Pengamat menilai target pertumbuhan ekonomi Indonesia dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar 4,5 persen sampai 5,5 persen pada 2021 kemungkinan bisa diraih. Syaratnya, hasil produksi vaksin virus corona atau covid-19 bisa segera beredar di masyarakat pada tahun depan.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan target tersebut sejatinya bisa dikejar karena tidak terlalu tinggi dari sisi angka. Bahkan, proyeksi dari berbagai lembaga ekonomi internasional jauh lebih besar.
"Fitch misalnya bilang ekonomi Indonesia bisa 6,6 persen pada tahun depan. World Bank dan IMF juga tidak berbeda jauh sekitar 5 persen sampai 6 persen. Jadi dari sisi angka ini masih memungkinkan untuk dicapai," ungkap Fithra kepada CNNIndonesia.com, Jumat (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, menurut Fithra, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi pada tahun depan merupakan hal yang lumrah. Sebab, biasanya ekonomi memang tumbuh lebih tinggi pada tahun setelah krisis ekonomi terjadi.
"Ini ada yang namanya baseline effect, ekonomi pasti lebih tinggi di tahun setelah terpuruk sebelumnya," katanya.
Hanya saja, Fithra memberi catatan. Menurutnya, dari sisi angka dan kondisi memang ada peluang. Namun, semua hal ini tetap ditentukan pada bagaimana kemampuan pemerintah untuk mengatasi pandemi covid-19.
Maka dari itu, ia melihat syarat utama Indonesia bisa tumbuh tinggi pada tahun depan adalah rencana produksi vaksin covid-19 yang sudah digadang sejak tahun ini, benar-benar bisa terwujud pada tahun depan. Saat ini, PT Bio Farma (Persero) yang ditunjuk pemerintah untuk menguji vaksin dan memproduksinya pada Januari 2021.
"Kalau vaksin benar-benar bisa keluar pada 2021, itu bisa mem-bouncing ekonomi. Begitu pula dengan PSBB yang tidak lagi diberlakukan," tuturnya.
Di luar itu, menurutnya, berbagai kebijakan yang tertuang dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) perlu dilanjut. Hanya saja, catatannya, jangan hanya fokus ke kebijakan yang membangkitkan permintaan (demand) konsumsi masyarakat, misalnya bantuan sosial (bansos).
"Ini memang penting sebagai bukti kehadiran negara kepada masyarakat miskin, 40 persen terbawah, tapi perlu juga dipikirkan untuk bisa meningkatkan willingness to spend dari kelompok 20 persen teratas," terangnya.
Untuk kalangan ini, ia mengatakan pemerintah mungkin bisa melakukan beberapa hal. Pertama, memberi lagi stimulus untuk dunia usaha karena umumnya kalangan 20 persen atas merupakan pengusaha.
"Mungkin perlu lagi kebijakan tambahan, misal dibayarin listrik pabriknya, pajak diringankan lagi, agar mereka mau ekspansi, jadi tidak hanya demand yang ditingkatkan, tapi supply juga," tuturnya.
Kedua, membangkitkan lagi willingness to spend (keinginan melakukan pengeluaran) dari kalangan atas. Caranya dengan membangkitkan lagi kepercayaan dan kemudahan akses serta kepastian penanganan penyebaran virus corona.
Sebagai informasi, saat ini pertumbuhan ekonomi terkontraksi 5,32 persen pada kuartal II 2020. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan Indonesia minus 1 persen pada kuartal III 2020, sehingga berada di jurang resesi.
Namun, ia memperkirakan ekonomi Tanah Air bisa membaik pada kuartal IV 2020 dengan pertumbuhan positif 1,38 persen. Dengan begitu, ekonomi minus 0,49 persen pada keseluruhan 2020.
Tahun depan, ia memperkirakan ekonomi berada di kisaran 5,02 persen. Target itu berada di rentang asumsi ekonomi yang dibidik Jokowi sebesar 4,5 persen sampai 5,5 persen.