AS Lobi RI Longgarkan Kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional

CNN Indonesia
Senin, 14 Okt 2019 18:32 WIB
Menko Perekonomian Darmin Nasution membenarkan AS melobi pemerintah melonggarkan kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional supaya bisnis Mastercard dan Visa lancar.
Menko Perekonomian Darmin Nasution. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan Amerika Serikat (AS) meminta Indonesia melonggarkan kebijakan Gerbang Pembayaran Nasional (GPN) sebagai salah satu 'barter' atas ketentuan perpanjangan fasilitas preferensi tarif bea masuk impor (Generalized System of Preference/GSP) dari Negeri Paman Sam.

Namun, ia mengatakan Indonesia tidak akan memenuhi permintaan AS sebelum mendapat kepastian AS memperpanjang fasilitas GSP  untuk Indonesia. Hal itu disampaikan dalam proses negosiasi kedua negara dalam kurun waktu setahun terakhir sejak AS mengevaluasi pemberian GSP kepada Indonesia.

Pelonggaran kebijakan GPN bertujuan agar Indonesia tidak membatasi proses switching melalui perusahaan prinsipal asal AS, Visa dan Mastercard atas transaksi kartu kredit di dalam negeri. Pasalnya, Bank Indonesia (BI) sudah menutup ruang bagi Visa dan Mastercard untuk memproses switching transaksi atas kartu debit di Tanah Air.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kebijakan bank sentral nasional itu dikabarkan memberi penurunan bagi bisnis kedua perusahaan switching asal Negeri Paman Sam di dalam negeri. Hal itu kemudian membuat pemerintah AS turut melobi Indonesia untuk memberi pelonggaran kebijakan GPN, sehingga proses transaksi kartu kredit tetap bisa diproses kedua perusahaan dari AS itu.

"Itu (pelonggaran GPN) salah satu yang tadinya mereka minta. Tapi nanti dulu, pokoknya sebelum dia nyatakan resmi sudah dikasih lagi (fasilitas GSP) ya kami belum bisa mengklaim sudah," ujar Darmin di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/10).

Kendati begitu, Darmin belum memberi penjelasan lebih lanjut terkait potensi dan kelanjutan 'barter' permintaan AS itu. Namun, ia menekankan bahwa proses negosiasi GSP masih terus berlangsung.

"GSP biasalah dia (AS) tidak langsung bilang kasih (perpanjangan GSP), tapi ini prosesnya berjalan, tapi tetap kam tidak dihentikan," ungkapnya.

Sebelumnya, BI membantah tengah mempertimbangkan pelonggaran kebijakan GPN kepada Visa dan Mastercard demi memuluskan perpanjangan fasilitas GSP bagi kepentingan nasional. Pernyataan ini mengonfirmasi kabar yang beredar bahwa pejabat perdagangan AS melobi Indonesia untuk memberikan pelonggaran aturan sistem pembayaran bagi jaringan kartu Visa dan Mastercard.

[Gambas:Video CNN]
Jika lobi tersebut berhasil, kedua prinsipal asing tersebut tidak perlu bermitra dengan perusahaan lokal di Indonesia dalam memproses transaksi kartu kredit di dalam negeri. "Jadi berita yang berkembang itu, saya kira tidak seluruhnya tepat. Kami tidak akan merevisi apa yang sudah ada di GPN," kata Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Erwin Haryono.

Ia menuturkan aturan GPN tetap mewajibkan seluruh transaksi pembayaran di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diproses di dalam negeri oleh perusahaan switching atau prinsipal nasional. Konsekuensinya, Visa dan Mastercard bisa melakukan proses transaksi domestik jika bermitra dengan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) domestik.

"Kami menginginkan setiap transaksi yang dilakukan di wilayah Indonesia harus diproses secara domestik karena, kalau tidak, kami tidak punya data. Kalau kami tidak punya data, bagaimana kami bisa melakukan fungsi sebagai regulator," paparnya.

Bahkan, sambung dia, Mastercard sudah bekerja sama dengan perusahaan switching nasional yaitu PT Artajasa Pembayaran Elektronis (Artajasa). Kerja sama kedua belah pihak telah diumumkan pada Kamis (15/8) lalu.

Lebih lanjut, ia mengingatkan tak hanya Indonesia yang memberlakukan ketentuan pemrosesan transaksi pembayaran di dalam negeri, beberapa negara lain juga menerapkan hal serupa.

"Kami tidak anti asing sama sekali. Kami hanya menginginkan semua transaksi yang ada di wilayah NKRI harus diproses di domestik," pungkasnya.

(uli/agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER