ANALISIS

Menghitung Ancaman PHK dari Perusahaan Zombie saat Resesi

Yuli Yanna Fauzie | CNN Indonesia
Selasa, 01 Sep 2020 09:01 WIB
Pengamat menilai perusahaan kehabisan amunisi bertahan di tengah pandemi corona yang berkepanjangan. Diperkirakan 20 juta pekerja terkena PHK.
Pengamat menilai perusahaan kehabisan amunisi bertahan di tengah pandemi corona yang berkepanjangan. Diperkirakan 20 juta pekerja terkena PHK. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Dampak pandemi virus corona atau covid-19 bakal memasuki babak baru, yaitu memunculkan zombie companies atau perusahaan 'mayat hidup'. Maksudnya, perusahaan tetap bisa membayar gaji pekerja, namun tidak menghasilkan keuntungan.

Eks menteri keuangan era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Chatib Basri, mengatakan hal ini mungkin terjadi karena daya beli masyarakat melemah, kelas menengah atas menahan konsumsi, perubahan perilaku, dampak pembatasan aktivitas ekonomi, termasuk kurangnya insentif dan investasi ekspansi usaha. 

"Akibatnya, skala ekonomis tidak tercapai. Jika ekonomi hanya beroperasi 50 persen, maka banyak sektor tidak mencapai break even point (kondisi dimana pendapatan sama dengan modal yang dikeluarkan atau titik impas)," ujar Chatib, dikutip Selasa (1/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal turut mengamini proyeksi tersebut. Menurutnya, risiko ini sangat mungkin terjadi karena korporasi sudah sangat kehabisan amunisi akibat pandemi corona yang berkepanjangan. 

Fithra melihat risiko ini sangat mungkin muncul karena stimulus fiskal bagi korporasi bahkan belum terealisasi. Sementara, dampak stimulus bagi dunia usaha dalam bentuk lain juga masih minim, seperti relaksasi pembayaran Pajak Penghasilan (PPh) hingga subsidi listrik bagi perusahaan. 

"Zombie companies ini sangat mungkin muncul karena dari sisi produksi, mereka tidak bisa menghentikan 'mesin', listrik dan gaji tetap bayar, namun tidak menghasilkan. Masalahnya, lama-kelamaan membuat penganggguran meningkat dan PHK," ucap Fithra kepada CNNIndonesia.com

Tak tanggung-tanggung, proyeksinya, jumlah pengangguran atau korban PHK bisa mencapai 20 juta pekerja pada tahun ini. Jumlah ini utamanya akan disumbang oleh para pekerja yang berkategori penduduk kelas bawah dan calon kelas menengah (aspiring middle income class). 

"Proyeksinya juga dari pekerja formal dan informal. Forecast (ramalan) ini juga muncul karena belum ada dampak nyata dari pengadaan vaksin," ungkapnya. 

Pengangguran dan korban PHK utamanya akan muncul dari industri padat karya atau yang jumlah pekerjanya banyak. Misalnya, garmen, tekstil, dan manufaktur. 

Masalah lain, ketika ekonomi mulai pulih pun, para pengangguran dan korban PHK ini tidak serta merta bisa segera diserap kembali. Menurut hitung-hitungannya, pertumbuhan ekonomi satu persen pun kemungkinan hanya bisa menyerap 100 ribu pekerja.

Taruhlah, pemulihan ekonomi Indonesia nantinya bisa membuat pertumbuhan mencapai 5 persen sampai 6 persen seperti rata-rata dari proyeksi para lembaga ekonomi dan keuangan internasional. Maka, jumlah pekerja yang bisa direkrut kembali oleh industri mungkin hanya sekitar 500 ribu sampai 600 ribu orang. 

Itu pun bila masih sesuai dengan kebutuhan industri ke depan. Masalahnya, menurut Fithra, ada risiko bagi pekerja yang sudah terlanjur keluar dari suatu industri akan sulit masuk ke industri yang sama, meski punya kompetensi yang sesuai. 

"Karena fungsi dan kebutuhan industri bisa berubah, maka perlu up skilling atau pelatihan dalam rangka meningkatkan keterampilan. Bahkan, peralihan kompetensi dan industri," tuturnya. 

