ANALISIS

Tinggal Berharap Pemerintah Cari Jalan Agar Resesi Tak Dalam

Ulfa Arieza | CNN Indonesia
Rabu, 26 Agu 2020 07:03 WIB
Sejumlah ekonom menyatakan RI memang sulit mengindari resesi. Menurutnya, yang perlu dilakukan pemerintah sekarang menahan agar resesi tak terlalu dalam.
Sejumlah ekonom menyebut Indonesia akan memasuki resesi pada kuartal III tahun ini.Tapi, mereka meminta pemerintah mencari cara agar kejatuhan ekonomi akibat resesi tidak terlalu dalam. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Sinyal resesi ekonomi Indonesia semakin kuat. Bahkan, isyarat resesi ekonomi telah disampaikan sendiri oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Ia menuturkan dalam skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di kisaran 0 persen sampai minus 2 persen pada kuartal III 2020. Artinya, jika skenario itu menjadi kenyataan, Indonesia dipastikan masuk jurang resesi karena pada kuartal II kemarin ekonomi dalam negeri minus 5,32 persen.

Ani, sapaan akrabnya, mengatakan proyeksi negatif muncul karena pemerintah melihat aktivitas ekonomi masyarakat dan dunia usaha yang mulai pulih sejak Juni 2020 tak kuat dan berlanjut pada kuartal III.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami melihat di kuartal III, down side-nya ternyata tetap menunjukkan suatu risiko yang nyata, jadi untuk kuartal III kami outlook-nya antara 0 persen hingga negatif 2 persen. Negatif 2 persen karena ada pergeseran dari pergerakan yang terlihat belum sangat solid, meskipun ada beberapa yang sudah positif," ujar Ani saat konferensi pers virtual APBN KiTa.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan pemerintah memang perlu melakukan sejumlah upaya dan antisipasi guna menghadapi resesi ekonomi. Termasuk, menahan agar kejatuhan ekonomi akibat resesi tidak terlalu dalam.

Caranya, memaksimalkan serapan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)  yang nilainya Rp695,2 triliun.

"Yang harus dilakukan pemerintah sekarang yaitu yang seharusnya dilakukan, mencairkan anggaran stimulus tersebut karena penting," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (25/8).

Sayangnya, kata dia, realisasi serapan anggaran PEN baru mencapai Rp174,79 triliun per 19 Agustus 2020. Jumlah tersebut setara 25,1 persen dari total pagu anggaran Rp695,2 triliun.

Bahkan, pemerintah belum menyalurkan sama sekali anggaran untuk pembiayaan korporasi dari pagu anggaran Rp53,57 triliun.

Guna memaksimalkan serapan, Fithra menilai pemerintah perlu memaksimalkan fungsi Tim Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional yang dipimpin oleh Erick Thohir. Percepatan dapat dilakukan dengan fokus pada pelaksanaan secara teknis serta mengurangi hal-hal yang sifatnya birokratis.

"Yang receh-receh saja, misalnya harus ada tanda tangan basah. Inilah kenapa (penyalurannya) mandek karena (pegawai pemerintah) pada takut kena audit BPK dan KPK. Oleh karena itu, PMK harus segera diberesin," katanya.

[Gambas:Video CNN]

Namun, Fithra memprediksi Indonesia tidak akan berlama-lama jatuh ke jurang resesi ekonomi. Pasalnya, pangkal permasalahan resesi ekonomi kali ini adalah pandemi covid-19, bukannya pada fundamental ekonomi sendiri.

Oleh sebab itu, jika akar masalah berhasil diselesaikan, ia meyakini ekonomi Indonesia bisa balik arah menguat.

"Jangan takut, resesi ekonomi ini diprediksi hanya beberapa bulan dan beberapa forecast (prediksi) kami kemungkinan depresi kecil karena masalahnya covid-19 bukan fundamental ekonomi," ujarnya.

Ia mengatakan meskipun mengalami resesi ekonomi pada kuartal III, namun Indonesia masih memiliki kesempatan untuk tumbuh positif pada kuartal akhir 2020. Dengan demikian, peluang tumbuh positif sepanjang 2020 masih ada meskipun tipis.

Alasannya, sejumlah indikator sudah menunjukkan pemulihan dalam beberapa waktu terakhir. Salah satunya, indeks Purchasing Managers Index (PMI) dari IHS Markit yang meningkat 7,8 poin dari 39,1 poin pada Juni menjadi 46,9 di Juli.

Indeks itu menunjukkan aktivitas manufaktur telah kembali meningkat.

Selain itu, Fithra menuturkan aktivitas ekspor mulai bergeliat. Hal itu tercermin dari neraca perdagangan dalam negeri yang surplus US$3,26 miliar secara bulanan pada Juli 2020.

Surplus kali ini , lanjutnya, ditopang oleh kenaikan ekspor bukannya penurunan impor. Rinciannya, nilai ekspor mencapai US$13,73 miliar atau naik 14,33 persen dari Juni 2020. Sementara nilai impor hanya mencapai US$10,47 miliar atau naik 2,73 persen dari bulan sebelumnya.

