Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menangkap 53 kapal ikan asing yang diduga melakukan penangkapan ikan ilegal di berbagai lokasi di kawasan perairan Indonesia sepanjang periode Januari-Mei 2020.
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan sebagian besar kapal tersebut ditangkap di perairan Natuna. Menurut Edhy, penangkapan tersebut merupakan tindakan tegas yang dilakukan KKP terhadap kapal-kapal ikan ilegal yang masuk ke perairan Natuna.
"Dari 53 kapal, yang kami tangkap 30 di Natuna," ujarnya dalam rapat dengar pendapat bersama komisi IV DPR, Senin (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Edhy, secara kuantitas jumlah kapal yang berhasil ditangkap kementeriannya lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Ia mengklaim, tiap minggunya bisa menangkap satu hingga dua kapal ilegal di perairan Indonesia.
"Kalau kami mau hitung secara kuantitatif seminggu itu 2 kapal. Artinya, tiap Minggu kami menangkap 2 kapal. Hanya saja saya tidak mau bicara untuk kepopuleran," tutur Edhy.
Edhy juga menegaskan bahwa penangkapan lebih diprioritaskan ketimbang penenggelaman. Sebab, kapal-kapal yang ditangkap masih bisa dimanfaatkan oleh berbagai politeknik perikanan yang ada di Indonesia.
"Kenapa harus tenggelamkan kalau masih punya nilai ekonomi ada kampus jurusan perikanan yang butuh kapal untuk praktek. Kenapa harus ditenggelamkan," lanjut Edhy.
Lagipula, menurutnya, penenggelaman kapal butuh biaya yang tak sedikit. Ia menyebut, misalnya, diperlukan setidaknya Rp50 juta hingga Rp100 juta untuk menenggelamkan kapal pasca putusan pengadilan.
"Harus ada biaya menenggelamkan, ngebor, bakar, cari tempat, kumpulkan orang, kumpulkan media, konsumsi dan sebagainya. Saya tidak mau lagi 'menari' demi popularitas diri saya," tegasnya.
Edhy juga mengapresiasi kerja anak buah kapal (ABK) KKP yang selama ini telah bekerja keras mengawasi perairan Indonesia. Menurutnya, banyak hal luar biasa yang dilakukan para ABK tanpa ada sorotan dari media.
"Ada satu anak buah kami berani lompat dari kapal pengawas dan menangkap kapal, karena kapal begitu ketahuan stir mereka diikat dan gas ditekan sehingga larinya kencang. Sementara mereka lari ke geladak, ini hanya bisa dihentikan kalau mereka (ABK) lompat ke situ," ucap Edhy.
Ia juga berterima kasih kepada Kementerian Keuangan yang telah meningkatkan anggaran uang makan para ABK dari semula Rp30 ribu menjadi Rp50 ribu per hari.
"Ini satu kemajuan. Walaupun belum maksimal tapi semangatnya ada," pungkas Edhy.