Risiko ini juga terbaca oleh Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad. Proyeksinya, jumlah pengangguran dan korban PHK yang kini sudah mencapai kisaran 7 juta pekerja akan berlipat ganda menjadi sekitar 10 juta sampai 12 juta pekerja sampai akhir tahun ini.

"Ini muncul karena risiko zombie companies tadi, zombie ini akan merajalela karena perusahaan bahkan sudah tidak bisa memanfaatkan penjaminan kredit, restrukturisasi kredit, sampai membayar bunga kredit baru. Akibatnya, muncul perusahaan yang ibarat hanya tinggal papan namanya saja," kata Tauhid. 

[Gambas:Video CNN]

Sementara, proyeksinya terhadap penyerapan kembali tenaga kerja di era pemulihan ekonomi nanti juga terbilang minim. Hitung-hitungan Tauhid, dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional sekitar 4,5 persen sampai 5,5 persen sesuai target RAPBN 2021, hanya bisa menyerap maksimal 1,5 juta pekerja. 

Ia melihat tantangan penyerapan pekerja kembali, bukan hanya berasal dari kebutuhan dan kapasitas penyerapan industri ke depan. Namun, semakin luasnya pasar tenaga kerja akibat kondisi demografi Indonesia. 

"Saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia banyak bukan karena PHK-nya banyak saja, namun ada angkatan kerja baru sekitar 2 juta orang, yang baru lulus sekolah dan kuliah, tapi tidak terserap. Tahun depan, kalau ekonomi pulih pun jangan lupa, ada angkatan kerja baru yang muncul di tahun depan," jelasnya. 

Gairahkan Bursa Kerja

Tauhid mengatakan tugas pemerintah saat ini bukan sekadar mengerti bagaimana cara membendung potensi pengangguran dan korban PHK. Tapi juga, menyiapkan strategi untuk menggairahkan pasar tenaga kerja pada tahun depan atau ketika ekonomi pulih.

Menurut Tauhid, ada tiga kunci penting yang harus dilakukan. Pertama, segera mengeksekusi investasi mangrak.

Catatan terakhir Tauhid, ada sekitar Rp700 triliun investasi mangkrak di Indonesia. Komitmennya sudah masuk, namun belum terealisasi karena kondisi ekonomi sebelum pandemi corona. 

"Minimal, yang sebelumnya sudah ada komitmen tapi mangkrak, bagaimana caranya agar bisa dieksekusi, dibereskan, diyakinkan agar tahun depan bisa operasi, itu saja sudah lumayan," tutur dia.

Kedua, kerja cepat dalam menyambut investasi dari langkah realokasi pabrik industri dari negara lain. Kebetulan saat ini, kata Tauhid, para pemegang modal di negara maju tengah mempertimbangkan tren realokasi pabrik mereka yang sebelumnya banyak dimukimkan di China.

"Arus rantai produksi berubah, mereka (investor) melihat perlu rantai produksi yang lebih luas agar pusat produksi mereka tidak di China saja, atau di negara Asia besar lainnya, tapi juga di negara berkembang, seperti Indonesia. Ini peluang," terangnya. 

Ketiga, mengembangkan pekerjaan di sektor informal, misalnya pengusaha di e-commerce. Tujuannya, agar tidak semua sumber penyerapan pekerja ke depan hanya bergantung pada sektor formal.

Sependapat, Fithra mengatakan strategi penyerapan tenaga kerja di sektor informal memang harus dilakukan. Setidaknya, ada dua langkah nyata yang perlu dilakukan, yaitu menciptakan kesempatan kerja berskala proyek dan melakukan peningkatan dan peralihan keterampilan. 

Misalnya, dengan meningkatkan lagi serapan tenaga kerja di program-program seperti Padat Karya Tunai di sektor infrastruktur dan lainnya.

Lalu, menyelenggarakan program pelatihan. Contohnya, mengembalikan lagi format program Kartu Prakerja dari semi bansos menjadi pelatihan penuh ke depan. 

"Ini bukan hanya agar keterampilan mereka sesuai untuk kebutuhan industri yang sama pada masa mendatang, tapi menciptakan labour flexibility agar bisa masuk ke industri lain yang dibutuhkan nanti," tandas Fithra. 

(bir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER