Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengatakan siap mundur dari jabatannya jika target produksi pangan pada 2021 tak tercapai.
Menurutnya, target-target yang telah dirumuskan kementeriannya merupakan arahan dari Presiden Joko Widodo untuk mengantisipasi krisis pangan yang diperingatkan oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO).
"Makan rakyat nggak boleh tergerus sedikit pun, dan itu kami jamin. Kalau tidak, mundurkan saya dari Menteri Pertanian. Maafkan saya. Maafkan saya. Ini baru saya ungkapkan," kata Syahrul dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi IV DPR RI, Senin (22/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena itu, ia meminta DPR mendukung program kementeriannya mulai dari CB1 yakni peningkatan kapasitas produksi pangan, CB2 diversifikasi pangan lokal, CB3 penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, hingga CB4 pengembangan pertanian modern.
Syahrul juga menegaskan masalah pertanian ke depan akan menjadi sangat penting sebab pelemahan ekonomi global serta kekeringan akan membuat banyak negara menjadi tertutup dan tak mau lagi mengirimkan kelebihan stok pangannya ke negara lain.
"Di beberapa ratas saya sampaikan ke pak Presiden, kami punya CB1 sampai CB4, dan peringatan FAO jadi pengingat. Akan terjadi krisis pangan dunia yang akan menyebabkan 160 juta orang kelaparan di dunia Indonesia tidak boleh terjadi," tuturnya.
Kementan sendiri menargetkan produksi padi 63,50 juta ton, jagung 26 juta ton, kedelai 48 ribu ton, dan daging sapi 463 ribu ton dalam Surat Bersama Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2021.
Sementara dalam rancangan target produksi strategis 2021, Kementan mematok produksi bawang merah sebanyak 1,74 juta ton, cabai besar 1,45 juta ton, hingga cabai rawit 1,57 juta ton.
"Dengan teriakan yang ada saya kira kita bisa lakukan bersama. Ini kepentingan negeri, bangsa, bukan hanya proyek atau aktivitas, tapi kebutuhan dan harapan negara," ungkap Syahrul.
Di sisi lain, pemerintah juga harus siap mengalokasikan anggaran cukup besar untuk mengantisipasi krisis pangan ke depan. Anggaran 2020 yang dipangkas dari Rp21 triliun menjadi Rp17,4 triliun, kemudian kembali dipangkas kembali hingga menjadi Rp14 triliun menurutnya tak boleh lagi terjadi lagi pada tahun depan.
"Kami juga butuh Rp10 triliun yang ada. Bukan Rp2-3 triliun. Agar kami bisa jamin besok, di saat orang tidak bisa lagi. Ini petani hanya 4-5 bulan sudah terseok-seok mereka ini kalau tidak ada," pungkas Syahrul.