BI 'Pede' Rupiah Berotot ke Bawah Rp15 Ribu Hari Ini

CNN Indonesia
Rabu, 06 Mei 2020 14:46 WIB
Karyawan menghitung uang rupiah dan dolar AS di Bank Mandiri Syariah, Jakarta, Senin (20/4/2020). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada penutupan perdagangan Senin (20/4) sebesar 52 poin atau 0,34 persen ke level Rp15.412 per dolar AS. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
BI menyebut penguatan mata uang rupiah ditopang berita positif pelonggaran penguncian wilayah (lockdown) di sejumlah negara AS dan Eropa. Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi).
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) memprediksi nilai tukar rupiah menguat ke bawah Rp15 ribu per dolar AS pada perdagangan hari ini, Rabu (6/5). Hingga pukul 13.00 WIB, rupiah bertengger di posisi Rp15.085 per dolar AS.

Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan penguatan mata uang Garuda ditopang berita positif dari global. Salah satunya, pelonggaran penguncian wilayah (lockdown) di sejumlah negara bagian AS, sehingga ekonomi AS dapat bergerak kembali.

Selain itu, bank sentral AS, The Fed, memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan membaik pada semester II 2020. Meskipun, pada kuartal I 2020 pertumbuhan ekonomi AS melambat hanya 0,3 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini insyaallah banyak berita positif sehingga nilai tukar rupiah di bawah Rp15 ribu per dolar AS," ujarnya melalui video conference, Rabu (6/5).

Namun demikian, ia menyebut masih terdapat sentimen negatif global yang membayangi pasar keuangan. Antara lain tensi AS-China yang kembali memanas akibat pandemi.

Perry menuturkan sentimen-sentimen tersebut merupakan faktor teknikal yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek.

"Dalam jangka pendek memang rupiah akan naik turun dipengaruhi faktor teknikal news yang terjadi dalam jangka pendek," katanya.

Namun, secara fundamental, ia menilai pergerakan nilai tukar rupiah stabil dan cenderung menguat. Secara fundamental, nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh inflasi, defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit), dan perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri.

Dari sisi inflasi, ia menuturkan angkanya cenderung rendah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi April sebesar 0,08 persen secara bulanan (mtm) dan 2,67 persen secara tahunan (yoy).

Tingkat inflasi itu lebih rendah dari prediksi bank sentral, yaitu 0,18 secara bulanan dan 2,98 secara tahunan. Sementara itu, secara tahunan bank sentral memprediksi inflasi berada di angka 3 persen plus minus 1 persen.

Ia menuturkan rendahnya tingkat inflasi karena dampak pembatasan sosial, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun Work From Home (WFH). Pembatasan sosial tersebut mempengaruhi mobilitas dan aktivitas sehingga menekan permintaan barang dan jasa.

"Itu yang mendasari inflasi ramadan ini akan lebih rendah dari rata-rata historis. Kalau historis itu 0,6 persen-0,9 ini akan jauh lebih rendah karena tadi faktor PSBB pembatasan mobilitas manusia," imbuh Perry.

Sementara itu, defisit transaksi berjalan diyakini akan berada di bawah 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I 2020. Lebih rendah dibandingkan prediksi bank sentral yaitu 2,5 persen-3 persen dari PDB. Sedangkan secara tahunan, defisit transaksi berjalan di bawah 2 persen dari PDB.

Lalu, perbedaan suku bunga di dalam dan luar negeri cukup tinggi. BI mencatat imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun Indonesia sekitar 8 persen. Sedangkan, yield surat utang AS 10 tahun sebesar 0,4 persen, sehingga terdapat perbedaan lebih dari 7,5 persen.

Menurut Perry, imbal hasil surat utang Indonesia masih menarik bagi investor asing, sehingga bisa mendatangkan aliran modal masuk (capital inflow) dan mendorong penguatan rupiah.

"Tapi bagi kita, lebih baik kita melihat faktor fundamental, itu yang akan tentukan arah ke depan supaya kita bisa lebih pahami perkembangan itu," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]

(ulf/bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER