Jakarta, CNN Indonesia -- Masyarakat Indonesia dilanda kepanikan setelah Presiden Joko Widodo (
Jokowi) mengumumkan dua warga Depok positif terinfeksi
virus corona (Covid-19). Sejak pengumuman tersebut, masyarakat banyak menyerbu toko
ritel dan apotek.
Di apotek, mereka panik dan membeli barang-barang kebutuhan kesehatan khususnya obat-obatan, antiseptik, dan masker dalam jumlah banyak. Di toko ritel, mereka memborong barang kebutuhan pokok atau sembako, seperti makanan instan, minuman kemasan, hingga popok bayi, secara berlebihan dalam sehari.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menyebut terjadi lonjakan pengunjung toko ritel sekitar 10 persen sampai dengan 15 persen setelah Jokowi mengeluarkan pengumuman tersebut. Konsekuensinya, apotek dan toko ritel di sejumlah wilayah pun kehabisan stok barang-barang tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apotek modern Watson di pusat perbelanjaan Pacific Place, salah satunya. Salah satu pegawai toko mengaku masker dan
hand sanitizer sudah habis sejak Minggu (1/3) atau sehari sebelum Jokowi mengumumkan kasus baru virus corona.
Selain Jakarta, sejumlah apotek di sepanjang Jalan Godean Yogyakarta juga sudah kehabisan stok masker. Pegawai di salah satu apotek mengaku, tak menjual masker sejak sebulan terakhir karena tidak ada stok yang dipasok dari distributor.
Padahal, masyarakat hampir setiap hari ingin membeli masker di apotek itu. Tak hanya toko fisik, beberapa toko
online juga mengalami hal yang sama. Penjual online shop bahkan mematok harga berlipat-lipat lebih mahal.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menilai respons masyarakat melakukan
panic buying ini merupakan hal yang lumrah. Pasalnya, masyarakat terserang dampak psikologis besar dari masuknya corona di Indonesia.
Menurutnya, fenomena tersebut terjadi karena rakyat merasa kaget atas pengumuman masuknya virus corona ke Indonesia. Pengumuman tersebut cukup bertentangan dengan kepercayaan diri pemerintah bahwa virus corona belum masuk ke Indonesia.
"Pemerintah sendiri informasinya simpang siur. Tadinya optimis bilang
zero corona karena iklim, atau apa, tetapi tiba-tiba ada yang sudah terjangkit," kata Enny.
Dampak dari kejadian tersebut kata Enny, telah memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap kesiapan pemerintah dalam mengatasi penyebaran virus corona.
Ketidakpercayaan tersebut salah satunya ditujukan pada pengamanan pendeteksian virus di bandara. Kasus infeksi virus corona yang menimpa dua WNI kemarin membuat rakyat meragukan keakuratan teknologi yang dimiliki pemerintah untuk mendeteksi virus corona.
"Pertanyaannya, saat orang ini keluar masuk ke Indonesia, di imigrasi Indonesia kan enggak terdeteksi? Ini menimbulkan was-was masyarakat. Berarti yang dinyatakan aman keluar dan masuk itu belum tentu aman juga," jelasnya.
Ketidakpercayaan itulah yang kemudian memicu kepanikan.
Panic buying, tambah Enny, juga memiliki dampak tersendiri bagi perekonomian, terutama bila dibiarkan terus berlarut-larut.
Pasalnya,
panic buying akan membuat peningkatan permintaan secara tajam. Kenaikan permintaan tersebut berpotensi memicu kelangkaan barang yang bisa berakhir pada kenaikan harga.
Dampak lain, munculnya oknum yang sengaja memanfaatkan momentum atas kenaikan permintaan untuk mengerek harga lebih tinggi dengan menyimpan stok barang. Hal tersebut dikhawatirkan dapat merusak harga barang di pasar, dan menimbulkan goncangan terhadap pembelian barang.
"Ketika terjadi
shortage (kekurangan) terhadap pasokan, ini menjadi bermasalah. Bisa jadi juga, ini dimanfaatkan pemburu keuntungan, jadi tidak mengeluarkan stok untuk menaikkan harga. Apalagi bisa diperparah beberapa barang banyak diimpor dari China," jelasnya.
[Gambas:Video CNN]
Bangun Kepercayaan PublikSegendang sepenarian, Kepala Ekonom CSIS Yose Rizal Damuri menyebut
panic buying dipicu dari dampak besar psikologis yang dialami masyarakat atas infeksi virus corona yang terjadi pada WNI.
Kasus infeksi tersebut membuktikan ke masyarakat bahwa pengawasan di pintu masuk negara lemah.
"Orang jadi takut. Jangan-jangan sebenarnya sudah banyak kasus tapi belum diketahui publik saja," ungkapnya.
Namun, Yose menyebut dampak dari
panic buying sendiri tidak harus dikhawatirkan pemerintah secara berlebihan. Walaupun terdapat potensi besar terjadinya lonjakan harga akibat peningkatan permintaan barang, ia menyebut peningkatan harga tersebut tidak akan berlangsung lama apabila pemerintah dapat menyelesaikan penanganan masalah virus yang ada secara cepat dan efektif.
Yose menyebut permasalahan utama yang mesti segera diselesaikan pemerintah adalah membangun kembali kepercayaan masyarakat. Itu bisa dilakukan dengan memastikan kualitas fasilitas kesehatan Indonesia dan keamanan di perbatasan yang menjadi sumber pintu masuk corona.
Ia menilai membangun kepercayaan tersebut sebenarnya mudah. Pasalnya, infeksi virus corona di Indonesia baru menginfeksi dua warga dan belum menyebar. Dengan fasilitas yang baik dan penanganan yang tepat, Yose meyakini pemerintah dapat menekan penyebaran virus dan membangun kembali kepercayaan masyarakat.
Yang dibutuhkan untuk membangun kepercayaan itu adalah, memberikan informasi jelas kepada publik terkait virus corona. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan kualitas rumah sakit di dalam negeri memadai untuk menanggulangi korban virus corona.
Pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali sistem deteksi atau pengawasan kesehatan di bandara atau transportasi publik lainnya.
"Yang penting itu buat pemerintah itu mempersiapkan fasilitas kesehatan supaya bisa menanggulangi atau menangani dengan lebih baik. Sebenarnya kalau informasinya jelas, langkah-langkah pemerintah juga dipercaya publik, maka tidak akan mungkin memicu kepanikan masyarakat lebih lanjut," pungkasnya.
(agt)