Kementerian Perdagangan mencatat potensi ekspor masker bedah mencapai 2,7 miliar lembar di tengah pandemi virus corona atau covid-19. Potensi ekspor muncul dari hasil pengurangan pasokan dan kebutuhan di dalam negeri.
Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Srie Agustina mengatakan kapasitas produksi nasional sekitar 2,8 miliar lembar. Sementara, kebutuhan nasional diperkirakan hanya 129,8 juta lembar.
"Jadi bisa dipastikan produksi sudah memenuhi kebutuhan nasional, sehingga ada potensi besar untuk ekspor," ujar Srie dalam acara sosialisasi virtual ekspor bahan baku masker, masker, dan Alat Pelindung Diri (APD), Selasa (30/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data sementara Kemendag juga mencatat potensi ekspor masker bedah jenis lain mencapai 95 juta lembar. Asumsi ini berasal dari kapasitas produksi nasional sekitar 98,2 juta lembar dikurang kebutuhan di Tanah Air sekitar 3,2 juta lembar.
Sedangkan potensi ekspor APD mencapai 390,1 juta APD. Proyeksi muncul dari kapasitas produksi nasional sekitar 398,6 juta APD dikurang kebutuhan dalam negeri sekitar 8,5 juta APD.
Atas besarnya potensi tersebut, sambungnya, maka Kemendag menarik larangan ekspor bahan baku masker, masker, dan APD. Ketentuan itu tertuang di Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Bahan Baku Masker, Masker, dan Alat Pelindung Diri.
Menurut aturan tersebut, pemerintah membebaskan ekspor hand sanitizer. Sementara, etil alkohol diatur sesuai Permendag 21/2020.
Sedangkan untuk bahan baku masker, masker, dan APD diberikan dengan Persetujuan Ekspor (PE).
Persetujuan Ekspor diberikan dengan memonitor ketersediaan alat kesehatan di dalam negeri melalui Dashboard Monitoring Alat Kesehatan (DMA).
Data ketersediaan ini diintegrasikan dengan sistem Indonesian Nation Single Window (INSW) dan sistem di Kemendag, Inatrade. Mekanismenya, eksportir mengajukan permohonan ekspor ke INSW dan Inatrade.
Kemudian, akan terbit PE secara digital untuk diteruskan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan secara elektronik. Lalu, proses ekspor bisa dilakukan.
Lihat juga:Syarat Rapid Test Lion Air Seharga Rp95 Ribu |
PE juga dapat diajukan kembali sebelum masa PE berakhir atau bila alokasi ekspor sudah habis. Caranya, eksportir tinggal mengajukan permohonan di INSW dan Inatrade. Syaratnya, menyertakan PE yang sudah diterbitkan dan laporan realisasi ekspor.
Selain itu, kata Srie, calon eksportir perlu memberikan laporan perencanaan ekspor selama enam bulan. "Jadi ketahuan enam bulan ini rencananya seperti apa, tiga bulan seperti apa, dari sisi kapasitas juga," imbuhnya.
Menurutnya, perencanaan ini perlu agar jumlah pasokan ketiga barang itu bisa terus terpantau dan tetap lebih dulu mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Lebih lanjut, PE juga dapat dihentikan sementara apabila kebutuhan di dalam negeri meningkat menurut data terintegrasi dari berbagai kementerian/lembaga.
"Apabila terjadi peningkatan kebutuhan bahan baku masker, masker, dan APD di dalam negeri, Menteri Perdagangan dapat membekukan PE yang telah diterbitkan atau menolak permohonan PE yang diajukan eksportir," jelasnya.
Lihat juga:Pemerintah Bantah Pungut Pajak Sepeda |
Selain itu, PE juga bisa dihentikan bila ada kejadian yang menganggu jumlah pasokan. "Misalnya terjadi kebakaran, maka produksi akan tersendat, maka bisa dihentikan dulu," imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah sempat melarang ekspor bahan baku masker, masker, dan APD pada awal pandemi corona di Indonesia. Tujuannya untuk mencukupi kebutuhan di dalam negeri, namun karena produksi dan stok meningkat, maka ekspor dibuka kembali.
Di sisi lain, pemerintah ingin kebijakan ekspor bahan baku masker, masker, dan APD bisa mendongkrak kinerja ekspor yang lesu dalam beberapa waktu terakhir.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia hanya sebesar US$10,53 miliar pada Mei 2020. Realisasi itu turun 13,4 persen dari April 2020 dan anjlok 28,95 persen dari Mei 2019.
Selain itu, juga bisa memperbaiki kinerja neraca perdagangan Indonesia sampai akhir tahun. Saat ini, neraca perdagangan surplus US$4,31 miliar pada Januari-Mei 2020.
"Sesuai arahan Bapak Presiden, kami harus menjaga neraca perdagangan dan mendorong perekonomian," pungkasnya.