Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (
BI) menilai masyarakat Indonesia, khususnya pengguna layanan transaksi pembayaran melalui
dompet digital masih bisa menikmati keuntungan dari 'perang
diskon' yang kerap diberikan oleh para perusahaan penyedia layanan tersebut.
Misalnya, diskon uang kembali (
cashback) 10-40 persen dari Gopay milik PT Aplikasi Karya Anak Bangsa yang juga membawahi PT Gojek Indonesia,
cashback 5-60 persen dari OVO milik PT Visionet Internasional, dan lainnya. Meski, bank sentral nasional bakal meluncurkan
QR code berstandar Indonesia (
QR Indonesian Standard/QRIS).
QRIS merupakan standar penyelenggaraan sistem pembayaran
QR Code resmi dari bank sentral nasional. Standar tersebut membuat sistem transaksi pembayaran yang digunakan oleh masing-masing perusahaan dompet digital yang sebelumnya tidak bisa terbaca satu sama lain, nantinya bisa digunakan bersama-sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya, saat ini,
QR Code Gopay tidak bisa digunakan oleh pengguna OVO lantaran OVO tidak bekerja sama dengan toko atau
merchant tertentu, namun nantinya akan bisa. Pasalnya, sistem yang digunakan bisa dibaca oleh seluruh dompet digital yang ada di Tanah Air.
Meski sistem bakal selaras, namun Ricky melihat peluang 'perang diskon' antar perusahaan dompet digital masih bisa terjadi. Pasalnya, sistem yang selaras justru membuat masing-masing dompet digital harus lebih mengutamakan pelayanan (
services) kepada pengguna.
"Nanti (perang) diskonnya di
services, itu bisa tetap ada. Mereka bersaing di
service yang digunakan, meski
QR-nya jadi satu di
merchant," ujarnya di Kompleks Gedung BI, Kamis (4/4).
Sementara aturan sistem
QRIS ini sengaja dikeluarkan bank sentral nasional agar perkembangan bisnis dompet digital di Indonesia bisa lebih masif, namun efisien.
"Aturan ini dilakukan untuk efisiensi dan
fair competition.
QR (dengan standar yang sama) nantinya setiap
merchant punya," imbuhnya.
Lebih lanjut ia mengatakan penyelarasan sistem bisa memunculkan efisiensi karena para perusahaan dompet digital tidak perlu mengeluarkan modal besar untuk membuat suatu sistem transaksi pembayaran sendiri. Namun, bisa menggunakan sistem yang sudah ada dan berstandar BI.
"Agar yang besar tidak besar sendiri dan yang kecil tidak semakin kecil, jadi tidak ada imbas ke
customer (pengguna). Misalnya, nanti menimbulkan
charge yang terlalu tinggi," katanya.
Di sisi lain, Ricky bilang standar ini sengaja dikeluarkan bank sentral nasional agar penggunaan transaksi pembayaran
QR Code semakin diminati seluruh lapisan masyarakat, termasuk para pedagang kaki lima. Sebab, ia menilai penggunaan
QR Code sejatinya sangat cocok dengan karakteristik belanja masyarakat Indonesia.
Selain itu, ia ingin gerakan pembayaran non tunai meningkat pesat. Pasalnya, pemerintah menargetkan inklusi keuangan bisa mencapai 75 persen pada 2019, namun tingkat pemanfaatan layanan keuangan baru mencapai 25 persen sampai awal tahun ini.
"Maka kami ingin
QRIS ini masuk ke masyarakat yang paling mikro, termasuk ke Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), ke para pedagang kaki lima, seperti di China," tuturnya.
Sementara saat ini, sistem
QRIS masih menjalani uji coba tahap kedua yang diikuti oleh 19 perusahaan dompet digital,
switching, dan agregator. Rencananya standar sistem itu akan diimplementasikan secara nasional oleh seluruh perusahaan penyelenggara transaksi pembayaran berbasis
QR Code pada semester kedua tahun ini.
(uli/agt)