Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden
Joko Widodo (Jokowi) meminta para menteri Kabinet Kerja untuk menerbitkan kebijakan konkret yang mampu meningkatkan daya saing
produk mebel, kayu, dan rotan, sehingga kinerja ekspor moncer.
Permintaan ini sejalan dengan 'bisikan' Bank Dunia kepada Kepala Negara mengenai potensi industri tersebut di tengah kemelut perang dagang Amerika Serikat dan China.
Hal ini diungkapkan Jokowi saat melangsungkan pertemuan dengan perwakilan pelaku usaha mebel, kayu, dan rotan dari berbagai asosiasi di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta pada Selasa (10/9). Turut hadir jajaran menteri bidang ekonomi menemani Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mendapat informasi yang sangat detail dari World Bank bahwa sekarang ini, mebel, produk kayu, dan rotan itu adalah kesempatan besar untuk masuk ke pasar (global), terutama yang berkaitan dengan perang dagang," ujar Jokowi membuka pertemuan itu.
Produk mebel, kayu, dan rotan asal Indonesia berpotensi masuk ke pasar internasional, terutama negara-negara yang sebelumnya mendapat pasokan produk dari China. Selama ini, produk mebel China menyebar di Amerika Serikat (AS), namun sejak perang dagang, China sulit mengirimkan produk tersebut ke Negeri Paman Sam.
"Berangkat dari informasi yang saya terima dan saya kira kesempatan itu sangat besar sekali," imbuhnya.
Untuk itu, mantan gubernur DKI Jakarta itu ingin para menteri bisa segera meracik kebijakan yang mampu mendorong daya saing dan kinerja ekspor industri ini. Dengan begitu, para pelaku usaha bisa benar-benar meningkatkan produktivitas dan penetrasi di pasar internasional dengan produk yang lebih unggul daripada yang ditawarkan oleh negara lain.
Tak ketinggalan, ia juga ingin para pelaku usaha di sektor industri ini memberikan masukan-masukan kepada pemerintah mengenai fasilitas hingga insentif apa yang sekiranya dibutuhkan.
"Makanya sore ini saya ingin lebih mengkonkretkan lagi kebutuhan-kebutuhan yang ada, terutama dalam rangka peningkatan ekspor mebel, produk kayu, dan rota dari negara kita," pungkasnya.
Sebelumnya, Bank Dunia juga pernah memberi melaporkan ada 33 perusahaan yang keluar dari China dalam dua bulan terakhir. Dari 33 perusahaan itu, sebanyak 23 perusahaan memilih pindah ke Vietnam dan mendirikan bisnis di sana.
Sisanya, 10 perusahaan pindah ke Malaysia, Kamboja, dan Thailand. "Tidak ada yang ke Indonesia, tolong ini digarisbawahi. Hati-hati, berarti kita punya persoalan yang harus kita selesaikan," tuturnya.
Menurutnya, perusahaan yang keluar dari China tidak memilih Indonesia karena perizinan yang rumit. Padahal, negara-negara tetangga hanya menawarkan waktu dua bulan untuk mengurus perpindahan izin.
Begitu pula dengan 73 perusahaan yang keluar dari Jepang. Ia mengatakan sebanyak 43 perusahaan lari ke Vietnam, 11 perusahaan ke Thailand dan Filipina, sisanya hanya 10 perusahaan yang ke Indonesia.
[Gambas:Video CNN] (uli/lav)