Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp90,25 triliun untuk membayar kompensasi kepada PT
PLN (Persero) dan PT
Pertamina (Persero) sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (
BPK).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengatakan anggaran tersebut muncul akibat kebijakan pemerintah yang mengendalikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan listrik dalam beberapa tahun terakhir.
"Ini adalah hasil audit BPK yang mengatakan bahwa pemerintah harus segera membayar utang kompensasi itu," ujarnya dalam
video conference Kamis (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari total Rp90,25 triliun tersebut, PLN dan Pertamina mendapatkan kompensasi dari pemerintah masing-masing Rp38,25 triliun dan Rp37,83 triliun. PLN diusulkan dibayarkan penuh sementara untuk Pertamina diusulkan untuk dibayar 50 persen dan sisanya diangsur hingga 2020.
Ditambah lagi, masing-masing dari keduanya di dalam APBN 2020 juga telah dianggarkan untuk mendapatkan kompensasi sebesar Rp7,17 triliun. Di samping hasil audit BPK, kata Febrio, pembayaran kompensasi tersebut juga dilakukan mengingat kondisi Pertamina dan PLN yang memerlukan dukungan tahun ini.
"Karena risikonya itu menyangkut juga
sovereignity-nya, karena mereka kan perusahaan global. Misalnya, di pasar global, Pertamina akan menjadi semacam representasi dari pemerintah kalau kondisi keuangan yang tidak baik itu bisa menjadi sesuatu yang buruk maka pemerintah melakukan itu sebagai pertimbangan," imbuhnya.
Meski demikian, pemerintah tidak memasukkan pembayaran kompensasi tersebut ke dalam program pemulihan ekonomi nasional, melainkan kewajiban pemerintah yang harus dibayar. "Sementara yang kita sebut sebagai pemulihan ekonomi nasional tidak termasuk itu," tuturnya.
[Gambas:Video CNN] (hrf/age)