Jakarta, CNN Indonesia -- PT
Freeport Indonesia mengaku masih melakukan verifikasi ulang atas tagihan sanksi denda sebesar Rp460 miliar atas penggunaan hutan lindung seluas 4.535,93 ha tanpa izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (
KLHK).
"Kami masih mengkalkulasi. Detilnya harus dihitung," ujar Direktur Utama Freeport Indonesia Clayton Allen Wenas atau Tony Wenas di sela acara peresmian Institut Industri Tambang dan Mineral (
Mining and Mineral Industry Institute/MMII) di Jakarta, Jumat (1/2).
Tony mengungkapkan perusahaan berhak melakukan klarifikasi atas besaran sanksi tersebut. Setelah klarifikasi selesai, perusahaan segera membayar sesuai kewajibannya. Terkait target penyusunan klarifikasi, Tony tidak menyebutkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami hitung nanti sama-sama diskusi dengan KLHK," ujarnya.
Lebih lanjut Tony mengungkapkan sanksi tersebut murni ditanggung oleh kas Freeport Indonesia. PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) selaku pemegang saham mayoritas tidak ikut menanggung sanksi dalam konteks mengeluarkan kas perseroan untuk membayar sanksi tersebut.
"Inalum dan Freeport-McMorran itu pemegang saham," ujarnya.
Sebagai informasi, dalam pemeriksaan kontrak karya Freeport Indonesia oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), terdapat temuan penggunaan hutan lindung seluas 4.535,93 hektare (ha) oleh perusahaan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Atas kelalaian tersebut, KLHK menjatuhkan sanksi denda kepada Freeport Indonesia yang akan diterima negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP).
(sfr/agi)