Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri BUMN
Erick Thohir menghentikan rencana pembentukan
super holding BUMN. Ia memilih untuk meniti jalan membuat sub holding perusahaan-perusahaan pelat merah. Bukan tanpa alasan, mengingat masih banyak pekerjaan rumah
BUMN-BUMN untuk berbenah.
Sederet kasus BUMN belakangan, seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero), menjadi cerminan bahwa prinsip tata kelola yang baik (GCG) tak sepenuhnya dijalankan. Ujung-ujungnya, Kementerian BUMN selaku pemegang saham, harus repot mencari solusi.
Managing Director Lembaga Management FEB-UI Toto Pranoto menganggap keputusan Erick mengubah rencana pembentukan super holding menjadi sub holding sebagai sinyal bahwa pemerintah ingin terlebih dahulu membenahi BUMN dari sektor hulu ke hilir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Super holding, ia menilai, merupakan tahapan puncak lanjutan dari sub holding. Artinya, super holding baru bisa dibuat jika sub holding sudah kuat.
"Kalau dianggap kondisi beberapa holding yang sudah ada sekarang belum kuat dan akan berubah strategi pemerintah dengan membuat sub holding, maka prioritas untuk membuat super holding sebagai langkah lanjutan memang belum dibutuhkan," terang Toto.
Jika sub holding saja belum ajek, dapat dipastikan super holding tidak akan berjalan efektif. Karenanya, ia menilai banting setir dari super holding ke sub holding boleh dibilang lebih baik, karena kondisi masing-masing BUMN saat ini masih bobrok.
"Ini urutan prioritas saja, mungkin pak Erick berpikir bahwa kondisi BUMN Indonesia saat ini sebagian besar belum sampai level BUMN di Singapura dan Malaysia. Sehingga kalau langsung loncat ke ide super holding justru tidak efektif," jelasnya.
Diketahui, konsep super holding sendiri sudah dilakukan oleh Singapura dan Malaysia. Di Singapura, super holdingnya dinamakan Temasek, sedangkan di Malaysia disebut Khazanah.
[Gambas:Video CNN]"Di dua negara itu tidak ada yang namanya Kementerian BUMN, tapi fungsinya dilimpahkan ke masing-masing super holding," imbuh Toto.
Artinya, jika konsep super holding di Singapura dan Malaysia dibuat juga di Indonesia, maka Kementerian BUMN akan ditiadakan. Pasalnya, Kementerian BUMN akan dilebur dengan super holding.
"Maksudnya kalau sudah ada super holding ya otomatis organisasi birokrasi Kementerian BUMN ikut melebur di dalam super holding, jadi tidak ada duplikasi fungsi," katanya.
Keuntungan jika dibuat super holding adalah sistem birokrasi di BUMN nantinya bisa lebih longgar. Ini karena super holding akan lebih mementingkan bisnis, di mana pengambilan keputusan kerja sama atau hal-hal yang mendatangkan keuntungan untuk perusahaan bisa diambil dengan cepat.
"Kalau masih di bawah Kementerian BUMN pengelolaanya diwarnai birokrasi, dampaknya pengambilan keputusan ruwet. Kalau super holding, tidak ada lagi birokrasi pemerintah," ungkap Toto.
Hanya saja, ia kembali menegaskan super holding tidak bisa dibuat jika kondisi BUMN masih buruk seperti sekarang. Makanya, Toto menganggap keputusan Erick membuat sub holding sebagai langkah yang tepat. "Ini untuk memperbaiki hulu sampai hilirnya dulu," ujarnya.
Dengan begitu, pengawasan terhadap BUMN akan lebih maksimal dengan sub holding. Nantinya, pemerintah bisa fokus mengawasi di masing-masing sub holding, tidak satu-satu seperti sekarang.
"Kementerian BUMN tidak perlu lagi memonitor 140 BUMN, tapi cukup di level sub holding," jelasnya.
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy mengkritisi bahwa pembentukan sub holding akan menyulitkan pemerintah membuat prediksi kinerja dari sub holding itu sendiri. Hal ini karena sub holding akan berisi perusahaan lintas sektor.
"Jadi, risikonya lebih kepada prediksi kinerja keuangan, karena perusahaannya bervariasi," tutur Yusuf.
Tetapi, sisi positifnya, pemerintah bisa fokus mengembangkan BUMN dari sektor hulu hingga hilir dengan pembentukan sub holding ini. Pasalnya, perusahaan satu dengan perusahaan lain yang saling berkaitan akan digabung menjadi satu kelompok.
Sementara, tugas super holding yang mengawasi BUMN, seperti Temasek dan Khazanah, masih bisa dilakukan oleh Kementerian BUMN. Jadi, pembentukan super holding tak mendesak seperti halnya di Singapura dan Malaysia, yang tak memiliki Kementerian BUMN.
"Jadi super holdingnya ya Kementerian BUMN. Konsep sama saja sebenarnya dengan super holding. Bedanya kalau di Singapura dan Malaysia yang memiliki super holding kan tidak ada Kementerian BUMN," pungkas Yusuf.
Sebelumnya, Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menjelaskan konsep sub holding berbeda dengan holding yang sudah ada sekarang. Holding berisi BUMN yang bergerak di sektor usaha yang sama, seperti tambang dan migas.
Sementara, sub holding bisa saja berisi BUMN yang bidang usahanya berbeda satu sama lain. Namun, masing-masing perusahaan tetap berkaitan dari hulu sampai hilir.
"Misalnya, seperti sub holding asuransi yang akan dibuat, induknya kan PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) atawa BPUI itu kan bukan perusahaan asuransi tapi akan menaungi perusahaan asuransi," tutur dia.
BPUI adalah perusahaan yang bergerak di sektor investasi. BPUI memiliki empat anak usaha, antara lain Bahana Sekuritas, Bahana Artha Ventura, Bahana TCW Investment Management, dan Graja Niaga Tata Utama.
Sementara, perusahaan yang akan menjadi anggota sub holding asuransi, antara lain PT Asuransi Kredit Indonesia atau Askrindo (Persero), PT Jasa Raharja (Persero), dan PT Asuransi Jasa Indonesia atau Jasindo (Persero).
"Ini karena bisnisnya saling berkaitan. Bisnis investasi berpengaruh di asuransi jadi induk sub holdingnya yang diambil adalah yang kuat di investasi," terang Arya.
Kemudian, super holding sendiri bisa diartikan sebagai penggabungan dari sub holding atau holding yang ada. Jadi, induk dari semua sub holding atau holding.
Super holding bertugas mengawasi seluruh sub holding atau holding yang terbentuk. Jadi, pengawasan terpusat di super holding, bukan lagi di Kementerian BUMN.
Namun, pemerintah memilih hanya sampai pada pembentukan sub holding saja. Artinya, pengawasan sepenuhnya masih di Kementerian BUMN.
Konsep super holding sejatinya menjadi janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kampanye pemilihan presiden (pilpres) 2019 lalu. Saat itu, Jokowi mengatakan super holding perlu dibuat demi mengembangkan perusahaan pelat merah.
Rencana pembentukan super holding juga pernah dikemukakan pada masa kepemimpinan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada Kabinet Pembangunan VII, Tanri Abeng. Sementara, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1998 sempat digagas tentang konsep BUMN incorporated dan super holding BUMN.
(aud/bir)