Tetapi, perhitungan pertumbuhan positif pada kuartal IV 2020 hanya bisa terjadi dengan catatan tambahan kasus covid-19 berkurang serta pencairan dana PEN bisa maksimal. Sebaliknya, jika kasus baru tetap naik hingga September dan penyaluran dana PEN masih belum maksimal, maka bukan mustahil pertumbuhan ekonomi minus di 2020.

Selanjutnya, pertumbuhan ekonomi diproyeksi balik arah menguat tahun depan. Selain perbaikan sejumlah indikator ekonomi, ia mengatakan perkembangan vaksin virus corona juga memberikannya optimisme bahwa pertumbuhan ekonomi bisa positif tahun depan.

"Perhitungan kami (pertumbuhan ekonomi) minus 1,5 persen untuk 2020. Tapi 2021 kita punya kemungkinan tumbuh 6 persen," tuturnya.

Ekonom CORE Indonesia Pieter Abdullah menambahkan resesi ekonomi tidak bisa terelakkan disebabkan pandemi. Jadi, selama pandemi masih terus berlangsung dengan kasus positif masih belum mereda, maka kekhawatiran masyarakat masih tinggi sehingga membatasi aktivitas perekonomian.

"Yang bisa dilakukan pemerintah lebih kepada menahan kontraksi ekonomi agar tidak terlalu dalam, dan itu sudah dilakukan oleh pemerintah," ucapnya.

Namun, yang tak kalah krusialnya untuk dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan penanggulangan pandemi. Dalam hal ini, Pieter menilai pemerintah belum terlihat berupaya secara sungguh-sungguh.

Buktinya, kata dia, kasus positif covid-19 masih terus naik, belum tampak melandai. Di sisi lain, realisasi anggaran kesehatan dalam PEN juga masih sangat rendah. Per 19 Agustus, realisasi anggaran sektor kesehatan sebesar Rp7,36 triliun. Angka itu setara 13,98 persen dari pagu anggaran Rp87,55 triliun.

"Ini menegaskan bahwa pemerintah belum maksimal menanggulangi wabah," tuturnya. 

Lambatnya realisasi anggaran kesehatan ini pernah diakui oleh Sri Mulyani. Menurut bendahara negara, koordinasi antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), gugus tugas penanganan covid-19, dan pemerintah daerah menjadi kendala dalam penyalurannya.

Selain kendala koordinasi dari berbagai pihak, ia menuturkan perkembangan kebijakan dan program yang terus berubah juga mempengaruhi realisasi penyaluran anggaran.

Sepakat dengan Fithra, ia juga mendorong pemerintah untuk mempercepat penyaluran bantuan kepada masyarakat khususnya dunia usaha. Ia menilai selama ini penyaluran bantuan tersebut belum cepat dan juga belum tepat sasaran.

Upaya ini harus digenjot agar masyarakat dan dunia usaha tidak mengalami 'kematian' dari sisi ekonomi.

"Kalau pemerintah bisa dengan cepat menanggulangi wabah dan menjaga masyarakat dan dunia usaha, kita bisa terhindar dari depresi," tuturnya.

Namun, ia mengatakan Indonesia tidak akan berlama-lama terjebak dalam resesi ekonomi. Pasalnya, ia menilai pemerintah memiliki skema menggantungkan harapan kepada vaksin virus corona yang saat ini sedang dalam tahap uji klinis dan pengembangan.

Pemerintah meyakini ketika vaksin sudah bisa diproduksi massal, maka pandemi covid-19 otomatis selesai.

Lewat skenario itu, Indonesia diprediksi tidak mengalami penurunan jumlah kasus secara perlahan. Namun, secara drastis wabah akan menurun hingga benar-benar selesai pada awal 2021, yaitu dengan diproduksi dan didistribusikannya vaksin virus corona.

"Dengan demikian dalam skenarionya pemerintah ini, kita tidak akan mengalami resesi yang panjang. Begitu wabah selesai, kita akan bangkit dari resesi ekonomi," ujarnya.

Dengan kata lain, lamanya resesi ekonomi hingga ancaman memasuki jurang depresi akan bergantung kepada penanganan pandemi serta ketahanan dunia usaha untuk tidak 'mati'. Menurutnya, sama halnya dengan resesi ekonomi, depresi juga mengancam semua negara saat ini.

"Potensinya ada, bisa terjadi apabila wabahnya tidak segera berakhir, atau dunia usahanya keburu bangkrut di tengah wabah akibat tidak ada bantuan yang memadai dari pemerintah," katanya.

Suatu negara disebut depresi apabila ekonominya minus selama dua tahun berturut-turut. Dengan demikian, Indonesia dikatakan mengalami depresi apabila ekonominya tak berbalik positif hingga kuartal II 2022 mendatang.

(agt)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER