Sejumlah klien PT Jouska Finansial Indonesia tengah mengeluh lantaran menderita kerugian investasi atas rujukan perusahaan perencana keuangan tersebut. Kerugiannya mencapai 60 persen sampai 70 persen dari total dana yang diinvestasikan.
Masalah kunci terletak pada penempatan sebagian besar dana klien di saham perusahaan yang baru menawarkan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Sentral Mitra Informatika Tbk (LUCK). Sementara harga saham LUCK tengah jatuh, sehingga menimbulkan kerugian.
Nah, belajar dari kasus para klien Jouska, sebenarnya hal apa saja yang perlu diperhatikan saat berinvestasi saham?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Asosiasi Perencana Keuangan Internasional Indonesia (International Association of Register Financial Consultant/IARFC) Indonesia Aidil Akbar Madjid membocorkan sejumlah tip.
Pertama, calon investor tidak bisa menyerahkan pengelolaan dana investasi pada perencana keuangan.
"Kenapa? Karena kelola dan trading (memperdagangkan) investasi itu wewenang individu dan perusahaan yang punya izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perencana keuangan tidak punya izin seperti itu, jadi bukan kapasitasnya, mereka bukan Manager Investasi (MI) yang perlu izin khusus juga," ungkap Aidil kepada CNNIndonesia.com, Rabu (22/7).
Bila perencana keuangan melakukan hal itu, maka sudah pasti melanggar aturan yang berlaku di pasar modal.
Kedua, tentukan tujuan pembelian saham, apakah untuk investasi jangka panjang sebagai investor atau untuk diperdagangkan sebagai trader.
Bila tujuannya sebagai investor, pilih saham-saham yang berkualitas baik untuk dinikmati hasilnya, entah dalam lima tahun, 10 tahun, atau 20 tahun ke depan.
"Kalau sebagai trader yang tujuannya dagang, beli ketika harga rendah, jual ketika harga tinggi, itu perlu dipelajari kapan waktu untuk masuk ke saham dan saham seperti apa yang harus dipilih," ujarnya.
Ketiga, investor harus mengetahui seperti apa profil mereka, apakah cenderung moderat atau agresif dan siap akan risiko. Menurut Aidil, secara umum sebenarnya investor yang masuk ke instrumen saham seharusnya merupakan mereka yang sudah siap dengan risiko.
Keempat, investor perlu belajar masalah fundamental dan teknikal saham. Dari sisi fundamental, pelajarilah laporan keuangan perusahaan yang sahamnya ingin dibeli.
Lihat juga:Pelemahan 232 Saham Tekan IHSG ke 5.110 |
Mulai dari bagaimana asetnya, profit, ekuitas, sektor bisnis perusahaan, hingga risiko dan prospek bisnis perusahaan. Bila sudah mengerti secara fundamental, maka saatnya belajar teknikal pergerakan saham.
"Ini untuk melihat kenapa hari ini harga saham ini turun, harga saham itu naik. Jadi tidak bisa masyarakat tiba-tiba masuk ke saham, bila tidak mengerti hal ini," ucapnya.
Kelima, bagi investor pemula, sebaiknya jangan membeli saham perusahaan yang baru IPO. Sebab, perusahaan biasanya belum punya pergerakan saham yang bagus dan risikonya cukup besar.
"Kecuali perusahaan yang baru IPO adalah perusahaan besar, misal yang IPO adalah Facebook. Tapi sekelas Garuda Indonesia saja, setelah IPO harga sahamnya melorot, jadi yang baru IPO ini risiko masih besar. Hanya orang-orang yang berani atau bahkan spekulasi yang berani ambil biasanya," jelasnya.
Lebih baik, sambungnya, pilihlah saham perusahaan yang sudah jelas jejak bisnis dan sudah cukup lama melantai di bursa saham. Hal ini setidaknya bisa memitigasi calon investor dari risiko kerugian besar.
Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia Andy Nugroho menambahkan pada dasarnya investor dalam mengelola investasi, baik yang dilakukan sendiri maupun menggunakan jasa pihak lain, harus mempunyai pengetahuan dasar tentang investasi saham.
"Pastikan belajar dulu sedikit-sedikit, cara mainnya seperti apa, cara dapat untungnya seperti apa, prosedurnya bagaimana, kapan bisa dapat untung, risikonya apa, kenapa harga saham bisa naik dan turun, dan lainnya. Itu semua harus dipelajari dulu," tutur Andy.
Ia mewanti-wanti agar jangan percaya bila ada yang mengatakan investasi tanpa risiko. Pasalnya, setiap investasi pasti ada risikonya.
Saham sendiri, menurut Andy merupakan instrumen yang berisiko tinggi sehingga perlu kejelian lebih dibandingkan instrumen lain. Pengetahuan dasarnya pun saat ini sudah banyak tersedia.
Calon investor juga bisa mengikuti kelas-kelas investasi saham. Entah kelas fisik maupun dalam jaringan, misalnya di grup Whatsapp dan Telegram.
Cara lain, bisa dengan rajin membuka simulasi investasi saham yang ada di perusahaan sekuritas. Biasanya, mereka mempunyai layanan simulasi yang bisa dicocokkan dengan profil risiko investor, dana yang dimiliki, hingga saham yang dituju.
Selanjutnya, bila sudah mengerti hingga tahap fundamental dan teknikal seperti yang dijelaskan Aidil, maka calon investor perlu tahu seberapa besar dana yang seharusnya diinvestasikan. Misalnya, Anda mempunyai dana Rp100 juta, setidaknya 30 persen saja dulu yang diinvestasikan.
"Jangan semuanya dibelikan saham, apalagi saham di satu perusahaan saja. Sebaiknya disebar, misal sampai ke tujuh perusahaan. Itu pun jangan sampai sektor bisnisnya sama, harus variasi," terangnya.
Lalu, secara teknikal, jangan mudah tergoda pada saham-saham yang harganya naik tinggi dalam waktu sesaat. "Karena bisa saja itu saham gorengan," imbuhnya.
Dari sini, sambungnya, Anda sebagai calon investor jadi punya kelebihan mendapat ilmu baru dan lebih bijak dalam menempatkan dana untuk investasi. Kalau sudah mengerti, tapi tidak punya banyak waktu dan ingin lebih mudah, barulah Anda bisa melirik jasa kelola investasi dari pihak lain.
Bila ingin seperti ini, sebenarnya tidak masalah, hanya saja ada dua hal utama yang perlu diperhatikan. Pertama, bersiaplah membayar biaya (fee) atas jasa kelola.
"Artinya, ketika untung pun, dananya tidak full karena harus bayar fee. Ini perlu dipertimbangkan," katanya.
Kedua, perhatikan kontrak kerja samanya. Belajar dari kasus Jouska, katanya, calon investor harus betul-betul jeli dengan ketentuan kerja sama kelola dana investasi.
"Kelebihannya memang jadi tinggal duduk manis saja, tapi harus bisa melihat kontrak. Sejauh apa hal-hal yang bisa dilakukan dan tidak dilakukan oleh penyedia jasa kelola dan seperti apa konsekuensinya," jelasnya.
Founder dan CEO Jouska Aakar Abyasa Fidzuno sendiri menyebut bahwa pihaknya memberikan masukkan dan saran finansial sesuai dengan kondisi dan tujuan finansial setiap klien. Ia juga menegaskan bahwa Jouska turut memberikan evaluasi dalam bentuk surat utang mau pun saham.
"Selama kontrak kerja antara klien dan PT Jouska Finansial Indonesia berlangsung, klien tidak hanya diberikan edukasi, melainkan evaluasi atas keadaan keuangan serta kinerja portofolio investasi baik dalam bentuk surat utang maupun saham," katanya seperti dikutip dari keterangan resmi.