Jelang akhir tahun, nasib Upah Minimum Provinsi (UMP) pada 2021 mendatang mulai diperbincangkan. Namun, sejumlah pengamat ekonomi menilai UMP tidak naik atau tetap pada 2021 mendatang merupakan jalan tengah, bagi pengusaha maupun buruh/pekerja di tengah pandemi covid-19.
Ekonom CORE Indonesia Akhmad Akbar Susamto mengatakan Peraturan Pemerintah (PP) 78 tahun 2015 tentang Pengupahan mengatur jika kenaikan UMP dihitung berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Di sisi lain, pandemi covid-19 mempengaruhi kedua indikator tersebut. Bahkan, pertumbuhan ekonomi dipastikan mengalami kontraksi tahun ini karena pandemi covid-19.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan jika secara kaku mengikuti rumus inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka UMP dan UMK bisa turun. Namun, PP tentang Pengupahan tidak mengatur jika pertumbuhan ekonomi negatif.
"Jadi, pertumbuhan UMP dan UMK nol, menurut saya merupakan jalan tengah yang baik," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (16/10).
Namun, ia menilai pemerintah harus memberikan subsidi kepada pekerja untuk meringankan beban ekonomi mereka lantaran UMP dan UMK tidak naik di tahun depan. Sebab, pandemi covid-19 membuat pekerja mengalami kesulitan finansial.
Akhmad mendorong pemerintah melanjutkan program pemberian subsidi tahun ini, misalnya bantuan subsidi gaji/upah bagi pekerja bergaji di bawah Rp5 juta.
Namun, pemerintah juga harus mempertimbangkan golongan pekerja di sektor informal yang jumlahnya banyak dan tidak lepas dari dampak pandemi covid-19.
"Memang itu belum cukup, karena banyak juga pekerja yang bekerja di sektor informal dan bukan merupakan anggota BPJS Ketenagakerjaan," terang dia.
Senada, Ekonom Indef Enny Sri Hartati mengatakan besar kemungkinan UMP tidak akan naik tahun depan. "Jadi, memang tak ada alasan untuk menaikkan UMP tahun depan," katanya.
Bahkan, jika mengacu pada kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi ia menyebut pengusaha bisa menuntut penurunan UMP. Sebab, pandemi covid-19 mempengaruhi kedua indikator tersebut.
"Pertumbuhan ekonomi kontraksi, minus. Malah kalau pengusaha itu menuntut UMP bisa turun, wong kontraksi (pertumbuhan ekonomi) dan inflasi rendah banget pastinya di bawah 3 persen hingga akhir tahun," ucapnya.
Oleh sebab itu, ia menilai untuk meringankan beban pekerja terdampak pandemi tahun depan, maka pemerintah harus hadir. Sebab, besar kemungkinan UMP tidak naik pada 2021, sementara beban ekonomi pekerja akibat covid-19 masih berat.
"Pemerintah harus kompensasi dengan subsidi, perlindungan sosial, menjaga harga barang pokok tidak naik, turunkan tarif listrik melalui subsidi, kan pemerintah diberikan diskresi melalui anggaran," jelasnya.
Untuk diketahui, pemerintah menaikkan UMP pada 2020 sebesar 8,51 persen. Penetapan kenaikan UMP tertuang dalam surat Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto.
Dalam surat tertanggal 15 Oktober lalu, dijelaskan berdasarkan data BPS hingga 2 Oktober, inflasi nasional sebesar 3,39 persen. Sementara itu, untuk pertumbuhan ekonomi berada di level 5,12 persen.
"Dengan demikian, kenaikan UMP dan atau UMK 2020 berdasarkan data inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8,51 persen," kata menteri ketenagakerjaan yang menjabat saat itu, Hanif Dhakiri.