Jakarta, CNN Indonesia -- Program
kartu prakerja pemerintah terus menuai kritik. Ekonom Indef Tauhid Ahmad turut memperingatkan pemerintah tentang potensi segudang masalah hukum dalam program racikan Presiden Jokowi terhadap
pengangguran dan korban
PHK tersebut.
Maklum, anggaran yang dialokasikan untuk 5,6 juta peserta program kartu prakerja itu tidak sedikit. Yaitu, Rp20 triliun.
"223 lembaga pelatihan ini bagaimana standar penilaiannya? Ini harus ada standarnya. Saya pikir, teman-teman ini harusnya menghadapi pemeriksaan Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) di kemudian hari," ujarnya lewat video conference, Rabu (29/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alasannya, kata Tauhid, agar penggunaan anggaran bisa lebih transparan dan tepat sasaran kepada masyarakat yang membutuhkan.
Masalah lain, sambung dia, peleburan mekanisme bantuan sosial (bansos) dengan program peningkatan keterampilan kerja. Menurut dia, penyaluran bansos kepada masyarakat yang terdampak PHK dan pengangguran tidak bisa dicampur-adukkan dengan program pelatihan.
Kelak pemerintah harus mampu mempertanggungjawabkan akuntabilitas program kartu prakerja, yang melibatkan pihak ketiga.
"Ini ada isu ranah barang dan jasa karena pengadaan APBN yang mengalir ke pihak ketiga yang jumlahnya triliunan. Apa dasarnya pemerintah dalam hal ini Kemenko tidak mengadakan non barang dan jasa?" jelasnya.
Pengadaan di delapan platform e-commerce yang tak melalui proses lelang pun menjadi sorotannya. Tauhid mengungkap dipilihnya ke delapan platform tersebut tanpa standar penilaian yang jelas menimbulkan kecurigaan, konflik kepentingan, dan potensi korupsi.
Tak hanya itu, standar pemilihan secara acak juga dipertanyakannya. Ia ragu pemerintah dapat memverifikasi korban PHK, pencari kerja, dan pengangguran di lautan pendaftar yang ada.
Hingga Selasa (28/4) malam, sebanyak 8,6 juta orang telah mendaftarkan diri ke program Kartu Prakerja.
Oleh karena itu, ia meminta pemerintah untuk mengevaluasi program kartu prakerja yang telah masuk ke gelombang III itu.
"Harus dievaluasi, pelatihan sebaiknya ditunda. Publik juga memahami dan program tidak bisa dijalankan tahun ini. Jangan sampai malah menurunkan kredibilitas pemerintah," imbuhnya.
[Gambas:Video CNN]Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari menampik ada praktek pengadaan barang dan jasa. Sebab, dana yang dikucurkan langsung diberikan kepada penerima pelatihan.
Ia mengatakan dana sebesar Rp3,5 juta dikucurkan ke akun masing-masing peserta dan dibelanjakan untuk keperluan pelatihan di 233 lembaga pelatihan yang telah dipilih pemerintah.
"Uang APBN perginya ke penerima manfaat seperti KJP, BPNT, atau PKH di mana tidak perlu ada pengadaan barang dan jasa di e-warung karena masyarakat bebas beli barang yang mereka inginkan," jawabnya.
(wel/bir)