TOP TALKS

Eko Putro, dari Loper Koran di Amerika Jadi Menteri Desa

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Jumat, 04 Okt 2019 08:49 WIB
Eko Putro Sandjojo sebelum menjadi Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi pernah jadi loper koran di Amerika. Ia juga sering pindah sekolah karena dicap bandel.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo. (CNN Indonesia/Safir Makki)
O iya, di sela kesibukan karir baik di perusahaan maupun saat menjadi menteri, kan waktu Anda kerap tersita, bagaimana dengan keluarga?

Saya dari kecil sudah biasa kerja sampai malam. Keluarga saya sudah terbiasa dengan itu. Saya sudah ada pembagian tugas dengan istri saya. Dia melaksanakan tugas, seperti mengajarkan anak, urusan keluarga, itu praktis di-take care (diurus) oleh istri saya semua. It's a good time. Jadi saya urus kerjaan saja, istri saya urus yang di luar pekerjaan saya, termasuk ketika ada mobil tabrakan, yang urus istri saya.

Kebetulan, anak-anak saya sudah besar-besar sekarang. Yang pertama, sudah lulus, dia bekerja di Mandiri Sekuritas. Anak kedua masih kuliah di Australia, sebentar lagi lulus. Tinggal yang ketiga, masih kelas 3 SMP. Mereka tidak keberatan dengan pekerjaan saya, karena istri saya bisa mengisi role itu. Kami tetap bisa bertemu untuk makan bersama, travelling (melakukan perjalanan). Kalau waktunya tidak panjang, kami dinner (makan malam) atau menonton film.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biasanya berpergian bersama istri dan anak ke mana?

Anak saya sudah besar. Biasanya mereka yang informasikan, sudah bisa tentukan, mereka yang booking hotel, atau biar murah sewa apartemen, sewa mobil, beli tiket pesawatnya. Mereka yang urus semua. Tapi kalau travelling biasanya kami hunting kuliner juga. Lalu anak saya suka yang ada roller coaster-nya. Kami suka coba kuliner dan ingin dapat pengalamannya, jadi hampir semua macam kami pernah coba. Tapi saya lebih suka makanan sehat, yang tidak begitu banyak lemak dan tidak digoreng.

Kalau soal menonton, kadang Netflix. Tapi nonton di bioskop itu selalu beda ya suasananya. Kami suka menonton genre apa saja, yang penting ada cerita yang kuat. Misalnya, kalau film Indonesia saya suka Habibie Ainun. Film luar, saya suka Godfather, Star Wars, James Bond, Mission Impossible. Saya juga suka musik, seperti Rolling Stone, Gun n Roses, dan Metalica.

Selain itu, apakah Anda memiliki hobi lain?

Saya suka olahraga sepeda. Awalnya sepeda gunung, tapi sejalan dengan umur, saya jadi pindah ke road bike. Biasanya setiap minggu, saya ada rumah di BSD, kami keliling, bisa 50 kilometer berkeliling. Setiap tahun saya ikut road trip, misalnya di Pulau Bangka Belitung, Lombok, Bali, Jakarta-Bandung, Padang, biasanya kita ke Perth, Melbourne, Tokyo juga bersama komunitas dari semua kalangan. Tapi sejak jadi menteri tapi tidak pernah lagi sepedaan. Ada 17 sepeda saya menganggur saja di rumah.

Selain sepeda, saya suka motor. Kantor saya di Kalibata (Kementerian Desa dan PDTT) macet, jadi patwal saya suka kasih tahu. Kalau macet, saya naik motor dari rumah ke kantor. Pengawal saya juga pakai motor, setiap minggu pasti ada sekali. Begitu juga dengan mobil.

Dulu saya hobi 'ngebut', tapi sejak jadi menteri tidak pernah lagi. Mobil koleksi saya kebanyakan tua, rata-rata sudah 16 tahunan.

Anda terlihat cukup mesra dengan istri Anda, boleh diceritakan sedikit bagaimana Anda bertemu, mengenal, hingga akhirnya membina rumah tangga bersama istri Anda?

Saya kenal istri saya di Amerika. Dia orang Medan (Sumatera Utara), kami satu universitas tapi beda jurusan. Dia jurusan sipil, saya engineering. Saat di Amerika, saya sering ketemu dengan dia, jadi lama-lama suka. Orang Indonesia di sana tidak banyak, jadi kalau ada orang Indonesia ya biasanya saling kenal.

Yang saya suka dari dia adalah baik. Dia sering menemani saya antar koran. Makanya saya tidak berani dengan istri saya karena dia menemani saya dari masih jadi tukang koran. Dulu setelah antar koran, kami menikmati winter berdua, minum susu coklat bareng, belajar di library (perpustakaan) bareng, traveling bareng.

Sampai saat ini masih suka 'pacaran' dengan istri? Apa momen berkesan lain antara Anda dan istri?

Tidak, istri saya jarang bisa pergi tanpa anak-anak. Kalau satu tidak pergi, dia tidak mau. Ya keibuan mungkin ya. Jadi saya lebih sering family time bersama dia.

Misalnya ketika izin beli sepeda, itu saya rayu dulu. Saya beliin tas dulu, misalnya beli sepeda, kan sudah banyak ya di rumah, jadi tidak ada reason (alasan) lagi untuk beli. Tapi kan hasrat mau beli, padahal satu sepeda bisa Rp200 juta. Kalau sedang tidak ada reason, saya beli (sepeda), terus saya taruh di toko. Nanti ketika ada momen, belikan dia tas, saya beliin. Baru setelah itu bawa pulang sepedanya.

Kalau kepada anak, bagaimana Anda menempatkan diri Anda di hadapan mereka?

Dulu orang tua saya terlalu strong (keras), cara mendidik (anak) lebih old fashion (konvensional), dengan komunikasi yang one sided (satu sisi). Saya belajar dari pengalaman orang tua saya ini untuk anak-anak saya. Dulu komunikasi saya dengan orang tua kurang lancar, padahal kita (sebagai anak) tentu ingin didengar. Jadi saya lebih rebel dulu. Makanya takut kena karma, saya berusaha tidak komunikasi one sided kepada anak saya.

Tapi bapak saya sejak kecil mengajarkan agar semua catch up, saling bina hubungan baik, tidak hanya satu minta, satu memberi. Jadi kami setiap minggu selalu kumpul. Kadang di rumah saya, kadang di rumah adik saya, itu value dari bapak saya. Hampir setiap minggu walau saya sering absen, kami bawa makan masing-masing, biasanya potluck begitu.


Whastapp Group Menteri

Apakah Anda punya rekan menteri paling dekat di Kabinet Kerja? 

Semua friends karena masalah desa ini keberhasilannya tergantung dengan kementerian lain. Tapi saya suka pergi dengan Pak Yasonna Laoly (Menteri Hukum dan HAM), Pak Bambang Brodjonegoro (Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional), Pak Rudiantara (Menteri Komunikasi dan Informatika). Biasanya kami makan, kami janjian di rumah siapa atau di restoran mana. Biasanya kami ajak Dirjen Pajak kalau ada bicara soal pajak, atau kami ajak juga Dirjen Imigrasi misalnya. Kami ajak pengusaha juga kalau ada hal yang ingin kami dengar, kan ini informal, bisa jadi bahan untuk buat kebijakan. Hangout kalau tidak ada topik kan boring juga ya.

Apakah Anda dan rekan-rekan menteri suka berkomunikasi di aplikasi pesan dalam jaringan, seperti memiliki Whatsapp Group?

Ada. Tapi di grup ini tidak ada Pak Jokowi. Hanya menteri-menteri saja, tapi ada staf ahli beliau. Jadi pasti bocor lah. Tidak ada grup dengan Pak Jokowi, kasihan nanti beliau pusing.

Apakah suka berbagi sticker Whatsapp juga? Lalu, apa saja yang menjadi topik obrolan di Whatsapp Group?

Jarang sih (menggunakan sticker), kami jarang bercanda di Whatsapp, benar-benar kerja, kasih masukan yang bebas ngomong. Kalau ada perbedaan, semuanya dibicarakan di sini. Kalau di WA tidak ketemu orang jadi bicaranya lebih bebas, tapi kalau ketemu mungkin agak tidak enak.

Misalnya, saya pernah komplain ke menteri A mengkritisi soal pembangunan desa. Saya bilang kalau mau mengkritisi jangan di luar, jangan di media, ngobrol di sini saja.

Selain Whatsapp Group, apa Anda aktif di media sosial?

Iya. Biasanya ketika berangkat kerja, saya mendengarkan berita atau saya isi sosial media saya, entah Facebook, Twitter, Instagram. Pas lagi di mobil atau di pesawat biasa saya lakukan untuk sosial media saya. Ini untuk isi waktu luang. Karena kalau sudah sampai di kantor atau di mana, itu sudah banyak orang yang masuk, jadi tidak ada waktu untuk manage sosial media saya. Padahal, sosial media juga penting, kita sebagai pekerja publik, publik juga perlu tahu apa yang kita kerjakan agar mendapat dukungan dari mereka.

(agt)

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER