Mengakhiri karier sebagai konsultan arsitek setelah di-PHK pada 1998, Antin Sambodo kemudian menggeluti seni keramik. Pilihan itu terbukti tepat. Dari sana, ia berhasil membesarkan Jinjit Pottery sampai dua dekade selanjutnya.
Dengan modal awal Rp15 juta, Antin memproduksi beragam aksesoris keramik dan pajangan. Teknik sapuan kuas dan permainan warna berhasil menambah nilai seni di produk Jinjit Pottery, membuatnya segera memiliki penggemar fanatik.
Menjual produk mulai harga Rp40 ribu sampai Rp500 ribu, gerai souvenir ramai didatangi pembeli. Jinjit Pottery pun banyak mengikuti pameran. Dalam sebuah kesempatan, salah satu karya Antin meraih nominasi kategori Permainan Anak Terbaik di Inacraft 2005.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Satu, dia awet barangnya. Dari 2001 sampai sekarang ini saya masih ada [produk Jinjit Pottery], terus dia itu inovatif. Yang kita enggak sangka, dia bikin, kayak tempat cincin," kata Erna, seorang pelanggan setia Jinjit Pottery.
Perjalanan Jinjit Pottery terusik setelah pandemi Covid-19 melanda. Bisnis Antin ikut terhantam, pendapatannya turun sampai 50 persen. Menolak menyerah pada kondisi, Antin berinovasi lewat desain pada set peralatan makan dan minum yang ia produksi.
Salah satunya, tableware yang kental dengan amanat untuk menerapkan protokol kesehatan, yaitu bertema kucing memakai masker. Menurut Antin, kreasi tersebut memiliki pesan yang sesuai di masa pandemi.
"Sebagai pengingat juga ya, kucing aja pakai masker, masa elu enggak?" tutur Antin diiringi tawa.
Selain penyesuaian produksi barang, proses penjualan Jinjit Pottery ikut berubah. Penjualan yang sebelumnya bersumber dari gerai souvenir dan pameran, kini memanfaatkan media sosial Facebook dan Instagram. Langkah berikut yang ditempuh Antin adalah mengikuti program #BeliKreatifLokal yang dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Antin mengaku mendapat banyak pengalaman dari program tersebut. Tak hanya dalam aspek manajemen produksi, tetapi juga soal perencanaan, pemasaran, hingga evaluasi kerja.
"Sekarang jadi lebih tertata ya, lebih terencana. Kita harus membuat action plan, dan juga (mengevaluasi) apakah target-target itu tercapai apa enggak? Jadi lebih terarah sih," katanya.
Kini, Antin memiliki jadwal teratur di mana dirinya harus mengunggah konten di media sosial. Pelatihan dan pendampingan pada program #BeliKreatifLokal, lanjutnya, juga efektif menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk membeli dan mengkonsumsi karya anak negeri.
Ditemani satu karyawan, Antin bisa memproduksi hingga 150 tableware setiap bulan. Dalam proses pembuatan, ia mengatakan selalu menerapkan protokol kesehatan bagi karyawan, juga pada pelanggan yang mengunjungi gerai. Berbekal ilmu dari program #BeliKreatifLokal, Antin optimis Jinjit Toppery akan bertahan.
(gea/rea)