Jakarta, CNN Indonesia --
Bank Indonesia (BI) memutuskan mempertahankan tingkat
suku bunga acuannya
(7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) di level 6 persen pada bulan ini. Suku bunga deposit
facility dan suku bunga
lending facility masing-masing juga tetap berada di level 5,25 persen dan 6,75 persen.
"Rapat Dewan Gubernur BI pada 16-17 Januari 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7DRRR di 6 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo usai RDG BI di Jakarta, Kamis (17/1)
Perry mengatakan keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan kondisi ekonomi di dalam maupun luar negeri. Dari luar negeri, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan melambat akibat ketidakpastian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu pula ekonomi negara-negara utama, misalnya Amerika Serikat (AS). Ekonomi Negeri Paman Sam diperkirakan melambat karena tekanan pasar ketenagakerjaan dan normalisasi kebijakan moneter dari bank sentral AS, The Federal Reserve.
"Semula kami perkirakan kenaikan
Fed Fund Rate (bunga acuan The Fed) tiga kali, tapi probabilitas terakhir hanya dua kali dan sebagian pasar hanya satu kali," jelasnya.
Selain itu, BI juga turut mempertimbangkan kondisi ekonomi di Eropa dan China yang turut melambat sebagai dampak dari ketegangan hubungan dagang dengan AS.
Sementara dari dalam negeri, BI mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Tanah Air yang diperkirakan tetap berada di rentang 5,0-5,4 persen, meski ada tekanan dari neraca perdagangan yang mengalami defisit US$8,57 miliar.
"Pertumbuhan ekonomi diperkirakan tetap baik dari sisi konsumsi rumah tangga, swasta, dan pemerintah. Konsumsi rumah tangga dan swasta cukup baik karena terjaganya daya beli, sedangkan pemerintah karena belanja barang dan bantuan sosial," terangnya.
BI memperkirakan hal ini tidak memberi tekanan besar ke neraca transaksi berjalan karena neraca pembayaran masih mencatatkan surplus. Hal ini juga ditopang oleh cadangan devisa yang berada di angka US$120,7 miliar pada Desember 2018.
Di sisi lain, inflasi terjaga rendah di kisaran 3,13 persen pada 2018. Sementara untuk tahun ini, inflasi diperkirakan di kisaran 3,5 persen plus minus 1 persen. Lalu, turut mempertimbangkan kondisi nilai tukar rupiah yang secara bulanan menguat 1,16 persen pada Desember 2018.
"Penguatan rupiah dipengaruhi oleh aliran modal asing dan prospek ekonomi yang lebih baik," katanya.
Sedangkan secara rerata tahunan, mata uang Garuda mengalami depresiasi sekitar 6,05 persen atau 5,65 persen secara point to point sepanjang tahun lalu. Kendati begitu, BI mengklaim kurs rupiah lebih baik dari mata uang India, Turki, dan Afrika Selatan.
Selanjutnya, BI juga memastikan kondisi sistem keuangan masih cukup baik. Hal ini terlihat dari intermediasi perbankan dari beberapa indikator. Misalnya, rasio kecukupan modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) sebesar 23,3 persen dan AL/DPK di 20,1 persen pada November 2018.
Lebih lanjut, pertumbuhan kredit bank sebesar 12,1 persen, dan pertumbuhan DPK 7,2 persen pada periode yang sama. Sementara rasio kredit bermasalah
(Non Performing Loan/NPL) gross sebesar 2,7 persen dan
NPL net 1,2 persen.
Sedangkan pembiayaan di pasar modal dalam instrumen saham, obligasi, dan lainnya yang mencatatkan nilai Rp197,1 triliun pada Januari-November 2018.
(uli/agi)