Direktur Keuangan PT BRI (Persero) Tbk atau BRI Haru Koesmahargyo mengakui pandemi covid-19 berdampak pada industri perbankan. Salah satunya, menekan pertumbuhan penyaluran kredit.
Secara industri, pertumbuhan penyaluran kredit hanya tercatat 1,5 persen pada kuartal II 2020. Kondisi ini jauh lebih rendah daripada pertumbuhan penyaluran kredit pada kuartal II tahun lalu, yakni 6 persen dan kuartal II 2018 sebesar 11 persen.
Bahkan, kinerja penyaluran kredit jauh terpaut dari capaian kuartal I 2020, yakni 8 persen. Data tersebut, lanjutnya, menggambarkan jika permintaan kredit turun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bisa kami analisa bahwa karena permintaan turun, maka supplier (produsen) juga turun, dan permintaan mereka pada kredit bank juga turun," ujarnya dalam Diskusi Prediksi Ekonomi Indonesia, Kamis (10/9).
Namun, di tengah lesunya kinerja penyaluran kredit ia mengungkapkan simpanan masyarakat justru naik, terutama pada deposito.
Pada kuartal II 2020, pertumbuhan deposito tercatat sebesar 7,95 persen. Posisi ini lebih tinggi dari periode yang sama tahun lalu di kisaran 6 persen.
Ia menduga kondisi ini disebabkan karena masyarakat masih menunda konsumsi mereka akibat ketidakpastian akibat covid-19.
"Masyarakat yang ingin bepergian atau melakukan aktivitas outdoor lainnya itu ditunda. Itu sebabnya barangkali ekses cash (uang tunai) yang mereka miliki disimpan di bank," jelasnya.
BRI sendiri tercatat menyalurkan kredit sebesar Rp922,97 triliun pada semester I 2020 atau hanya tumbuh 5,23 persen dari posisi sebelumnya yang sebesar Rp888,32 triliun.
Dari segi persentase, pertumbuhannya melambat dari posisi semester I 2019 yang mencapai 11,84 persen.
Imbasnya, laba bersih hanya sebesar Rp10,2 triliun pada semester I 2020. Realisasi itu anjlok 36,88 persen dari posisi yang sama tahun lalu, Rp16,16 triliun.