Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mencatat masih ada 11 kabupaten yang belum menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) dana desa sepeserpun kepada masyarakat yang terdampak virus corona. Kabupaten itu mayoritas berada di Papua.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengatakan sejauh ini penyaluran BLT dana desa baru dilakukan oleh 65.736 desa. Jumlah itu setara dengan 90 persen desa yang telah menerima dana desa dari pemerintah pusat.
"Jadi ada desa yang sampai hari ini belum menerima dana desa. Kemudian ada yang sudah terima dana desa dan menyalurkan BLT dana desa 100 persen itu 291 kabupaten," ungkap Abdul dalam video conference, Rabu (17/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia melanjutkan sebanyak 81 kabupaten baru menyalurkan BLT dana desa sebesar 75 persen-99 persen, 24 kabupaten 50 persen-74 persen, dan 27 kabupaten baru menyalurkan BLT dana desa sebesar 1 persen-49 persen. Abdul menyatakan pihaknya telah meminta bantuan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk ikut memantau penyaluran BLT dana desa di setiap provinsi.
Dari sisi penerima, Abdul menyatakan pihaknya telah menyalurkan BLT dana desa kepada 6,88 juta keluarga penerima manfaat. Jumlah itu baru mencakup 58 persen dari target yang ditetapkan sebanyak 12,34 juta KPM.
"Yang mendapat BLT dana desa ada 272.491 KPM yang anggotanya menderita penyakit kronis dan menahun," imbuh Abdul.
Kemudian, pemerintah juga mencatat sebanyak 1,88 juta penerima manfaat adalah perempuan yang menjadi kepala keluarga. Total bantuan yang diberikan kepada mereka senilai Rp4,12 triliun.
Sebab Desa Belum Salurkan BLT
Sementara, Abdul menyatakan ada beberapa kendala yang membuat kepala desa belum menyalurkan BLT dana desa kepada keluarga yang terdampak virus corona. Salah satunya, karena dana desa tahap pertama sudah habis digunakan untuk kegiatan padat karya.
"Dana desa masuk kan Januari, sementara kebijakan BLT dana desa itu April. Jadi Januari-Februari-Maret 2020 bisa saja terjadi pencairan tahap pertama dan sudah terpakai untuk padat karya tunai desa atau kegiatan sebelum virus corona," kata Abdul.
Lalu, penyaluran BLT dana desa terkendala karena daerahnya yang cukup terpencil. Selain itu, ada pula desa yang belum berani menyalurkan BLT karena belum dapat izin dari kepala daerah setempat.
"Kasus ini terjadi di Banten. Kami sudah turun ke sana, saya sendiri turun ke dua kabupaten. Permasalahan sama, yakni menunggu persetujuan kepala daerah. Padahal sudah disampaikan, ketika sudah musyawarah dan data valid, silakan disalurkan nanti daerah yang menyesuaikan," ucap Abdul.
Kendala lainnya, yakni sejumlah desa memberikan BLT dana desa dengan secara non tunai atau cashless. Dengan demikian, mereka perlu menunggu waktu cukup lama agar bank menerbitkan buku tabungan bagi masing-masing KPM.
Pasalnya, tiap bank hanya bisa mencetak 50 buku tabungan per harinya. Abdul bilang penyaluran BLT dana desa secara cashless itu bekerja sama dengan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Ini sudah berkali-kali kami sampaikan kepada pihak bank nya agar dilakukan percepatan. Ini terjadi di Jawa Tengah ada di Kabupaten Jepara, kemudian di lampung ada beberapa kabupaten yang sampai hari ini masih lambat karena pakai cashless," jelas Abdul.
Kemudian, sejumlah desa terkendala karena pencairan dana di bank dibatasi. Lalu, persoalan lainnya adalah data KPM yang harus diverifikasi lagi, perangkat desa terinfeksi virus corona sehingga menghambat penyaluran, dan banjir seperti di Aceh.
"Kemudian ada yang terhambat karena tarik menarik keinginan warga dengan perangkat desa, warga ingin dibagi rata tapi pemerintah desa tidak berani," ujar Abdul.
Ia menambahkan bahwa masih ada beberapa wilayah yang belum menerima dana desa dari pusat. Hal ini karena desa itu belum melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), kepala desa masih pejabat sementara, ada konflik antara kepala desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), laporan 2019 yang dinilai kurang, dan perangkat desa yang diberhentikan oleh kepala desa yang baru.
"Ini karena pilkada, jadi kepala desa baru, mungkin waktu itu tidak didukung perangkat desa jadi perangkat desa diberhentikan semua oleh kepala desa jadi tidak ada tenaga untuk menyusun APBDes," pungkas Abdul.
(aud/agt)