Jakarta, CNN Indonesia -- Pengenaan sanksi
Amerika Serikat (AS) terhadap Venezuela menyebabkan
ekspor minyak Venezuela merosot tajam hingga 40 persen selama kurun satu bulan.
Dilansir dari
Reuters, Jumat (1/3), ekspor minyak Venezuela merosot 40 persen sepanjang sebulan setelah sanksi berlaku. Data tersebut diperoleh dari perusahaan minyak pelat merah Venezuela PDVSA dan Refinitiv Eikon.
Pada Senin (28/1) lalu, pemerintahan Presiden AS Donald Trump melarang konsumen minyak AS untuk membayar pembelian minyak dari Venezuela. Hal itu dilakukan untuk menekan pemerintah Presiden Venezuela Nicolas Maduro.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Larangan untuk membayar tersebut setidaknya berlaku sampai pemerintahan baru dibentuk oleh anggota kongres Venezuela Juan Guaido yang memperoleh dukungan dari Gedung Putih. Nantinya, pemerintahan Guaido yang akan memproses pembayaran dari konsumen AS tersebut.
Sejak itu, ekspor Venezuela anjlok ke level 920 ribu barel per hari (bph). Sebagai catatan, selama tiga bulan sebelumnya, rata-rata ekspor minyak Venezuela berkisar 1,47 juta hingga 1,66 juta bph.
Setelah sanksi AS berlaku, hampir 70 persen pengiriman minyak PDVSA ditujukan ke klien di Asia. Kenaikan ekspor minyak Venezuela terbesar ke India, disusul ke Singapura dan China. Sebagai catatan, Singapura merupakan hub untuk penyimpanan, kegiatan pengiriman via laut, dan ekspor kembali.
Pemberlakuan sanksi juga menyebabkan porsi ekspor minyak Venezuela ke Eropa terkerek menjadi 15 persen dari porsi sebelumnya yang lebih kecil. Selanjutnya, porsi ekspor minyak ke AS tercatat hanya 11 persen dan Karibia 2 persen.
PDVSA Hadapi Serangan AS
Secara total, ekspor minyak mentah PDVSA tercatat 675 ribu bph dan bahan bakar 245 ribu bph setelah sanksi AS berlaku. Padahal sebelumnya, ekspor minyak mentah Venezuela bisa mencapai 1,28 juta hingga 1,46 juta bph dan bensin 200 ribu bph.
Angka tersebut di luar kargo minyak yang terjebak di tengah lautan akibat pembayaran yang tertunda karena menunggu akun dari tim Guaido.
"PDVSA (dan) seluruh negara (Venezuela) menghadapi serangan brutal dari pemerintah AS yang berdampak pada keuangan dan operasional perusahaan," ujar Menteri Perminyakan Venezuela Manuel Quevedo dalam konferensi di Arab Saudi seperti dikutip dari Reuters.
PDVSA telah meningkatkan kegiatan swap dan pertukaran minyak mentah untuk bahan bakar dengan pelanggan dan perusahaan trading. Hal itu sebagai siasat untuk menjaga minyak tetap mengalir ke pasar luar negeri di tengah pengenaan sanksi AS.
AS juga memberlakukan periode peralihan yang mengizinkan pengiriman dan pembayaran untuk diselesaikan hingga April 2019 mendatang.
Berdasarkan kajian
Reuters terhadap kapal tanker yang menunggu diisi atau mengalirkan minyak di pelabuhan PDVSA, setidaknya 1 juta bph minyak mentah maupun produk kilang Venezuela menunggu dikirimkan pada Maret.
PDVSA juga memerintahkan kapal tanker yang mengangkut bahan bakar impor berhenti secara terpaksa. Sementara, pembelian PDVSA atas bensin, bahan bakar diesel, nafta dan bahan bakar lain meningkat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi di dalam negeri.
Sebulan setelah sanksi berlaku, PDVSA mengimpor 165 ribu bph bahan bakar, terutama berasal dari AS dan Eropa. Sanksi melarang AS mengekspor pengencer yang dapat mengubah minyak ekstra berat Venezuela ke jenis minyak yang dapat diekspor. Namun, sanksi masih mengizinkan penjualan bahan bakar lain untuk beberapa bulan ke depan.
Pada Kamis (28/2) kemarin, PDVSA menyatakan memiliki cukup bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. PDVSA juga akan menciptakan program khusus untuk memasok bensin selama libur Carnival. Namun, PDVSA tak mengungkapkan berapa besarannya.
Pada Desember 2018 lalu, Venezuela mengimpor 300 ribu bph bahan bakar, salah satu capaian tertinggi di tengah permasalahan dengan kilang domestik yang memproduksi bensin dan bahan bakar lain. Sepanjang 2018, perusahaan mengimpor bahan bakar sekitar 200 ribu bph.
Dalam beberapa pekan terakhir, perusahaan telah membayar premi yang tinggi untuk pembelian bahan bakar. Sebagian bahan bakar tersebut dipasok dari perusahaan trading asal Rusia Rosneft yang merupakan penyokong tradisional Venezuela.
Selain itu, pasokan juga berasal dari perusahaan asal Spanyol Repsol yang melakukan swap minyak mentah Venezuela dengan bensin sesuai dengan kesepakatan yang diteken sebelum pemberlakuan sanksi AS.
[Gambas:Video CNN] (sfr/lav)