PLN mendorong penggunaan energi rendah karbon yang ramah lingkungan, khususnya dengan memanfaatkan energi baru terbarukan dalam penyediaan energi listrik.
Perusahaan pelat merah ini memiliki beberapa strategi untuk mendorong penggunaan energi baru terbarukan. Beberapa di antaranya dengan co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang telah beroperasi.
Selain itu, mereka memiliki program konversi Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) menjadi Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Biomassa, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung dengan memanfaatkan bendungan-bendungan yang sudah ada untuk membangkitkan listrik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berinovasi dan memanfaatkan potensi-potensi yang ada guna meningkatkan penggunaan energi baru terbarukan, kami sedang bekerja untuk merealisasikan target 23 persen untuk 2025" Ungkap Direktur Mega Proyek Ikhsan Asaad dalam keterangan resmi, Kamis (27/8).
Selain itu, Co-firing juga dikembangkan oleh PLN di beberapa PLTU, seperti PLTU Paiton berkapasitas 2x400 MW menggunakan olahan serbuk kayu, PLTU Ketapang berkapasitas 2x10 MW dan PLTU Tembilahan berkapasitas 2x7 MW menggunakan olahan cangkang sawit.
Co-firing dilakukan dengan mencampurkan olahan tersebut sebesar 5 persen dari total kebutuhan bahan bakar.
Sementara untuk konversi dari PLTD ke PLT Biomassa, PLN mencatat terdapat 1,3 Gigawatt PLTD yang dapat dikonversi menjadi PLT Biomassa.
Perusahaan listrik negara ini pun mendorong pembangunan PLTS Terapung berkapasitas besar dengan memanfaatkan bendungan-bendungan yang ada di Indonesia.
Sebagai contoh, pada Januari 2020, PLN telah menandatangani kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan Konsorsium PT PJBI-Masdar untuk membangun PLTS Terapung di Cirata, Jawa Barat dengan total kapasitas mencapai 145 MW.
Pembangunan PLTS ini akan dimulai pada awal 2021 dan akan menjadi PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara.
"Kami berhasil mendapatkan tarif EBT yang murah yaitu sebesar 5,8 cUSD/kWh. Ke depan kami akan mendorong pembangkit seperti ini dan pastinya dengan harga yang lebih murah," tambah Ikhsan.
Saat ini, PLN juga tengah mengembangkan Renewable Certificate Energy (REC). REC akan ditawarkan kepada pelanggan yang memiliki komitmen penggunaan EBT dimana setiap penggunaan 1 MWH EBT akan mendapatkan 1 unit REC.
Selain penyediaan listrik melalui pembangkit EBT, PLN juga menyiapkan infrastruktur untuk mendukung kehadiran kendaraan listrik, PLN telah melakukan inovasi menghadirkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listirik Umum (SPKLU).
"Pengembangan Energi Baru Terbarukan bukan semata pemenuhan target pemerintah, tetapi dilakukan sebagai tanggung jawab PLN untuk generasi mendatang. Power Beyond Generations," imbuhnya.
PLN pun optimis bisa memenuhi target 23 persen pada 2025 dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan dari sumber energi hidro, panas bumi (termasuk skala kecil / modular), biofuel, energi angin, energi matahari, biomassa dan limbah, dll.
Khusus untuk PV, PLN akan mengembangkan PV terpusat untuk melistriki daerah terpencil yang relatif jauh dari grid yang ada. Kawasan ini merupakan daerah tertinggal, daerah perbatasan dan pulau terluar.
Oleh karena itu, sistem tenaga hibrida (PV, RE, dan Diesel PP lainnya) juga akan dikembangkan untuk daerah yang masih memiliki kurang dari 12 jam pengoperasian listrik, biasanya di bagian timur Indonesia.
Perusahaan pun tengah mengembangkan sistem Smart Grid untuk meningkatkan penetrasi intermitent RE (PV dan angin) sekaligus meningkatkan kehandalan. Dengan demikian, perusahaan juga akan mengembangkan jaringan mikro (biasanya menggunakan PV) untuk area dimana jalur distribusi tidak akan dikembangkan dalam 2-3 tahun ke depan.
Saat ini perusahaan pun sedang mengurangi konsumsi bahan bakar menggunakan HSD dan MFO, dan mendorong pemanfaatan biofuel.
Sementara untuk daerah-daerah terpencil, PLN juga dalam pengerjaan Dedieselisasi, untuk tahap awal ini sebanyak 2600 ditargetkan untuk bisa diganti penggunaan energi fosil Impor menjadi energi yg sustainable.
Pengembangan pembangkit listrik Energi Baru dan Terbarukan harus dioptimalkan, tidak hanya mempertimbangkan keseimbangan antara penawaran dan permintaan, namun juga kesiapan jaringan sistem tenaga listrik serta harga keekonomian yang kompetitif.