Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) tak menjamin penghapusan pungutan liar alias pungli. Apalagi, pungli sudah muncul di Indonesia sejak zaman dahulu, sebut saja penjajahan Belanda (VOC).
"Pungli ini memang sudah ada sejak dulu dan memang di negara kita ini waktu VOC sudah ada," ujarnya dalam acara konferensi pers RUU Ciptaker, Selasa (8/9).
Namun, setidaknya, ia melanjutkan RUU Omnibus Law Ciptaker bisa meminimalkan peluang pungli tersebut. Caranya, lanjut dia, adalah dengan menetapkan sejumlah regulasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Ekonom Ramal Kemiskinan Melonjak pada 2021 |
"Tapi minimal dengan UU bisa memperkecil ruang itu (pungli)," imbuhnya.
Saat ini, beleid RUU Omnibus Law Ciptaker tengah dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan pemerintah. Namun, pembahasan tersebut menuai penolakan dari buruh dan pekerja.
Bahlil mengatakan pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker tersebut ditargetkan selesai pada Oktober mendatang.
"Kami harapkan bisa cepat selesai, kalau bisa di awal Oktober jauh lebih baik, karena bagi BKPM UU ini sangat penting untuk segera diselesaikan agar BKPM dapat melakukan langkah selanjutnya," tuturnya.
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian Susiwijono mengungkapkan saat ini perkembangan pembahasan Omnibus Law Ciptaker sudah mencapai 80 persen.
Namun, serikat buruh dan pekerja tetap satu suara menolak beleid itu meski pembahasan berlanjut. Bahkan, serikat buruh dan pekerja bersama dengan DPR telah membentuk tim perumus RUU Omnibus Law Ciptaker yang terdiri dari 18 perwakilan dari 32 federasi dan konfederasi buruh dan pekerja.
"RUU Cipta Kerja ini yang kebetulan saya selaku ketua panja pemerintah, yang seharusnya siang ini diskusi di Baleg DPR. Kami dapat laporkan kira-kira progres pembahasannya sekarang sudah 80 persen," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual Agustus lalu.