Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati ditetapkan menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di dunia pada 2020 oleh Fortune. Dalam laporan bertajuk Most Powerful Women International, Fortune menempatkan Nicke di urutan 16 wanita paling berpengaruh sejagat 2020.
Mereka mengatakan Nicke memimpin sebuah perusahaan berpendapatan lebih dari US$54,6 miliar dan membawahi 32 ribu karyawan.
Perempuan kelahiran Tasikmalaya, 25 Desember 1967 itu memang memiliki segudang prestasi. Ia tercatat pernah mengisi posisi penting perusahaan-perusahaan lintas sektor energi dan kontraktor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menduduki posisi Direktur Utama Pertamina pada 20 April 2018. Sebelumnya, Nicke adalah Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) BUMN minyak tersebut sejak 27 November 2017. Pada 13 Februari 2018, tugas Nicke pun bertambah, yakni sekaligus mengemban jabatan Plt Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur.
Sebelum berkarir di Pertamina, Nicke menjabat sebagai Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero) sejak 2009 lalu.
Lulusan Teknik Industri Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Master di Hukum Bisnis di Padjadjaran Bandung ini, pernah menjadi Direktur Utama PT Mega Eltra, sebuah perusahaan kontraktor listrik di lingkungan holding PT Pupuk Sriwijaya.
Nicke juga pernah menjabat direktur bisnis di PT Rekayasa Industri (Rekind) dan Vice President Corporate Strategy Unit (CSU) di perusahaan yang sama hingga akhirnya bergabung di PLN pada tahun 2014.
Selama memimpin Pertamina, Nicke gencar mengejar kerja sama pengembangan kilang. Salah satunya, pengembangan proyek RDMP Kilang Cilacap, Jawa Tengah.
Mulanya, Pertamina menjajaki kerja sama dengan BUMN perminyakan Arab Saudi, Saudi Aramco. Namun, kerja sama batal karena kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan valuasi RDMP.
Saat ini, Pertamina masih mencari calon pengganti Saudi Aramco untuk mengembangkan RDMP Kilang Cilacap.
Selain itu, di bawah kepemimpinan Nicke, Pertamina juga melakukan implementasi program Biodiesel yang saat ini mencapai B20. Rencananya proyek tersebut akan dikembangkan hingga B100 untuk menekan impor minyak mentah, sehingga mengurangi defisit neraca perdagangan.
Namun, Nicke juga menghadapi tantangan kala memimpin Pertamina. Tantangan paling besar berasal dari pandemi covid-19.
Pandemi membuat penjualan perseroan turun drastis diprediksi hingga 25 persen di 2020. Karena kondisi itu, Pertamina mencatat kinerja buruk.
Mereka bahkan mengalami rugi bersih sebesar US$767,91 juta setara Rp11,13 triliun (mengacu kurs Rp14.500 per dolar AS) pada semester I 2020. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, perseroan masih berhasil meraup laba sebesar US$659,95 juta, atau Rp9,56 triliun.
Lihat juga:Nikon Setop Operasi di Indonesia |