
Jonan Perkirakan Harga Green Diesel Capai Rp14 Ribu per Liter
CNN Indonesia | Selasa, 02/04/2019 12:30 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan memperkirakan harga minyak diesel yang terbuat dari 100 persen minyak sawit (D100/ green diesel) jika dipasarkan saat ini dapat mencapai sekitar Rp14 ribu per liter. Perkiraan harga tersebut dengan asumsi 1 ton minyak sawit mentah (CPO) dapat menghasilkan 700 liter D100.
"Kalau sekarang (konversi) itu dilakukan dengan produksi 200 ribu sampai 300 ribu barel per hari kira-kira Rp14 ribu per liter. Kalau Rp14 ribu bisa dijual ke siapa?," ujar Jonan dalam Forum Diskusi Energi Untuk Kedaulatan Negeri di Jakarta, Selasa (2/4).
Dengan harga yang mencapai Rp14 ribu per liter, konsumen potensial untuk D100 saat ini adalah konsumen minyak solar nonsubsidi Pertamina Dex. Saat ini, harga Pertamina Dex di Jabodetabek dibanderol PT Pertamina (Persero) seharga Rp11.700 per liter.
"Nanti akan kami coba (konversi). Bukan hanya untuk masalah perubahan iklim tetapi juga masalah keberlanjutan lingkungan itu sendiri," ujarnya.
Jonan menyebutkan konversi minyak kelapa sawit menjadi minyak diesel ramah lingkungan akan dilakukan oleh Pertamina pada Kilang Dumai, Riau dan Kilang Plaju, Sumatera Selatan dalam dua tahun ke depan. Kapasitas total kedua kilang tersebut dalam memproduksi D100 bisa mencapai 200 ribu hingga 300 ribu bph.
Ia mengingatkan, selain ketersediaan, pemerintah dalam menyediakan energi juga memperhatikan aspek keterjangkauan oleh masyarakat. Karenanya, faktor daya beli menjadi krusial. Untuk itu, pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga mendorong badan usaha untuk mencari cara agar bisa menekan biaya produksi bahan bakar ramah lingkungan.
"Kami masih mencari cara bagaimana menurunkan biaya produksi dan bagaimana berunding dengan produsen sawit," ujarnya.
Menurut Jonan, mengaitkan harga sawit dengan MOPS mungkin tidak adil karena MOPS terkait dengan harga produk kilang. Karenanya, produsen sawit bisa mengaitkan dengan harga minyak mentah atau formula lain yang bisa lebih adil. Untuk tahap awal, pemerintah bisa melibatkan holding perkebunan pelat merah PT Perkebunan Nusantara untuk menyediakan minyak kelapa sawit.
Sebagai informasi, pemerintah saat ini mendorong penggunaan minyak sawit sebagai substitusi bahan bakar fosil melalui program mandatori campuran biodiesel 20 persen dalam minyak Solar (B20). Program. Mandatori ini akan ditingkatkan menjadi campuran biodiesel 30 persen dalam minyak Solar (B30) pada tahun depan.
Selain berdampak positif bagi lingkungan, konversi minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar juga dapat mengurangi beban impor bahan bakar yang membebani neraca perdagangan.
(sfr/agi)
"Kalau sekarang (konversi) itu dilakukan dengan produksi 200 ribu sampai 300 ribu barel per hari kira-kira Rp14 ribu per liter. Kalau Rp14 ribu bisa dijual ke siapa?," ujar Jonan dalam Forum Diskusi Energi Untuk Kedaulatan Negeri di Jakarta, Selasa (2/4).
Dengan harga yang mencapai Rp14 ribu per liter, konsumen potensial untuk D100 saat ini adalah konsumen minyak solar nonsubsidi Pertamina Dex. Saat ini, harga Pertamina Dex di Jabodetabek dibanderol PT Pertamina (Persero) seharga Rp11.700 per liter.
"Nanti akan kami coba (konversi). Bukan hanya untuk masalah perubahan iklim tetapi juga masalah keberlanjutan lingkungan itu sendiri," ujarnya.
Jonan menyebutkan konversi minyak kelapa sawit menjadi minyak diesel ramah lingkungan akan dilakukan oleh Pertamina pada Kilang Dumai, Riau dan Kilang Plaju, Sumatera Selatan dalam dua tahun ke depan. Kapasitas total kedua kilang tersebut dalam memproduksi D100 bisa mencapai 200 ribu hingga 300 ribu bph.
Ia mengingatkan, selain ketersediaan, pemerintah dalam menyediakan energi juga memperhatikan aspek keterjangkauan oleh masyarakat. Karenanya, faktor daya beli menjadi krusial. Untuk itu, pemerintah berupaya menjaga daya beli masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga mendorong badan usaha untuk mencari cara agar bisa menekan biaya produksi bahan bakar ramah lingkungan.
"Kami masih mencari cara bagaimana menurunkan biaya produksi dan bagaimana berunding dengan produsen sawit," ujarnya.
Menurut Jonan, mengaitkan harga sawit dengan MOPS mungkin tidak adil karena MOPS terkait dengan harga produk kilang. Karenanya, produsen sawit bisa mengaitkan dengan harga minyak mentah atau formula lain yang bisa lebih adil. Untuk tahap awal, pemerintah bisa melibatkan holding perkebunan pelat merah PT Perkebunan Nusantara untuk menyediakan minyak kelapa sawit.
Sebagai informasi, pemerintah saat ini mendorong penggunaan minyak sawit sebagai substitusi bahan bakar fosil melalui program mandatori campuran biodiesel 20 persen dalam minyak Solar (B20). Program. Mandatori ini akan ditingkatkan menjadi campuran biodiesel 30 persen dalam minyak Solar (B30) pada tahun depan.
Selain berdampak positif bagi lingkungan, konversi minyak kelapa sawit menjadi bahan bakar juga dapat mengurangi beban impor bahan bakar yang membebani neraca perdagangan.
(sfr/agi)
ARTIKEL TERKAIT

Kendaraan Listrik Diklaim Efektif Redam Impor Minyak
Ekonomi 8 bulan yang lalu
Tahun Politik Diklaim Tak Ganggu Penerimaan Non Pajak Energi
Ekonomi 8 bulan yang lalu
Jonan Ungkap Impor LPG RI Capai Rp 40 Triliun Per Tahun
Ekonomi 8 bulan yang lalu
Menteri Jonan: Kekayaan Alam Tak Harus Dikelola Negara
Ekonomi 8 bulan yang lalu
Jonan 'Putar Otak' Dongkrak Penerimaan Negara dari Migas
Ekonomi 8 bulan yang lalu
Jonan Ingin Pertamax Disubsidi pada 2020
Ekonomi 8 bulan yang lalu
BACA JUGA

2 Menteri Minta Gaikindo Lobi Sri Mulyani 'Sunat' Pajak Mobil
Teknologi • 22 August 2019 19:19
Penuhi Panggilan KPK, Jonan Jelaskan soal Tupoksi Menteri
Nasional • 31 May 2019 15:58
KPK Panggil Ignasius Jonan dalam Kasus PLTU Riau Pekan Depan
Nasional • 10 May 2019 19:09
Penyebab Pembuluh Darah Mata Pecah
Gaya Hidup • 13 March 2019 20:11
TERPOPULER

Luhut, Ahok dan Pertamina Sumber 'Kekacauan'
Ekonomi • 1 jam yang lalu
Bea Cukai Mulai Sidik Penyelundupan Harley Eks Bos Garuda
Ekonomi 1 jam yang lalu
Jokowi Akan Tambah 71 Proyek Strategis Nasional
Ekonomi 2 jam yang lalu