Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (
BUMN)
Erick Thohir bakal mengubah konsep
superholding perusahaan pelat merah menjadi
subholding.
Sebelumnya, pembentukan
superholding BUMN merupakan rancangan Kementerian BUMN jangka panjang. Rencana ini masif digaungkan pada era kepemimpinan Rini Soemarno.
Dalam debat capres 2019-2024, Presiden Joko Widodo mengatakan
holding dan
superholding BUMN dilakukan agar perusahaan pelat merah bisa semakin besar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisnis model harus diperbaiki supaya (perusahaan) bisa
compete (bersaing) dan bagus," kata Erick saat Kementerian BUMN rapat dengan Komisi VI DPR di Senayan, Jakarta, Senin (2/12).
Erick mengungkapkan
subholding BUMN akan fokus pada kegiatan unit usaha masing-masing. Sementara,
superholding membawahi berbagai
holding dengan bisnis yang beragam.
Ia mencontohkan BUMN sektor pelabuhan Pelindo, yang saat ini terbagi menjadi Pelindo I, II, III dan IV, dapat dibagi fungsinya menjadi pelabuhan peti kemas, curah, yang tidak berdasarkan sub-regionnya.
"Yang akhirnya tidak terjadi kanibal di antara mereka," ungkapnya.
Erick menyebut perubahan konsep tersebut mendukung rencananya untuk memperbaiki model bisnis beberapa BUMN, yang dinilainya masih belum fokus.
Sebagai contoh, PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (PANN) yang sudah 'sekarat' dari tahun 1994 silam hingga sekarang.
PANN sendiri merupakan perusahaan pembiayaan (
multifinance) yang bergerak di bidang pembiayaan kapal. Perusahaan berdiri sejak 1974 dengan modal dasar Rp 180 miliar.
Menurut Erick, alasan dibalik sekaratnya PANN adalah model bisnis yang tidak fokus. Diketahui, selain kapal, PANN juga memiliki leasing pesawat terbang dan bisnis perhotelan.
"Bagaimana perusahaan leasing bisa hidup kalau tadi sejarahnya ada leasing pesawat terbang, lalu tiba tiba ada bisnis hotel? Semua BUMN ini punya bisnis hotel. Nah, ini kenapa kira harus konsolidasi semua sesuai dengan
core bisnisnya," ungkapnya.
[Gambas:Video CNN]Selain PANN, contoh lain yang diberikan Erick adalah Garuda, yang menurutnya kurang produktif lantara harus mengurusi manajemen penangan pesawat di darat (ground handling) yang seharusnya dapat dilakukan oleh PT Angkasa Pura (AP)
"Kenapa harus ada overlapping yang akhirnya kontraproduktif," tuturnya.
(ara/sfr)