Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban Atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P2APBN) 2019 kepada Dewan Perwakilan (DPR) dalam rapat paripurna.
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani mengatakan perekonomian Indonesia pada 2019 menunjukkan capaian yang cukup baik di tengah ketidakpastian global. Kondisi itu dipicu oleh perang dagang dan geopolitik, penurunan harga komoditas, serta perlambatan ekonomi yang terjadi pada beberapa negara di dunia.
Berdasarkan data Asian Development Outlook pada April 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara pada angka 4,40 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perekonomian Indonesia tahun 2019 mampu tumbuh 5,02 persen, atau sedikit melambat dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu 5,17 persen," katanya, Kamis (16/7).
Dengan angka pertumbuhan ekonomi tersebut, maka angka Produk Domestik Bruto (PDB) 2019 mencapai Rp15.833,9 triliun, atau meningkat dibandingkan 2018 sebesar Rp14.838,3 triliun. Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi 2019 ditopang stabilitas ekonomi makro yang terjaga.
Kondisi tersebut, kata dia, tercermin dari tingkat inflasi 2019 sebesar 2,72 persen, atau di bawah target inflasi yang telah ditetapkan dalam APBN 2019, yaitu 3,50 persen.
Bendahara negara mengatakan capaian tingkat inflasi 2019 merupakan yang terendah dalam kurun waktu 20 tahun.
"Hal tersebut tidak lepas dari penguatan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, serta Bank Indonesia melalui tim pengendalian inflasi nasional," imbuhnya.
Dari sektor keuangan, rata-rata nilai tukar rupiah di 2019 pada kisaran Rp14.146 per dolar AS. Posisi itu cenderung menguat jika dibandingkan dengan posisi rata-rata 2018 sebesar Rp14.247 per dolar AS.
Sejalan dengan itu, cadangan devisa (cadev) pada akhir 2019 sebesar US$129,18 miliar atau lebih baik dibandingkan cadev akhir 2018 sebesar US$120,65 miliar.
"Nilai cadangan devisa pada akhir 2019 tersebut ekuivalen dengan pembiayaan 7,6 bulan impor yang berada di atas standar kecukupan internasional yaitu sekitar 3 bulan impor," tuturnya.
Kemudian, realisasi pendapatan negara sebesar Rp1.960,6 triliun atau 90,6 persen dari anggaran pendapatan pada APBN 2019. Pendapatan negara tersebut meningkat Rp16,9 triliun atau 0,9 persen dibandingkan dengan realisasi 2018.
Realisasi pendapatan negara tersebut terdiri dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.546,1 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp408,9 triliun, dan penerimaan hibah sebesar Rp5,5 triliun.
Dari sisi belanja negara mencapai Rp2.309,3 triliun atau 93,8 persen dari anggaran belanja pada APBN 2019. Realisasi belanja negara tersebut meningkat Rp96,2 triliun atau 4,3 persen dibandingkan dengan realisasi belanja pada 2018.
Belanja itu terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.496,3 triliun serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp812,9 triliun.
"Berdasarkan realisasi pendapatan dan belanja negara, maka defisit APBN 2019 tercatat sebesar Rp348,7 triliun," katanya.