PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III selaku holding Perkebunan Nusantara menargetkan produksi gula naik dua kali lipat dalam lima tahun ke depan. Artinya, produksi gula perusahaan pelat merah itu akan melonjak pada 2025 mendatang.
Direktur Utama Holding Perkebunan Nusantara Abdul Ghani mengatakan pihaknya memiliki 43 pabrik gula saat ini. Puluhan pabrik itu memiliki kapasitas sebanyak 134.000 ton cane per day (TCD).
Jika targetnya naik dua kali lipat dan selama ini total produksi sesuai dengan kapasitas maka target produksi gula dalam lima tahun ke depan mencapai 268.000 TCD. Untuk mencapai itu, PTPN III akan mengonversi beberapa lahan karet menjadi lahan produksi tebu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat juga:Dirut PTPN II Meninggal karena Corona |
"Kalau sekarang (lahan tebu) hanya punya 55 ribu hektare (Ha), lima tahun ke depan naik jadi 110 ribu Ha," ungkap Abdul dalam diskusi virtual bertajuk Pemulihan Ekonomi di Sektor Pertanian, Senin (19/10).
Selain itu, PTPN III juga akan bersinergi dengan Perum Perhutani untuk menggenjot produksi gula. Abdul bilang perusahaan akan menanam tebu di lahan milik Perhutani.
"Kami pastikan sinergi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa swasembada gula lima tahun ke depan," imbuh Abdul.
Selain gula, PTPN III juga akan meningkatkan produksi kelapa sawit. Untuk itu, ia meminta pemerintah untuk mencabut moratorium pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit.
"Untuk sawit juga perluasan lahan masih tersedia, saya minta pemerintah sebaiknya buka moratorium," jelas Abdul.
Ia menyatakan saat ini luas lahan perkebunan PTPN III adalah 1,69 juta Ha. Area itu ditanami kelapa sawit seluas 569 ribu Ha, tebu 55 ribu Ha, karet 133 ribu Ha, teh 30 ribu Ha, kopi 12 ribu Ha, kakao 5 ribu Ha, dan tembakau 252 ribu Ha.
Di sisi lain, Abdul menyatakan harga kopi di tingkat petani kerap dihargai murah ketika musim panen tiba. Pasalnya, saat itu biasanya jumlah pasokan lebih besar dari permintaan, sehingga harganya murah.
Namun, ia bilang petani bisa mengakali itu dengan menaikkan harga jual kopi dengan membuat kelompok. Dalam kelompok itu, petani bisa bekerja sama dengan konsumen dalam jangka panjang.
"Kalau berkelompok, kelembagaan dibentuk, bisa berhubungan dengan pembeli, pertumbuhan luar biasa," ucap Abdul.
Sebenarnya, kata dia, permintaan di Indonesia cukup tinggi. Petani bahkan tak perlu ekspor untuk mendapatkan keuntungan dalam penjualan kopi.
Namun, syaratnya harus berkelompok dan membuat kelembagaan. Dengan begitu, petani bisa membuat kontrak panjang dengan konsumen.
"Kontrak ini akan memberikan kepastian harga, pembeli butuh pasokan dan petani jual ke mitra yang sudah teken (tanda tangan kontrak) itu," pungkas Abdul.