Cara Bank Cegah Kebobolan L/C Fiktif Triliunan di Kasus Maria

CNN Indonesia
Kamis, 09 Jul 2020 11:24 WIB
Petugas mengikat tumpukan uang kertas rupiah di Cash Center BNI, Jakarta, Rabu, 1 April 2015. Uang tersebut akan didistribusikan ke mesin atm yang berada di wilayah Jakarta. CNN Indonesia/Safir Makki
Pengamat menilai bank dapat mencegah risiko pembobolan melalui (L/C) fiktif seperti kasus Maria Pauline Lumowa dengan cara meningkatkan integritas pegawai. Ilustrasi. (Safir Makki).
Jakarta, CNN Indonesia --

Proses penyerahan buronan tersangka dari luar negeri alias ekstradisi Maria Pauline Lumowa dari Serbia ke Indonesia tengah menjadi perhatian. Pasalnya, Maria merupakan buronan selama 17 tahun atas kasus pembobolan kas PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI sebesar 136 juta dolar AS dan 56 juta euro Eropa atau senilai Rp1,7 triliun pada 2003 silam.

Pembobolan kas dilakukan dengan modus pengajuan surat jaminan bank untuk pembayaran kepada bank lain dalam bisnis ekspor-impor atau Letter of Credit (L/C) fiktif. Modus ini diduga berhasil dilakukan karena mendapat bantuan 'orang dalam' BNI.

Lantas, bagaimana mitigasi yang perlu dilakukan bank untuk mencegah pembobolan kas dengan modus L/C?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat bank dari Perbanas Institute Piter Abdullah Redjalam mengungkapkan modus L/C sejatinya memang tidak akan berhasil bila tidak melibatkan 'orang dalam', khususnya pejabat bank yang memberikan persetujuan kucuran dana. Sebab, L/C merupakan suatu instrumen yang persetujuannya membutuhkan proses bertahap.

"Tanpa keterlibatan orang dalam, akan sangat tidak mungkin L/C bisa tembus karena proses check and recheck-nya panjang, dari bawah sampai atas," kata Piter kepada CNNIndonesia.com, Kamis (9/7).

Maka dari itu, mitigasi paling dasar yang perlu dilakukan bank untuk mencegah pembobolan kas dengan modus L/C adalah meningkatkan integritas karyawan. Hal ini memang bukan perkara mudah karena integritas kadang mudah digoyang bila mendapat janji keuntungan dari pihak yang berniat membobol kas bank.

"Ini akan sangat sulit dan tidak bisa menyalahkan satu, dua bank bila ditemukan kasus seperti ini, karena karyawannya tentu banyak, tapi integritas harus ditingkatkan dan dijaga," imbuhnya.

Cara lain adalah dengan melakukan prosedur berjenjang dan menggunakan sistem yang ketat. Hal ini sebenarnya sudah diterapkan di bank secara umum, namun bisa ditingkatkan lagi.

Khususnya, bagi proses penilaian bisnis dan pemeriksaan pihak-pihak yang berkaitan dengan pengajuan L/C tersebut. Kendati begitu, Piter menilai pembobolan kas dengan modus L/C sebenarnya bukan yang paling rentan terjadi.

Sebab, ada banyak modus yang digunakan para oknum berniat jahat. Mulai dari pembobolan kas secara langsung oleh karyawan, oleh perusahaan yang sudah terdaftar sebagai debitur resmi, hingga pencurian informasi kartu kredit atau kartu debit nasabah alias skimming.

"Yang fiktif ini tidak paling rentan kalau tidak ada orang dalam. Tapi semua modus tentu perlu dimitigasi," katanya.

Sebelumnya, ekstradisi Maria diumumkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Yasonna secara langsung menjemput Maria yang telah diamankan oleh aparat hukum Serbia.

Maria membobol kas BNI cabang Kebayoran Baru melalui L/C fiktif untuk PT Gramarindo Group pada 2003 lalu kabur ke luar negeri sebulan sebelum ditetapkan menjadi tersangka oleh Mabes Polri. Selama 17 tahun pelarian Maria telah singgah ke berbagai negara.

Maria bahkan telah tercatat sebagai warga negara Belanda sejak 1979. Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, namun ditolak.

Pemerintah Kerajaan Belanda hanya memberikan opsi agar Maria disidangkan di Belanda. Maria berhasil ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla pada 16 Juli 2019.

[Gambas:Video CNN]



(uli/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER