ia meyakini harga emas bisa melaju di atas US$1.300 per ons troi pada tahun 2019. Di tahun ini, harga emas cukup fluktuatif dengan harga tertinggi di posisi US$1.365 per ons troi pada 21 Januari dan posisi terendah pada US$1.159 pr ons troi pada 12 Agustus.
Jika emas dunia bisa tembus di harga US$1.300 per ons troi, maka harga emas Antam pun akan merangkak naik. Ia meyakini jika target tersebut terealisasi dengan asumsi nilai tukar rupiah berada di posisi Rp14.500 per dolar AS, maka harga emas Antam bisa menyentuh Rp706.109 per gram di tahun depan.
Ibrahim menganjurkan masyarakat untuk berinvestasi emas dalam jangka panjang. Sebab, investasi emas Antam perlu memperhitungkan biaya sertifikat. Bagi masyarakat yang ingin berinvestasi emas, ia menyarankan mereka untuk membeli emas Antam 0,5 gram, sehingga investasinya cenderung ringan terutama bagi pemula.
“Banyak orang merasa kecewa kalau investasi emas di jangka pendek, tapi kalau jangka panjang di rentang tiga hingga sepuluh tahun kemungkinan besar harga akan kembali (modal investasi),” jelasnya.
Senada, analis Asia Trade Point Futures Deddy Yusuf Siregar menuturkan jelang tahun politik, emas menjadi instrumen investasi yang paling tepat lantaran sifatnya
safe haven. Ia optimis hingga kuartal I 2019 harga emas Antam cenderung menguat di rentang Rp660 ribu - Rp700 ribu per gram.
Tak jauh berbeda, Deddy memprediksi harga emas dunia bisa tembus US$1.250-US$1.300 per ons troi hingga kuartal I 2019. Pemicunya adalah kondisi ekonomi dan geopilitk global yang dibayangi ketidakpastian.
“Dalam waktu dekat ada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC), lalu pekan depan kelanjutan dari Brexit. Sentimen global ini akan terus membayangi pergerakan emas dunia,” katanya.
Oleh karena itu, Deddy mengatakan tidak ada salahnya berinvestasi emas di tengah kondisi global yang dipenuhi ketidakpastian serta jelang pesta demokrasi di Indoneisa. Ia menganjurkan bagi investor yang baru menjajal investasi emas untuk memeli emas Antam ukuran 0,5 gram.
PropertiSecara fundamental, pasar properti pada 2019 dinilai memiliki peluang baik karena harga properti cenderung stagnan, bahkan turun di sebagian area. Oleh karena itu, Country Manager Rumah123 Ignatius Untung menilai, dari perspektif investor, akan menjadi waktu yang tepat untuk membeli properti.
Namun, Ignatius tidak memungkiri pasar properti memiliki tantangan besar yaitu, risiko akibat perubahan prioritas pembelian konsumen yang tidak memprioritaskan (
deprioritize) pembelian properti, khususnya segmen pembeli muda. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena para pemain tidak cukup mengedukasi segmen muda untuk memprioritaskan kepemilikan hunian.
“Kalau ini masih berlangsung maka momentum positifnya bisa terlewat begitu saja,” jelas Untung.
Ia melanjutkan, secara fundamental ini waktu yang tepat untuk membeli properti bagi investor. Namun, Ignatius tidak memungkiri melambatnya pasar properti akibat
deprioritize pembelian hunian kelompok muda bisa menjadi ancaman.
“Pada akhirnya sepertinya investor akan
wait and see dulu, terutama investor jangka pendek. Sementara, investor jangka panjang bisa masuk dan bahkan ini waktu yang paling tepat untuk membeli,” jelasnya.
Ia menyarankan untuk investor jangka pendek agar fokus di properti yang memiliki risiko perlambatan pasar yang kecil, seperti properti di Central Business District (CBD) area atau properti kelas menengah bawah. Investor properti jangka pendek sebaiknya masuk di pasar properti usai lebaran dengan tetap mempertimbangkan pemulihan pasar.
“Kalau market belum
recover (pulih) mereka akan sulit melepas properti yang mereka beli,” jelasnya.
Pernyataan Ignatius diamini oleh Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto. Eko menyarankan investor untuk menahan terlebih dulu investasi di sektor properti. Alasannya, pasar properti mendapat tantangan besar dari tren kenaikan suku bunga. Apalagi, The Fed diyakini akan kembali mengerek tingkat suku bunga acuannya tahun depan.
Kenaikan suku bunga acuan The Fed tentunya akan diikuti oleh penyesuaian tingkat suku bunga Bank Indonesia (BI). Ketika suku bunga BI naik, maka tidak menutup kemungkinan tingkat suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR) akan terkerek.
Tahun ini saja, bank sentral tercatat telah menaikkan tingkat suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin menjadi 6 persen.
(ulf/lav)