Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan sejumlah negara mengucurkan stimulus fiskal dalam menangani dampak pandemi virus corona. Jumlahnya sendiri rata-rata di atas 10 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Jokowi mencontohkan Jerman salah satunya. Negara itu mengalokasikan stimulus fiskal sebesar 24,8 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Namun, pertumbuhannya terkontraksi minus 11,7 persen pada kuartal II 2020," ucap Jokowi dalam video conference, Jumat (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Defisit RAPBN 2021 Melonjak Jadi 5,5 Persen |
Kemudian, Amerika Serikat (AS) mengucurkan stimulus fiskal sebesar 13,6 persen terhadap PDB. Hanya saja, pertumbuhan ekonomi negara tersebut ambruk hingga minus 9,5 persen.
Begitu juga dengan China. Negeri Tirai Bambu itu mengalokasikan stimulus 6,2 persen terhadap PDB.
"China telah kembali positif (ekonominya) sebesar 3,2 persen pada kuartal II 2020. Namun, tumbuh minus 6,8 persen pada kuartal sebelumnya," terang Jokowi.
Lihat juga:Indikator Makro RAPBN 2021 |
Sementara, Indonesia sendiri tercatat mengalokasikan dana untuk penanganan pandemi virus corona sebesar Rp695,2 triliun. Dana itu dialokasikan untuk berbagai sektor.
Rinciannya, untuk bansos sebesar Rp203,9 triliun, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebesar Rp123,46 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, kementerian/lembaga atau pemerintah daerah Rp106,11 triliun, kesehatan Rp87,55 triliun, dan pembiayaan korporasi Rp53,55 triliun.
Hanya saja, realisasinya belum mencapai 50 persen. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan penyerapan dana penanganan pandemi virus corona baru sebesar 21,75 persen atau sebesar Rp151,25 triliun per 6 Agustus 2020.
Detailnya, anggaran untuk kesehatan baru terserap Rp7,1 triliun, bansos Rp86,5 triliun, sektoral k/l dan pemerintah daerah Rp8,6 triliun, dukungan untuk UMKM Rp32,5 triliun, pembiayaan korporasi masih nol rupiah, dan insentif usaha Rp16,6 triliun.