Jakarta, CNN Indonesia --
China mengancam bakal melakukan aksi balasan (retaliasi) jika Amerika Serikat (
AS) terus melancarkan serangan tarif terhadap produk impor asal Negeri Tirai Bambu itu. Terlebih, negosiasi untuk mengakhiri
perang dagang antara kedua negara masih dilakukan.
Di awal bulan ini, AS mengancam akan mengenakan tarif terhadap produk impor asal China senilai US$300 miliar mulai 1 September mendatang. Artinya, jika berlaku, AS mengenakan tarif terhadap seluruh produk impor asal China.
Namun, Presiden AS Donald Trump akhirnya menunda rencana tersebut hingga pertengahan Desember untuk beberapa jenis barang seperti telepon seluler, laptop, dan barang konsumsi lainnya. Tujuannya, untuk meredam dampak kenaikan harga barang pada musim liburan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Meski AS menunda pengenaan tarif pada beberapa barang-barang China... jika AS mempersulit penolakan China dan mengenakan tarif baru, China akan terdorong untuk menerapkan aksi retaliasi," ujar Menteri Perdagangan China Gao Feng seperti dikutip dari
Reuters, Kamis (22/8).
Feng berharap AS menghentikan segera serangan tarifnya. Menurut Feng, pengenaan tarif baru akan menyebabkan eskalasi perang dagang antara dua negara dengan perekonomian terbesar dunia itu.
Hingga kini, sambung ia, perwakilan dagang kedua negara terus berkomunikasi. Hal itu menjadi respons Feng saat ditanyakan soal kemungkinan Wakil Perdana Menteri China Li He terbang ke Washington untuk melanjutkan putaran berikutnya dari negosiasi kedua negara.
Lebih lanjut, saat ditanya apakah AS telah mengangkat isu Hong Kong dengan China saat negosiasi dagang, Feng mengingatkan pernyataan Trump sebelumnya yang menyatakan Hong Kong merupakan bagian China. Karenanya, intervensi AS tidak diperlukan. "Saya berharap AS memegang kata-katanya," tuturnya.
Akhir pekan lalu, Trump memperingatkan jika China menanggapi aksi demonstrasi di Hong Kong dengan kekerasan layaknya tragedi Tiananmen pada 1989, kesepakatan untuk mengakhiri perang dagang dengan AS akan sulit dicapai.
[Gambas:Video CNN] (reuters/sfr)