PT Kimia Farma (Persero) Tbk mengungkapkan sejumlah pihak masih memiliki utang kepada perseroan sebesar Rp1,13 triliun. Debitur tersebut meliputi BPJS Kesehatan, rumah sakit (RS) pemerintah, RS swasta, RS Polri, RS TNI, hingga dinas kesehatan.
Direktur Utama Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan angka tersebut merupakan saldo piutang per 30 April 2020.
"Kimia Farma selaku manufaktur dan prinsipal pihak ketiga lainnya melakukan pelayanan baik melalui Kimia Farma trading and distribution, dalam hal ini distributor yang melakukan pelayanan ke dinas kesehatan, rumah sakit TNI-Polri, pihak ketiga swasta, dan rumah sakit pemerintah baik pusat maupun daerah juga melalui apotek Kimia Farma atau klinik, serta ditambah BPJS Kesehatan," ujarnya di Komisi VI DPR, Selasa (30/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Pemerintah Utang Rp257,87 Miliar ke KAI |
Ia mendetailkan utang mayoritas berasal dari 835 RS pemerintah sebesar Rp775,56 miliar, disusul oleh utang BPJS Kesehatan senilai Rp191,57 miliar. Kemudian, 395 dinas kesehatan memiliki utang sebesar Rp139,99 miliar kepada perseroan dan utang 69 RS TNI Rp27,97 miliar. Terakhir, 19 RS Polri memiliki utang sebesar Rp1,35 miliar kepada Kimia Farma.
Verdi mengaku utang tersebut meningkatkan beban utang perseroan, lantaran sumber pembiayaan layanan BUMN farmasi ini berasal dari perbankan. Imbasnya, arus kas perseroan negatif serta labanya turun karena beban keuangan atau beban bunga dampak dari piutang tersebut.
Ia pun mengaku telah mempersiapkan sejumlah skenario atas pembayaran utang tersebut. Ia menuturkan apabila pencairan piutang masuk senilai Rp2 triliun, maka arus kas operasi perseroan positif Rp1,8 triliun. Sedangkan, apabila pencairan piutang mencapai Rp1 triliun, maka arus kas operasi positif Rp683 miliar.
"Namun, apabila tidak ada pembayaran dari debitur, arus kas kami akan minus di akhir Desember 2020 sebesar Rp331 miliar," katanya.