Survei pemantauan Indeks Harga Konsumen (IHK) Bank Indonesia (BI) pada pekan pertama bulan ini mencatat potensi inflasi sebesar 0,04 persen pada Juli 2020. Inflasi terjadi karena kenaikan harga telur ayam ras.
Direktur Eksekutif sekaligus Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan hasil survei ini lebih rendah dari realisasi laju inflasi Juni 2020 sebesar 0,18 persen. BI pun memperkirakan inflasi tahun berjalan akan menyentuh 1,13 persen dan inflasi tahunan 1,69 persen pada bulan ini.
"Penyumbang utama inflasi pada periode laporan antara lain berasal dari (kenaikan harga) komoditas telur ayam ras sebesar 0,06 persen secara bulanan," ungkap Onny dalam keterangan resmi, Jumat (3/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, inflasi juga akan disumbang oleh kenaikan harga daging ayam ras sebesar 0,03 persen, emas perhiasan 0,02 persen, dan rokok kretek filter 0,01 persen. Sementara komoditas yang harganya menurun atau menyumbang deflasi adalah bawang merah sebesar minus 0,06 persen.
Penurunan harga juga terjadi pada komoditas bawang putih dan jeruk masing-masing sebesar minus 0,02 persen. Lalu, cabai merah, minyak goreng, cabai rawit, gula pasir, dan angkutan udara masing-masing sebesar minus 0,01 persen.
Onny mengatakan BI akan senantiasa memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga tingkat inflasi. Hal ini dilakukan dengan memonitor perkembangan pandemi virus corona atau covid-19 dan dampaknya bagi perekonomian Indonesia.
Pada Juni 2020, kenaikan harga telur ayam ras sejatinya sudah memberi sumbangan ke inflasi nasional. Namun, kenaikan harga dan andilnya lebih rendah dari komoditas daging ayam ras sebagai penyumbang inflasi tertinggi pada bulan lalu.
"Kenaikan harga daging ayam ras terjadi di 86 kota IHK, misalnya di Gunung Sitoli dan Lhokseumawe," kata Kepala BPS Suhariyanto.