Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian Keuangan menyebut BPJS Kesehatan tercatat memiliki
utang jatuh tempo Rp4,4 triliun kepada mitra
rumah sakit di Indonesia. Utang itu jatuh tempo pada 13 Mei 2020.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan Kunta Dasa mengatakan besaran utang jatuh tempo itu dipengaruhi oleh putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai pembatalan kenaikan iuran sebesar 100 persen yang diberlakukan pemerintah per Januari 2020.
Kunta menyebut keputusan MA tersebut mempengaruhi arus kas lembaga tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan keputusan MA yang membatalkan pasal 34 (kenaikan iuran peserta mandiri) dan dengan kondisi keuangan BPJS Kesehatan maka sampai 13 Mei 2020 masih ada utang jatuh tempo Rp4,4 triliun," ungkap Kunta dalam video conference, Kamis (14/5).
Makanya, Kunta menyatakan keuangan BPJS Kesehatan perlu diperbaiki. Pasalnya, lembaga itu masih terus defisit sejak berdiri pada 2014 lalu.
"Perlu ada perbaikan defisit," imbuh dia.
Kunta merinci total
outstanding klaim sebesar Rp6,21 triliun. Kemudian, utang yang belum jatuh tempo sebesar Rp1,03 triliun dan utang yang sudah dibayar sebesar Rp192,53 triliun.
Sebagai informasi, pemerintah memang menaikkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri mulai awal tahun lalu. Dengan kenaikan tersebut, iuran peserta kelas III yang tadinya Rp25.500 per orang per bulan naik menjadi Rp42 ribu.
[Gambas:Video CNN]Untuk kelas II, iuran yang tadinya Rp51 ribu per orang per bulan naik menjadi Rp110 ribu. Sementara itu untuk peserta kelas I, iuran naik dari Rp80 ribu menjadi Rp160 ribu.
Kenaikan iuran tersebut digugat Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI) ke MA. Gayung bersambut, langkah tersebut dikabulkan MA.
Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS yang sudah berlaku sejak 1 Januari 2020. Presiden Jokowi mengeksekusi putusan MA tersebut dengan mengembalikan iuran seperti semula mulai April lalu.
Tapi setelah itu, pemerintah kembali menerbitkan aturan baru soal iuran BPJS Kesehatan. Aturan itu dituangkan dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam peraturan tersebut, Jokowi memutuskan untuk kembali menaikkan iuran peserta kelas mandiri hampir 100 persen mulai Juli 2020. Kenaikan dimulai dari peserta mandiri kelas I dan II, kemudian iuran peserta mandiri kelas III mulai naik tahun depan.
Jika dirinci, iuran peserta mandiri kelas I naik 87,5 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu, kelas II naik 96,07 persen dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu, dan kelas III naik 37,25 persen dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu.
(aud/agt)