"Bapak Erick Thohir, Menteri BUMN," begitulah kata Jokowi saat mengumumkan anggota kabinet barunya pada 23 Oktober 2019 lalu.
Kepada eks Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin tersebut, Jokowi mempercayakan tugas penataan perusahaan pelat merah.
"Tugasnya bangun BUMN, ekspansi ke pasar global. Itu tugasnya beliau waktu itu," kata Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gayung bersambut, tugas langsung dilaksanakan Erick. Tak lama setelah dilantik, ia langsung melaksanakan tugas yang diberikan Jokowi.
Tugas pertama yang dilakukannya adalah bersih-bersih di perusahaan pelat merah dengan mengganti dan bahkan memecat direksi BUMN yang berkinerja mengecewakan dan bahkan culas.
Salah satunya, Direksi Garuda Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, di masa kepemimpinannya sebagai menteri BUMN yang belum berumur 100 hari, Erick Thohir langsung memecat Dirut Garuda Ari Askhara dan empat direksi lainnya karena kasus penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton melalui pesawat Garuda Indonesia.
Pencopotan juga dilakukan terhadap Arie Prabowo Ariotedjo sebagai Dirut Antam karena dia dianggap tidak bisa dengan cepat mengeksekusi pembangunan pabrik Nickel Pig Iron Blast Furnace di Halmahera Timur.
Tak hanya itu, untuk menata BUMN, ia juga menunjuk Basuki Thahaja Purnama atau Ahok sebagai Komisaris Utama (Komut) Pertamina. Ia juga menunjuk pendiri Bukalapak Fajrin Rasyid sebagai Direktur Digital Business Telkom demi membenahi kinerja BUMN yang selama ini ia anggap 70 persen pendapatannya selalu bergantung pada anak usaha, PT Telekomunikasi Seluler.
Pengangkatan Fajrin sempat menjadi pembicaraan hangat karena usianya yang terbilang cukup muda. Namun Erick bersikukuh dan menyebut Fajrin memiliki rekam jejak yang mumpuni untuk memperbaiki kinerja Telkom.
Tak hanya berhenti pada direksi. Untuk menyehatkan perusahaan pelat merah, Erick juga berambisi merombak BUMN.
Rencananya, dari total 108 BUMN yang ada saat ini, ia akan melikuidasi 14 perusahaan tersebut. Tak hanya itu, ia juga akan dilakukan merger atau konsolidasi terhadap 34 BUMN lainnya.
Hanya 41 perusahaan yang akan dipertahankan seperti semula dan 19 perusahaan akan dikelola atau dimasukkan ke PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA.
Dalam usahanya merampingkan dan memudahkan pengelolaan perusahaan negara, berbagai holding telah terbentuk seperti, holding Rumah Sakit (RS) dengan induk Indonesia Healthcare Corporation (IHC) PT Pertamina Bina Medika (Pertamedika), anak usaha Pertamina.
Pengamat BUMN dari UI Toto Pranoto menilai berbagai langkah yang dilakukan Erick Thohir memang berhasil.
Ini dibuktikan dengan kerja sama BUMN dengan berbagai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), kerja sama vaksin dengan berbagai perusahaan global, serta merger tiga bank syariah BUMN demi menguasai pasar internasional.
"Juga misalnya secara langsung Erick mendorong supaya Bio Farma bisa berkolaborasi dengan beberapa farmasi besar dunia seperti Sinovac dalam kerja sama vaksin," katanya kepada CNNIndonesia.com.
Meskipun demikian, di tengah keberhasilan itu, Erick mendapatkan tantangan berat dari penyebaran pandemi corona. Pandemi telah menghancurkan kinerja sejumlah perusahaan pelat merah.
Ambil contoh Pertamina. Perusahaan minyak negara tersebut tercatat berhasil meraup laba US$659,95 juta atau Rp9,56 triliun pada semester I 2019 lalu. Tapi, pandemi menghancurkan kinerja itu.
Lihat juga:Batu Sandungan Jokonomics: Corona |
Pada semester I 2020, perusahaan itu justru mengalami rugi bersih US$767,91 juta atau setara Rp11,13 triliun.
Nasib sama juga menimpa PT PLN (Persero) dan PT Garuda Indonesia (Persero). Untuk perusahaan setrum negara, tercatat membukukan rugi fantastis sebesar Rp38,87 triliun pada semester I 2020.
Kondisi ini berbanding terbalik jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pasalnya, saat itu perusahaan masih mampu mengantongi laba sebesar Rp4,14 triliun.
Sementara itu untuk Garuda tercatat rugi US$712 juta atau setara Rp10 triliun pada semester I 2020.
Padahal, semester I 2019, Garuda masih mencatatkan laba US$24,11 juta dolar AS atau setara Rp349 miliar
Pengamat BUMN sekaligus Peneliti Senior di Visi Integritas Danang Widoyoko menilai berbagai gebrakan yang selama ini dilakukan Erick sebetulnya hanya jargon semata.
Gebrakan katanya, baru menyentuh lapisan luar saja. Danang mengatakan gebrakan yang dilakukan Erick belum mengutak-atik BUMN sakit parah yang sebetulnya membutuhkan perhatian khusus, seperti PT Merpati Nusantara Airlines atau BUMN lainnya yang sedang 'sekarat'.
Penggabungan dan penataan BUMN yang dilakukan Erick selama ini masih menyentuh perusahaan pelat merah yang memiliki kondisi keuangan relatif baik.
"Yang dipegang Pak Erick baru yang istilahnya tutup mata saja jalan sendiri. Sementara yang sakit-sakit dan butuh perhatian belum tahu penanganan Pak Erick seperti apa, baru masih jargon," katanya.
Ia mengatakan ada banyak cara yang sebetulnya bisa dilakukan Erick agar BUMN bisa sehat dan berdaya saing. Salah satunya, membawa berbagai BUMN untuk melantai di bursa sehingga pendanaan tak lagi selalu memberatkan APBN.
Tak hanya untuk menghimpun modal, ia mengatakan IPO jakan mendorong transparansi pengelolaan perusahaan pelat merah.
Sebab, hingga kini masih banyak BUMN yang tak menyetorkan laporan keuangan sehingga sulit bagi publik untuk mengawasi kinerja mereka.
"Soal transparansi BUMN, banyak BUMN katanya untung tapi sebagian BUMN tidak membuat laporan keuangan, tidak ada akses ke sana. Jadi catatan, Pak Erick dorong dong BUMN agar lebih transparan," pinta dia.
(wel/agt)