PT Pertamina (Persero) menargetkan berada di posisi top 100 perusahaan dunia dalam indeks Global Fortune 500 pada 2024 nanti. Bersamaan dengan target itu, nilai valuasi BUMN energi itu diharapkan US$100 miliar atau setara Rp1.465 triliun (kurs Rp14.650 per dolar AS).
"Pemegang saham pertamina memiliki aspirasi agar Pertamina yang berada di peringkat 175 menjaga rankingnya dan kalau bisa menjadi ranking 100 pada 2024," ujar VP Corporate Communication & Investor Relations Pertamina Agus Suprijanto di diskusi virtual bertajuk Subholding Pertamina, Melanggar Hukum?, Kamis (22/10).
Untuk mengejar target tersebut, Agus bilang perusahaan sudah mulai melakukan pemetaan dan refocusing bisnis, termasuk melakukan pengembangan organisasi semua lini bisnis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini membuat valuasi US$100 miliar akan menjadikan bisnis Pertamina lebih kuat. Mesinnya, pada organisasi dan ini dilakukan dengan restrukturisasi, termasuk pembentukan subholding," katanya.
Bila target ini tercapai, Agus yakin banyak manfaat yang bisa didapat, di antaranya memberikan keamanan energi bagi Indonesia, memimpin transisi energi baru, mencapai satu desa, satu wilayah, dan BBM satu harga, hingga menjadi penggerak pengembangan sosial.
Selain itu, bisa menjawab berbagai tantangan yang dihadapi Pertamina saat ini. Pertama, harga minyak dunia dan kurs rupiah yang naik turun.
Kedua, penurunan perkembangan ekonomi akibat pandemi virus corona atau covid-19. Ketiga, perkembangan teknologi energi baru seperti baterai listrik.
Keempat, melaksanakan program ketahanan energi pemerintah. Kelima, memperbaiki kinerja keuangan dan mengatasi tantangan keterbatasan pendanaan.
"Untuk itu kami menyusun masterplan pengembangan portofolio dengan subholding. Dengan ini, kami memiliki fleksibilitas dalam operasional end-to-end business dan pengembangan bisnis eksisting," terang dia.
Sementara, subholding terdiri dari subholding corporate diharapkan bisa memaksimalkan integrasi infrastruktur migas dari hulu ke hilir, digitalisasi, portofolio bisnis baru, dan lainnya.
Subholding upstream untuk akuisisi bisnis dan meningkatkan aset. Subholding midstream, refining, petrochemical untuk LNG terminal, pengembangan RDMP, GRR, dan lainnya.
Subholding NRE untuk pengembangan EV baterai, pengubahan biomass ke ethanol, hingga biodiesel. Terakhir, subholding new stream untuk perubahan gas ke methanol hingga pengembangan oleochemical.
"Masa transisi (subholding) akan terus dilanjutkan sampai 2021. Saat ini, kami fokus ke pemenuhan aspek yang dibutuhkan," tandasnya.