Jakarta, CNN Indonesia -- PT
AirAsia Indonesia Tbk (IAA) menerbitkan
obligasi tanpa jatuh tempo atau bunga abadi
(perpetual bond) senilai US$80 juta atau sekitar Rp1,17 triliun. Obligasi yang dapat menjadi komponen modal tersebut diserap oleh induk usaha perusahaan, AirAsia Berhard.
Berdasarkan keterbukaan informasi AirAsia Indonesia di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis (3/1), AirAsia Indonesia telah menandatangani surat perjanjian bersyarat penerbitan surat berharga
perpetual dengan AirAsia Berhard. Dalam perjanjian tersebut, AirAsia Indonesia bertindak sebagai penerbit, sedangkan AirAsia Berhard bertindak sebagai pemegang surat berharga tersebut.
Direktur AirAsia Indonesia Dinesh Kumar menjelaskan penerbitan surat utang tersebut dilakukan dalam rangka pemberian bantuan finansial dari induk usaha kepada perusahaan. Tujuannya, membuat laporan keuangan AirAsia Indonesia positif pada 2018 positif secara konsolidasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, penerbitan obligasi tersebut juga digunakan untuk membayar tagihan-tagihan penting yang sudah jatuh tempo dan tertagih berdasarkan surat peringatan dari beberapa vendor.
"Yang apabila tidak dibayar dengan segera dapat berdampak secara material dan signifikan pada kelangsungan operasional usaha dan kinerja IAA dan perseroan secara tidak lansung sehingga juga dapat merugikan pemegang saham publik perseroan," ujar Kumar dalam keterbukaan di BEI, Kamis (3/1)
Ia menjelaskan berdasarkan perjanjian bersyarat yang diteken kedua pihak, dana hasil penerbitan obligasi
perpetual akan masuk dalam tiga tahap. Tahap pertama, pada 31 Desember 2018 sebesar 37,5 persen dari total penerbitan. Kemudian 37,5 persen lagi pada 31 Januari 2019 dan sisanya sebesar 25 persen dari total penerbitan pada 28 Februari 2019.
Seperti halnya surat utang lainnya, obligasi
perpetual ini juga akand dikenakan bunga atas saldo pokok. AirAsia Indonesia selaku penerbit juga diwajibkan membayar tarif distribusi tersebut setiap tahun depan tingkat bunga sebesar 2 persen per tahun selama 12 bulan efektif sejak perjanjian ditandatangani.
Kemudian, sebesar 8 per tahun setelahnya hingga tahun ketujuh sejak diterbitkan. Sementara itu, pada setiap periode setelahnya, tingkat bunga yang berlaku adalah tarif distribusi ditambah
step-up margin sebesar 5 persen.
"Sekuritas
perpetual juga dapat dialihkan kepada pihak ketiga maupun dengan ketentuan tunduk pada peraturan perundang-undangan berlaku," jelas Kumar.
Sebagai informasi, hingga kuartal III 2018, AirAsia Indonesia mencatatkan rugi bersih mencapai Rp639 miliar. Kerugian tersebut meningkat dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp417 miliar.
(agi)