Jakarta, CNN Indonesia -- Meski tak sepopuler program pangan yang lebih dekat dengan isi perut masyarakat, program di bidang akses
keuangan dan pembiayaan turut menjadi fokus pasangan capres cawapres,
Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan
Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Hal ini tak lepas dari berbagai riset yang membuktikan bahwa akses terhadap layanan keuangan penting untuk mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan.
Kubu pasangan capres cawapres Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin rencananya kembali merilis berbagai kartu sakti sebagai jembatan pemberian akses keuangan secara nontunai, salah satunya adalah Kartu Sembako Murah. Konsep kartu ini sebenarnya hanya pembaruan dari program yang sudah dijalankan Jokowi dalam lima tahun terakhir, yaitu penyaluran bantuan sosial (bansos) secara nontunai, seperti Beras Sejahtera (Rastra).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arif Budimanta mengatakan gagasan akses keuangan nontunai akan terus dilancarkan capres pertahana bila terpilih lagi. Ke depan, menurut dia, tantangan di sistem keuangan memang mengarah ke pembayaran nontunai.
"Digitalisasi harus menjadi
backbone (tulang punggung) bagi akses keuangan ke depan. Makanya, kami terus berusaha agar masyarakat sampai yang terkecil mendapat akses tersebut," ujarnya kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (9/4).
Sementara di bidang pembiayaan, kubu 01 akan memperkuat penyaluran kredit atau modal usaha kepada 'wong cilik' melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga kredit Ultra Mikro (UMi). Bedanya, program tersebut akan lebih dibuat secara digital dengan turut melibatkan perusahaan teknologi di bidang jasa keuangan
(financial technology/fintech).
Hal ini sebenarnya juga sudah dimulai dengan penyaluran UMi melalui beberapa
fintech dan perusahaaan rintisan
(start up), misalnya melalui PT Gojek Indonesia dan PT Fintek Karya Nusantara (Finarya). "Kami afirmasi program-program tersebut agar tidak hanya dilakukan secara konvensional melalui kantor cabang bank di berbagai pelosok daerah, tapi juga melalui start up dan
fintech," katanya.
Selain itu, poin penting pada pengembangan berbagai program akses pembiayaan ke depan, katanya, juga ada pada penentuan sektor penerima akses kredit. Sebelumnya, pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) lebih dominan memberikan akses kredit ke sektor jasa perdagangan.
Ke depan, orientasinya akan diubah ke sektor produktif, seperti pertanian, perikanan, dan lainnya. "Tak ketinggalan, ke pariwisata dan industri pendukung ekspor," imbuhnya.
Sementara dari kubu 02, akses keuangan juga akan fokus dilakukan secara nontunai. Namun bedanya, bila kubu 01 memiliki berbagai jenis kartu dengan kegunaan masing-masing, kubu 02 justru akan menggagas skema satu kartu untuk penunjuk identitas sekaligus akses keuangan.
"Memberlakukan nomor identitas tunggal sebagaimana amanat UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai upaya pemerataan dan keadilan dalam peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat," tulis kubu 02 dalam penyampaian visi-misi Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.
 Ilustrasi Kartu Indonesia Pintar (KIP). (ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto) |
Sedangkan untuk akses pembiayaan, capres dan cawapres oposisi bakal membawa program
One Kecamatan, One Center of Entrepreneurship (OK OCE) yang semula digagas Sandiaga dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta. Selain itu, kubu 02 juga menjanjikan membentuk Bank Tani dan Bank Nelayan.
Sekretaris Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Hanafi Rais mengatakan program-progam itu dipilih lantaran kubu 02 melihat kebutuhan akses pembiayaan cukup besar bagi calon wirausaha di Indonesia. Namun, khusus konsep OK OCE, kubu 02 ingin menekankan bahwa penciptaan kewirausahaan sejatinya tak hanya membutuhkan akses pembiayaan, tapi juga penambahan kemampuan usaha dalam satu paket.
"Program ini juga sudah pernah dibuktikan di DKI Jakarta, sudah mulai terealisasi secara bertahap," katanya.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai masing-masing gagasan dan program yang ditawarkan memiliki kelebihan dan kekurangan. Dari sisi kubu 01, menurutnya, kelebihan program yang ditawarkan setidaknya sudah memiliki rekam jejak data, sehingga memiliki modal untuk bisa diperkuat ke depannya.
"Setidaknya, masyarakat yang tadinya tidak tersentuh sektor keuangan, tidak punya rekening, sekarang punya. Kekurangannya, bukan sekadar akses yang diperlukan, melainkan edukasi. Tanpa ada edukasi, nanti mereka meminjam kredit, tapi tidak bisa kembalikan," ucapnya.
Sementara untuk gagasan OK OCE, menurutnya, program ini memiliki kelebihan 'paket lengkap'. Pasalnya, tak hanya menawarkan akses pembiayaan, namun Prabowo-Sandi berjanji akan memberikan keterampilan berusaha dalam satu program yang sama. Artinya, program ini menawarkan penyelesaian masalah penciptaan kewirausahaan dari hulu ke hilir.
"Tapi tantangannya, kalau program ini dibuat nasional, apakah akan berhasil? Di DKI Jakarta saja masih 50:50, jadi masih harus dievaluasi seperti apa pembuktiannya," ungkapnya.
Sedangkan dari sisi akses keuangan, Fithra mengatakan program yang ditawarkan kubu 02 lagi-lagi lebih menarik, yaitu satu kartu identitas dan akses keuangan. Menurutnya, program satu kartu jauh lebih menarik dari berbagai kartu sakti yang ditawarkan kubu 01 karena bisa lebih mengefisienkan anggaran yang dibutuhkan.
Selain itu, integrasi merupakan tantangan yang harus bisa dijawab pemerintah ke depan agar berbagai akses keuangan dan pembiayaan bisa diberikan secara cepat dan akurat. "
Best practice di Eropa, di negara maju, itu satu kartu.
Multicard itu ongkos. Tapi masalahnya, mampu tidak satu kartu? e-KTP saja dikorupsi, meski idenya bagus," jelasnya.
Ekonom Institute Banking School (IBS) Batara Simatupang menekankan program yang ditawarkan kedua kubu seharusnya bukan sekadar mampu menjawab bagaimana cara memberikan akses keuangan dan pembiayaan kepada masyarakat. Namun, turut menyelesaikan masalah-masalah yang beririsan. Misalnya, soal redistribusi aset dan penguasaan proyek.
[Gambas:Video CNN]Toh, menurutnya, bila akses keuangan dan pembiayaan diberikan, pasar yang bisa dikuasai masyarakat melalui Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) rendah, maka hal tersebut tetap tidak membantu masyarakat. "Saat ini, penguasaan kesempatan proyek dan pasar usaha mayoritas dikuasai oleh BUMN dan swasta besar. Selama akses pasar bagi yang kecil belum adil, mereka tidak kebagian," terangnya.
Di sisi lain, ia kembali menekankan tantangan sektor keuangan dan pembiayaan ke depan adalah gempuran digitalisasi dan teknologi. Maka dari itu, berbagai program yang dibuat seharusnya sudah menyesuaikan tantangan tersebut.
"Walaupun semua akses keuangan pasti bermuara ke bank sebagai tempat sumber dana, namun
fintech dan
start up mulai bermunculan. Ini perlu disesuaikan dengan program ke depan," pungkasnya.
(agi)