JELANG DEBAT CAPRES

Debat Capres Dihantui Kinerja Dagang Petahana Jokowi

Dinda Audriene | CNN Indonesia
Jumat, 12 Apr 2019 09:50 WIB
Celah kebijakan perdagangan dan investasi pemerintah kerap kali digunakan kubu Prabowo Subianto sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan petahana Joko Widodo.
Ilustrasi peti kemas. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia -- Celah kebijakan perdagangan dan investasi pemerintah kerap kali digunakan oleh kubu calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto sebagai senjata ampuh untuk menjatuhkan lawan calon presiden petahana Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye nasional. Tak terkecuali saat momentum debat.

"Beberapa komoditas seperti jagung, beras, dan gula masuk (ke pasar dalam negeri) dalam jumlah besar. Katanya produksi naik, tapi kok impor?" ujar Prabowo saat debat calon presiden, Minggu (17/2) lalu.

Bila dilihat sejak 2016 lalu, jumlah impor memang bukan menurun, melainkan malah terus meningkat. Sebaliknya, aktivitas ekspor sejak masa pemerintahan Jokowi kebanyakan merosot.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan pada 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan defisit paling parah sejak 1975 silam dengan menembus angka US$8,57 miliar.

Tak hanya aktivitas perdagangan yang buruk, kinerja investasi melambat beberapa waktu terakhir. Padahal, kedua aktivitas itu merupakan bagian dari indikator penggerak ekonomi nasional.


Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi langsung sepanjang 2018 hanya tumbuh 4,1 persen menjadi Rp721,3 triliun dari posisi 2017 sebesar Rp692,8 triliun. Persentase itu melambat dibanding realisasi investasi 2017 yang tumbuh mencapai 13,1 persen.

Secara rinci, total investasi dalam negeri tercatat Rp324,8 triliun atau tumbuh 25,3 persen dari sebelumnya Rp262,3 triliun. Sedangkan, investasi langsung asing Rp392,7 triliun atau melorot 8 persen dari semula Rp430,5 triliun.

Atas kondisi ini, Jokowi bahkan pernah menumpahkan kekesalannya sampai mengeluarkan kata 'bodoh'. Hal itu diungkapkan Jokowi saat memberikan sambutan di acara Rakornas BKPM pada Maret 2019 kemarin.

Kepala BKPM Thomas Lembong pun mengaku kaget dengan pernyataan Jokowi. Ia sama sekali tak menyangka kata itu bisa keluar dari mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

"Saya lumayan kaget karena kemarin di acara Rakornas BKPM dalam sambutannya Presiden mengeluhkan neraca dagang, kekalahan investasi, sampai keluar dari mulut beliau kata 'bodoh'," ungkap Thomas.


Terbukti, kinerja kedua indikator, perdagangan dan investasi yang minim menyebabkan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu hanya tercatat 5,17 persen. Angka itu berada di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar 5,4 persen.

Kenyataan tersebut membuat calon presiden Prabowo-Sandiaga Uno memiliki celah untuk mengambil hati para calon pemilih. Kubu pendukung presiden nomor urut 02 itu berfokus memetakan sejumlah strategi guna menggeliatkan kembali ekspor dan investasi di Indonesia jika terpilih dalam pemilihan presiden (Pilpres) tahun ini.

Strategi andalannya ialah membuka pasar baru yang selama ini belum terjamah sebagai tujuan ekspor Indonesia.

Anggota Tim Ekonomi, Penelitian, dan Pengembangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Harryadin Mahardika mengatakan pihaknya akan menyiapkan duta perdagangan dan investasi yang bertugas berkeliling ke berbagai negara untuk mencapai kesepakatan terkait ekspor dan investasi.

"Nanti Pak Sandiaga sebagai wakil presiden jika terpilih akan menjadi duta, keliling sendiri dan melakukan kesepakatan secara langsung," tutur Harryadin kepada CNNIndonesia.com, Selasa (9/4).

(CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi).

Nantinya, Kementerian Perdagangan memiliki tugas untuk mengawasi dan memastikan ekspor ke negara baru terlaksana. Begitu juga dengan BKPM dalam hal investasi.

"Mungkin nanti Kementerian Perdagangan akan repot sekali karena banyak perjanjian perdagangan baru," katanya.

Salah satu target tujuan ekspor baru Prabowo-Sandiaga adalah Afrika. Harryadin mengklaim komoditas minyak sawit mentah yang sedang bermasalah di Uni Eropa bisa dialihkan ke Afrika dengan minat cukup besar.

"Jadi harus berani menggarap pasar baru yang selama ini tidak digarap, ini juga soal investasi," tegas Harryadin.

Kritik ke kubu petahana juga seakan menghapus imej Prabowo yang selalu anti dengan intervensi modal asing. Pasalnya, Beberapa kali Prabowo mengkritik pemerintahan Jokowi yang membiarkan asing menanamkan modal di berbagai sektor industri nasional.


Strategi tersebut sebenarnya bukan barang baru. Pasalnya, pemerintah juga telah memiliki lembaga khusus untuk mendorong perdagangan internasional di masing-masing kedutaan besar Republik Indonesia di seluruh negara. Pemerintah juga mendorong ekspor ke negara-negara tujuan alternatif.

Di sisi lain, Prabowo-Sandiaga juga berkomitmen menekan impor. Dalam pidato, Prabowo dengan lantang mengumbar janji untuk menciptakan swasembada pangan, energi, hingga air.

"Kita tidak perlu impor apa-apa lagi," ucap Prabowo saat itu.

Namun, pernyataan itu direvisi oleh tim kemenangannya sendiri. Harryadin memberi klarifikasi bahwa yang dimaksud Prabowo adalah memastikan tak melakukan impor ketika sedang panen.

"Kalau tidak dibutuhkan, tidak impor. Kalau sekarang kan impor terus padahal sedang panen itu kan merugikan petani juga karena harga produksi dalam negeri terpengaruh," tegas Harryadin.

Foto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi

Sebaliknya, impor akan dilakukan ketika benar-benar dibutuhkan karena bahan pangan sedang terbatas. Hal ini agar tak terjadi gejolak di masyarakat.

Di kubu seberang, Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Hendrawan Supratikno mengatakan masyarakat akan didorong menggunakan produk-produk dalam negeri demi menurunkan ketergantungan dengan barang impor. Salah satu program yang akan kembali digalakkan adalah Aku Cinta Indonesia (ACI).

"Program setara ACI bisa dilanjutkan," ujar Hendrawan.

Terkait investasi, program yang diemban Jokowi'Ma'ruf seakan tak berubah karena masih berkutat dengan peningkatan indeks kemudahan berbisnis (Ease of Doing Business/EODB). Untuk itu, pemangkasan proses perizinan melalui sistem Online Single Submission (OSS) terus dilanjutkan.

"Untuk industri yang sarat transfer teknologi dan berlokasi di luar Jawa akan diberi insentif khusus," jelasnya.


Tak ketinggalan, Jokowi-Ma'ruf akan mengutamakan produk olahan untuk diekspor demi meningkatkan nilai ekspor itu sendiri. Nantinya, diharapkan harga jual produk olahan akan lebih tinggi dibandingkan dengan produk mentah.

"Jadi hilirisasi industri secara konsisten dilakukan," imbuh Hendrawan.

Terjebak Laju Ekonomi 5 Persen

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan pemerintah harus menggenjot ekspor bernilai tambah jika tak ingin terjebak sebagai negara dengan pendapatan menengah (middle income trap). Masalahnya, jumlah ekspor yang terus menurun akan membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap di area 5 persen.

"Untuk bisa lepas dari pendapatan menengah maka pertumbuhan ekonomi harus 7 persen rata-rata sampai 2030," papar Fithra.

Selama ini, salah satu penyebab nilai ekspor anjlok ialah sejumlah harga komoditas yang turun. Seperti diketahui mayoritas produk ekspor Indonesia masih seputar komoditas.

Maka itu, jika eksportir berhasil mengolah produk terlebih dahulu di Indonesia, maka keuntungan yang didapat juga jauh lebih tinggi. Pada akhirnya, neraca perdagangan bisa membaik secara perlahan.


Di sisi lain, pemerintah juga harus memperhatikan perkembangan perusahaan swasta yang kesulitan mencari pendanaan untuk ekspansi. Hal itu jelas akan mengganggu proses produksi barang yang berpotensi untuk diekspor.

"Untuk pendanaan kan sekarang pemerintah juga ramai dengan porsi obligasi sampai 85 persen, sisanya baru swasta. Akibatnya swasta terbatas karena pemerintah dominan," jelas Fithra.

Jika terus dibiarkan, maka realisasi neraca perdagangan 2019 tak berbeda dengan tahun lalu. Ini karena pihak swasta kesulitan mendapatkan modal untuk operasional produksi.

Sementara itu, jumlah impor memang tak seharusnya dikurangi. Pasalnya, barang yang diimpor mayoritas untuk memenuhi kebutuhan produksi. Jika jumlahnya turun, kata Fithra, justru mengkhawatirkan.

"Kalau menahan impor artinya menahan kemajuan industri itu sendiri. Jadi memang genjot ekspor jalan satu-satunya (mengobati neraca perdagangan)," ucap Fithra.

[Gambas:Video CNN]

Dari sisi investasi, Ekonom Bank DBS Masyita Crystallin mengklaim perlambatan investasi yang terjadi pada tahun lalu lebih disebabkan sentimen global dan pilpres 2019. Mayoritas investor pun memilih menahan diri dalam mengucurkan dananya untuk berinvestasi.

"Negara yang menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) bukan hanya Indonesia, ada tiga pemilu lainnya makanya investor wait and see (menunggu)," ujar Masyita.

Artinya, tidak ada sentimen atau kebijakan dari dalam negeri yang salah. Dorongan dari pemerintah berupa pemangkasan proses perizinan melalui OSS dinilainya sudah tepat.

"Jadi investasi melemah karena tren global. secara keseluruhan memang turun," jelas dia.

Menurut dia, Indonesia masih lebih beruntung karena secara total nilai investasi masih tumbuh walau hanya satu digit. Setelah pemilu, ia yakin jumlah investasi baik dari dalam negeri dan asing kembali menggeliat. (lav)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER