Corona Mewabah, Investor Bisa Lirik Saham Farmasi

CNN Indonesia
Rabu, 15 Apr 2020 17:05 WIB
Ilustrasi obat-obatan
Analis menilai saham farmasi bisa menjadi pilihan investor di tengah wabah virus corona. Ilustrasi. (Pixabay/stevepb).
Jakarta, CNN Indonesia -- Wabah virus corona telah menghantam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama beberapa waktu terakhir. Pelemahan harga saham terjadi hampir di semua sektor, kecuali sektor farmasi.

Praktisi pasar saham Ellen May menilai kondisi itu tak mengherankan mengingat tingginya permintaan obat dan kebutuhan alat kesehatan di tengah meledaknya angka korban covid-19.

"Permintaan akan kebutuhan produk kesehatan masih tergolong tinggi, karena saat ini kesehatan menjadi prioritas utama bagi setiap orang," seperti dikutip dari riset Ellen May Institute pada Rabu (15/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ellen mencatat saat ini, tiga emiten tengah diuntungkan dari bencana kesehatan itu, yakni PT Indofarma (Persero) Tbk atau INAF, PT Kalbe Farma (Persero) Tbk (KLBF), dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF).

Berdasarkan data BEI, pada pukul 10.30 Rabu (15/4), saham INAF bertengger di posisi Rp1.175 per saham atau menguat dua kali lipat selama sebulan terakhir. Kenaikan dua kali lipat juga terjadi pada saham KAEF yaitu dari Rp675 per saham menjadi Rp1.356 per saham. Sementara, saham KLBF tercatat menguat 21,5 persen menjadi Rp1.215 per saham.

Namun demikian, berdasarkan laporan keuangan tahun lalu, pendapatan per saham (EPS) INAF dan KAEF negatif. Artinya, kedua perusahaan pelat merah tersebut sebenarnya tak memiliki fundamental yang cukup baik. Tercatat, INAF mencatatkan EPS sebesar minus 14,99 sementara KAEF berada di posisi minus 2,27.

Tahun lalu, KAEF menderita kerugian sebesar Rp12,7 miliar, berbanding terbalik dengan keadaan tahun sebelumnya yang berhasil meraup untung sebesar Rp491,56 miliar. Meski perusahaan mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 11,12 persen dari Rp8,45 triliun pada 2018 menjadi Rp9,4 triliun pada 2019, perusahaan dibebani oleh beban penjualan dan beban usaha.

Dari selisih kurs mata uang asing dan rupiah, KAEF mencatatkan rugi sebesar Rp5,05 miliar. Utang perusahaan pun naik dari Rp7,18 triliun menjadi Rp10,93 triliun pada 2019 dengan perbandingan yoy.

Untuk nilai aset lancar, KAEF mencatatkan kenaikan dari Rp11,32 triliun pada 2018 menjadi Rp18,35 triliun pada 2019. Ini terdiri dari aset lancar sebesar Rp7,35 triliun dan aset tak lancar sebesar Rp11 triliun.

Nasib serupa terjadi pada INAF yang mencatatkan kerugian bersih sebesar Rp38,84 miliar pada kuartal III 2019. Kerugian didulang dari penurunan penjualan sebesar Rp21,06 persen atau setara dengan Rp583 miliar. Jumlah aset perseroan tercatat menurun sebesar 8,08 persen pada kuartal III 2019 atau sebesar Rp1,32 triliun.

Melihat kinerja kedua saham pelat merah tersebut, Ellen tak menyarankan investor melakukan belanja saham kedua perusahaan tersebut. "Dilihat dari rasio PBV (rasio harga per buku), KAEF mempunyai PBV terendah dibanding KLBF dan INAF," ungkapnya.

Namun kinerja cukup baik ditorehkan oleh KLBF, secara konsisten EPS perseroan positif selama tiga tahun berturut-turut. Pada 2017 KLBF mencatatkan EPS sebesar 51,25, untuk 2018 EPS naik menjadi 52,39, dan pada 2019 EPS kembali membaik menjadi 53,45.

Portofolio emiten pun hijau, tengok saja pertumbuhan pendapatan perseroan yang naik sebesar 2,02 persen pada 2019 yoy atau setara dengan Rp2,5 triliun. Pertumbuhan laba juga sejalan dengan kinerja operasional inti yang naik pada 2019 sebesar 7,4 persen dari Rp11,22 triliun pada 2018 menjadi Rp12,39 pada 2019.

Pendapatan perseroan juga naik 4,2 persen menjadi Rp10,24 triliun pada 2019 meski KLBF mencatatkan rugi selisih kurs sebesar Rp13,63 miliar.

Aset perusahaan pada 2019 naik 11,67 persen dari posisinya tahun sebelumnya Rp20,26 triliun. Liabilitas juga mengalami kenaikan aik menjadi Rp3,51 triliun dari 2018 yaitu Rp2,85 triliun.

"Saham KLBF yang berfundamental bagus, lebih cocok untuk investasi, terlebih KLBF juga memberikan deviden Rp26 per saham bagi investor pada tahun 2019," saran Ellen.

[Gambas:Video CNN]

Sepaham, pendiri LBP Institute Lucky Bayu Purnomo juga menyebut saham industri farmasi kian bersinar saat pandemik covid-19 menyerang. Lucky menyarankan pelaku pasar untuk memantau KAEF yang berhasil menguat ke level Rp1.370 per saham pada perdagangan kemarin (14/4). Harga target yang dipasangnya ialah Rp1.475 per saham.

Dilihat dari performanya, perseroan memang tengah gagah dengan kenaikan sebesar 77,92 persen dalam sebulan terakhir. Kinerja KAEF dalam 3 bulan terakhir pun konsisten menghijau di kisaran 22,32 persen. Sehingga, Lucky memutuskan KAEF pantas dibanderol seharga Rp1.475 per saham untuk perdagangan minggu ini.

"Untuk jangka menengah KAEF cenderung menguat dengan target Rp1.510," kata dia.

(wel/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER