Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Sumiyati mengungkapkan terdapat sejumlah risiko terkait belanja penanganan pandemi covid-19. Pasalnya, dana yang dialokasikan untuk penanganan corona tahun ini mencapai lebih dari Rp600 triliun.
Sumiyati memaparkan risiko pertama berkaitan dengan keberadaan data penerima bantuan yang berpotensi tidak baru dan fiktif.
"Ada risiko data penerima bantuan, ada risiko-risiko yang kami hadapi adalah data tidak update," ungkap Sumiyati dalam Seminar Nasional Sinergi Pengawasan APIP-SPI-APH secara virtual, Selasa (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Risiko kedua, kebijakan teknis di kementerian. Risiko tersebut sering membuat penyaluran bantuan terganggu karena kebijakan teknisnya belum selesai dirumuskan.
Ketiga, risiko data duplikasi dalam penyaluran bantuan. Keempat, keterlambatan penyaluran, risiko fraud dalam penyaluran, dan ketidaksiapan pihak ketiga memberikan jasa.
"Ada risiko juga dari ekspektasi, realita di lapangan berbeda jauh dengan harapan masyarakat," imbuh Sumiyati.
Untuk mengantisipasi berbagai risiko atas belanja penanganan pandemi covid-19, Sumiyati mengungkapkan pemerintah akan memperbarui data secara berkala. Selain itu, pemerintah juga bakal membuka layanan informasi dan pengaduan.
"Kami terus monitoring, tugas kami kawal saat dilakukan pembayaran oleh Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan," jelas Sumiyati.
Sebagai informasi, pemerintah menyiapkan anggaran untuk penanganan pandemi virus corona sebesar Rp695,2 triliun. Dana itu dialokasikan untuk berbagai sektor.
Rinciannya, untuk bansos sebesar Rp203,9 triliun, UMKM sebesar Rp123,46 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, kementerian/lembaga atau pemerintah daerah Rp106,11 triliun, kesehatan Rp87,55 triliun, dan pembiayaan korporasi Rp53,55 triliun.