Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengungkapkan perlu tambahan waktu untuk merumuskan besaran kenaikan tarif cukai rokok untuk 2021. Itu diperlukan karena kondisi ekonomi dan industri rokok tengah tertekan pandemi virus corona atau covid-19.
"Ini perlu kehati-hatian dan tambahan waktu saya kira. Mudah-mudahan ini bisa segera keluar dan bisa segera diumumkan," ungkap Heru saat konferensi pers APBN KiTa edisi September 2020 secara virtual, Senin (19/10).
Heru menjelaskan ada beberapa pertimbangan kementerian untuk meminta tambahan waktu. Pertama, perkembangan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya kembali normal dari tekanan pandemi corona, meski tanda-tanda pemulihan sudah mulai terlihat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, perkembangan industri rokok, baik dari sisi permintaan, produksi, hingga para pekerja yang ada di sektor ini. Pertimbangan perlu dilakukan karena pandemi turut menekan industri rokok.
"Industri ini telah mempekerjakan pekerja langsung maupun tidak langsung, sehingga ini harus mendapat perhatian kita juga," tuturnya.
Ketiga, keinginan pemerintah agar pengenaan cukai bisa menjadi instrumen pengendalian konsumsi rokok di masyarakat. Khususnya perokok usia muda.
"Pemerintah sangat berhati-hati dalam merumuskan kebijakan tarif dan beberapa instrumen kebijakan lainnya yang berhubungan dengan rokok ini. Kita masih harus mengoordinasikan dengan beberapa kepentingan," terangnya.
Sebelumnya, Heru sempat memastikan bahwa tarif cukai rokok akan naik pada 2021. Hal ini sejalan dengan target kenaikan jumlah penerimaan cukai rokok sebesar Rp7,86 triliun atau 4,8 persen pada tahun depan.
Dengan begitu, penerimaan cukai akan naik dari Rp164,94 triliun di target APBN 2020 menjadi Rp172,8 triliun di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
Sementara realisasi penerimaan cukai rokok mencapai Rp111,46 triliun atau 67,57 persen dari target per September 2020. Penerimaan cukai rokok tercatat tumbuh 8,53 persen sejauh ini.
Secara total, penerimaan cukai mencapai Rp115,32 triliun atau 66,97 persen dari target sampai bulan lalu. Total penerimaan cukai tumbuh 7,24 persen.
Sedangkan bila ditambah bea masuk dan keluar, total penerimaan kepabeanan mencapai Rp141,82 triliun atau 68,95 persen dari target Rp205,68 triliun. Penerimaan kepabeanan minus 3,77 persen per September 2020.
"Overall, penerimaan memang mengalami tekanan, cukai tembakau masih positif, bea masuk tertekan karena impor," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada kesempatan yang sama.
(uli/agt)