Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengkritik anggaran penanganan covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pada 2021 sebesar Rp356,5 triliun. Anggaran itu sendiri turun 55,7 persen dari 2020 senilai Rp695,2 triliun.
Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan sejumlah pos anggaran mengalami kenaikan maupun pengurangan yang tidak proporsional dengan realisasi serapannya pada 2020. Misalnya, anggaran sektoral kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (pemda).
Tahun depan, pemerintah menaikkan anggaran sektoral K/L dan pemda dari Rp106,11 triliun tahun ini menjadi Rp136,7 triliun tahun depan. Namun, jika dilihat serapannya per 19 Agustus lalu baru mencapai Rp12,4 triliun atau 13,1 persen dari target.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk sektoral K/L dan pemda padahal penyerapannya rendah di 2020, tapi justru diupayakan naik di 2021. Jadi ada tanda tanya besar kenapa realisasi tidak besar di 2020 tapi jauh lebih tinggi (anggarannya) di 2021," katanya dalam diskusi virtual, Kamis (27/8).
Sebaliknya, ia mengkritik penurunan terbesar justru berasal dari pos insentif dunia usaha sebesar 83,4 persen dari Rp120,61 triliun tahun ini menjadi hanya Rp20,4 triliun. Menurutnya, dunia usaha masih membutuhkan uluran tangan pemerintah untuk bangkit hingga tahun depan.
Serupa, pemerintah juga mengurangi anggaran untuk UMKM dari Rp123,47 triliun menjadi hanya Rp48,8 triliun. Padahal, serapan anggaran UMKM merupakan paling besar kedua setelah perlindungan sosial. Tercatat, serapan dana UMKM sebesar Rp44,63 triliun, setara 37,2 persen dari total anggaran.
"Ini patut disayangkan karena penyerapannya relatif tinggi sampai saat ini. UMKM ini penting karena sumbangan ke PDB juga besar secara total itu hampir 60 persen," katanya.
Selain dana PEN, Indef juga mengkritisi alokasi dana dalam RAPBN 2021. Peneliti Indef Media W. Askar menambahkan alokasi dana perlindungan sosial pada RAPBN 2021 kalah bersaing dengan prioritas lainya. Misalnya, saja dana infrastruktur.
Dalam RAPBN 2021, Tercatat dana perlindungan sosial sebesar Rp419,3 triliun, sedangkan dana infrastruktur selisihnya tak beda jauh yakni Rp414 triliun.
"Alokasi dana perlindungan sosial kalah bersaing dengan prioritas lain khususnya infrastruktur yang dampaknya justru long term (jangka panjang)," katanya.
Selain itu, pemerintah juga mematok target konvensional terhadap target di bidang perlindungan sosial tahun depan. Misalnya, penerima program PKH tetap 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM), penerima bantuan pangan naik tipis dari 18,8 juta menjadi 20 juta, dan sebagainya.
Di sisi lain, ia memprediksi jumlah penduduk miskin dan pengangguran meningkat signifikan tahun depan akibat covid-19. Namun, ia tidak merinci lebih detail prediksi kenaikan jumlah penduduk miskin maupun pengangguran tahun depan.
Sebetulnya, proyeksi kenaikan jumlah penduduk miskin dan pengangguran sudah diprediksi oleh pemerintah maupun lembaga keuangan global. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan tingkat kemiskinan berpotensi kembali menembus kisaran 12 persen seperti pada 2011 lalu.
Senada, Bank Dunia memperkirakan pandemi menambah jumlah penduduk miskin sekitar 5,6 juta hingga 9,6 juta orang pada tahun ini. Dari asumsi itu, tingkat kemiskinan naik sekitar 2,1 persen sampai 3,6 persen
"Yang ingin saya tekankan ketika penduduk miskin diperkirakan naik signifikan di 2021 tapi ibaratnya fuel-nya sama, alokasinya sama sedangkan jalan kita jauh lebih panjang dan lebih terjal dari tahun sebelumnya," kata Askar.
Dalam kesempatan itu, Ahmad juga meragukan kemampuan pemerintah merealisasikan dana PEN di 2020 secara maksimal. Pasalnya, per 19 Agustus 2020 saja, dalam catatannya realisasi anggaran PEN baru mencapai Rp174,79 triliun atau 25,1 persen dari total anggaran Rp695,2 triliun.
"Saya agak kurang yakin pemerintah habiskan sisanya 75 persen di 2020. Bahkan sampai akhir 2020 nanti, 60 persen saja sudah cukup bagus melihat kinerja selama ini," katanya.
Menurutnya, realisasi serapan ini mengalami sejumlah kendala dari segi administrasi yang tidak bisa dilakukan secara maksimal saat pandemi. Selain itu beberapa bentuk program PEN sendiri tidak bisa berjalan maksimal saat pandemi.
"Padahal, momentum perbaikan adalah pada kuartal III, paling tidak dengan anggaran PEN ini," tuturnya.