Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui jika pemanfaatan insentif pajak kurang optimal akibat pandemi covid-19. Pasalnya, pandemi covid-19 membuat sejumlah aktivitas perekonomian lesu, termasuk dunia usaha.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengungkapkan, serupa dengan negara lain, Indonesia juga mengucurkan insentif pajak. Bahkan, keringanan pajak yang digelontorkan diklaim mencapai 0,5 persen hingga 0,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Namun, ekonomi masih di bawah tekanan karena sejumlah aktivitas ekonomi juga tertekan, jadi kemungkinan pemanfaatan keringanan pajak tidak optimal," ujarnya dalam acara joint webinar Perpajakan Kemenkeu dan OECD, Kamis (1/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, kucuran keringanan pajak itu berdampak negatif pada penurunan rasio pajak. Pemerintah sendiri menyiapkan dana sebesar Rp120,61 triliun untuk insentif dunia usaha. Namun, realisasinya baru Rp27,61 triliun atau 22,89 persen dari pagu anggaran.
Jika dirinci lagi, program itu terdiri dari sejumlah pelanggaran pajak bagi pelaku usaha. Meliputi PPh pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan angsuran PPh 25, pengembalian pendahuluan PPN, penurunan tarif PPh Badan, dan stimulus lainnya.
"Keringanan pajak membuat rasio pajak terhadap PDB rendah, dan kami tahu bawah itu adalah kendala kami," ucapnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu mengamini pernyataan Suahasil. Ia mengatakan rasio pajak semakin tertekan selama pandemi covid-19 lantaran pemerintah memberikan banyak insentif pajak untuk meringankan beban masyarakat dan dunia usaha.
Dampaknya, ia memprediksi rasio pajak berada di bawah 8 persen akibat pemberian insentif pajak.
"Ada risiko karena rasio pajak sendiri sudah turun dalam beberapa tahun terakhir dan dampak dari pemberian banyak insentif pajak di 2020 maka rasio pajak kita akan turun tajam, kami prediksi rasio pajak berada sedikit di bawah 8 persen," ujarnya.
Ia menyatakan prediksi capaian rasio pajak itu, membuat peringkat rasio pajak Indonesia menjadi paling bawah dibandingkan negara-negara berkembang (emerging economy). Oleh sebab itu, ia menilai pemerintah perlu melakukan reformasi pada basis pajak.