Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP Dolfie OFP mencecar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengenai dampak suntikan Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN terhadap perekonomian nasional. Sebab, pemerintah memberikan dana tersebut setiap tahun kepada banyak perusahaan pelat merah.
"Apakah betul BUMN ini meningkatkan kontribusi terhadap PDB nasional? Ini perlu sebagai bahan evaluasi bahwa kekayaan negara yang dipisahkan benar-benar dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," ujar Dolfie saat rapat bersama di Gedung DPR/MPR, Rabu (26/8).
Menurut Dolfie, apabila dampak ekonominya tidak cukup besar dan kinerja perusahaan pelat merah tidak cukup baik, sebaiknya dana PMN dikelola sendiri oleh pemerintah. Pengelolaan itu tentunya untuk pembangunan nasional melalui kementerian/lembaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami juga ingin tahu BUMN ini aset-asetnya berapa dan berapa yang kemudian dikuasai oleh negara. Ini untuk yakinkan kita bahwa investasi ini dikuasai oleh negara, jangan sampai sudah banyak aset yang lepas," katanya.
Terkait hal ini, Sri Mulyani mengklaim PMN dari pemerintah kepada perusahaan negara sudah memberi dampak bagi kinerja perusahaan maupun perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi berkala yang dilakukan kementeriannya.
"Kami membuat evaluasi mengenai penggunaan PMN dari optimalisasi aset, kinerja, itu yang paling minimal sampai ke dampak ekonomi dan sosialnya," ucap Ani, sapaan akrabnya.
Secara total, pemerintah sudah memberikan PMN kepada BUMN mencapai Rp441 triliun pada kurun waktu 2005-2019. Berdasarkan jenis modal, sebanyak Rp202 triliun berbentuk uang tunai dan Rp17,3 triliun dalam bentuk non tunai.
Sisanya, Rp223,2 triliun berupa investasi awal untuk pembentukan Badan Layanan Umum (BLU). Kemudian, berdasarkan sektor, suntikan PMN mengalir ke infrastruktur Rp197 triliun, pangan Rp13,4 triliun, transportasi dan logistik Rp4,9 triliun, dan real estate dan perumahan Rp44,6 triliun.
Lalu, UMKM Rp96,6 triliun, energi Rp51,8 triliun, industri pengolahan Rp13,7 triliun, dan lainnya Rp15,8 triliun. Dari seluruh suntikan itu, Ani menyatakan kinerja keuangan BUMN sejatinya meningkat.
Pertama, terlihat dari sisi aset, tercatat aset BUMN penerima PMN meningkat dari Rp363,2 triliun pada 2005 menjadi Rp2.912 triliun. Ia mencatat kenaikan tertinggi terjadi pada 2014 ke 2015, di mana mencapai hampir dua kali lipat menjadi Rp1.944 triliun.
"Ini saya yakin pasti karena ada revaluasi aset, seperti salah satunya PLN yang lakukan revaluasi," jelasnya.
Kedua, ekuitas BUMN penerima PMN meningkat dari Rp81 triliun pada 2005 menjadi Rp1.407 triliun pada 2019. Ketiga, pendapatan naik dari Rp193 triliun pada 2006 menjadi Rp858,1 triliun pada 2019.
"Ini lebih dari empat kali lipat," imbuhnya.
Keempat, laba bersih naik dari Rp2,29 triliun pada 2006 menjadi Rp26 triliun pada 2019. "Bahkan laba bersih di 2018 mencapai Rp43,4 triliun, namun pada 2019 turun," katanya.
Tak hanya memberi dampak pada kinerja keuangan perusahaan, PMN juga sedikit banyak memberi dampak bagi perekonomian nasional. Menurut catatannya Ani, setidaknya 76 persen dari PMN yang diberikan sudah memberi daya ungkit.
"Berarti setiap Rp1 menghasilkan dampak lebih dari Rp1 karena mereka meningkatkannya dengan bantuan sumber lain. Kami memang minta ketika kami injeksi, BUMN sudah harus agreement bahwa kinerja mereka harus bisa men-generate return yang lebih tinggi dari biaya utang, kalau tidak kami rugi," jelasnya.
Selain itu, ia mengklaim PMN diberikan kepada 101 proyek dengan nilai mencapai Rp658 triliun. Nilai itu jauh lebih tinggi dari total PMN selama ini Rp441 triliun.
Hanya saja memang, sambung Ani, perlu diakui bahwa dampak ekonomi dari PMN ke BUMN ke perekonomian nasional tidak bisa hanya diukur secara angka. "Untuk PMN 2005-2019, return yang di atas SBN itu hanya 25 persen, jadi 74 persennya di bawah SBN, ini menjadi salah satu alarm untuk kita," tuturnya.
"Tapi kami kan tidak bisa hanya lihat angka saja, mungkin dari sisi dampak ekonomi ada (dampak), meski financial retrun-nya kurang, karena kita tahu beberapa proyek itu kan financial return-nya tidak tinggi, mereka lakukan misi pembangunan," sambungnya.
Hal ini bisa terlihat dari semakin baik dan cepatnya pelayanan yang diberikan pada BUMN kepada masyarakat. Misalnya, PMN yang diberikan ke BUMN yang membangun jalan tol membuat waktu tempuh masyarakat lebih cepat.
Lalu, PMN membuat biaya logistik berkurang, layanan bandara meningkat, biaya transportasi lebih hemat, akses kelistrikan semakin luas, penghematan biaya kesehatan dan peningkatan kualitas layanan, akses internet lebih cepat, dan lainnya.
"Kami juga lihat dampak ekonomi sosialnya dari sisi lapangan kerja yang diciptakan dan nilai tambah ekonomi lainnya. Itu semua untuk imbangi net of return yang di bawah utang, tapi memberi dampak ekonomi, termasuk KUR dan UMKM lewat pembiayaan Mekaar," pungkasnya.